BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Hak Cipta
2.1.1. Ruang Lingkup Hak Cipta
Hak
Cipta pertama kali diatur dalam Auteurswet 1912, kemudian mengalami perubahan
karena dikeluarkannya UU No. 6 Tahun 1982, UU No. 7 Tahun 1987, UU No. 12 Tahun
1997, dan yang terakhir adalah UU No. 19 Tahun 2002. Penyempurnaan UU ini
dilakukan tidak lepas dari keberadaan Indonesia sebagai anggota WTO.
Hak Cipta sendiri meliputi bidang ilmu pengetahuan, seni,
dan sastra, yang mencakup semua karya tulis (literary works), seperti buku, program computer, data base, laporan
teknis, manuskrip, karya arsitektur, peta, hasil terjemahan, karya yang
diucapkan maupun dinyanyikan, drama teater, seni film, dan karya musikal
termasuk seni dalam segala bentuknya. Beberapa hal baru dalam ketentuan Undang
Undang Hak Cipta ini adalah mengenai data
base yang merupakan salah satu ciptaan yang dilindungi, alat apa pun, baik
memakai kabel maupun tidak, produk-produk cakram optik (optical disc) hak informasi manajemen elektronik, dan sarana kontrol
teknologi, produksi berteknologi tinggi, termasuk program komputer dan ancaman
pidana serta denda yang semakin berat terhadap siapa saja yang melakukan
pelanggaran hak cipta.
2.1.1.1. Beberapa Pengertian
Menurut pengertian pasal 1 UU No. 19 Tahun 2002, yang
dimaksud dengan hak cipta (copyright
dalam bahasa Inggris, auteusrecht dalam bahasa Belanda) adalah hak eksklusif
bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya
atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Saidin Hak
Cipta merupakan hak benda immateriil, yaitu hak yang tidak dapat dilihat dan diraba tetapi
dapat di miliki, maksudnya adalah hak milik yang objek haknya adalah suatu benda
yang tidak memiliki wujud, sehingga dalam hal ini bukan fisik atau wujud dari
suatu suatu benda atau barang yang di hak ciptakan, namun apa yang terkandung
di dalamnya yang memiliki hak cipta. Oleh karena kata harta benda/properti
mengisyaratkan adanya sesuatu benda nyata. Padahal Hak Kekayaan Intelektual itu
tidak ada sama sekali menampilkan benda nyata. Ia bukanlah benda materil. Ia
merupakan hasil kegiatan daya cipta pikiran manusia yang diungkapkan ke dunia
luar dalam suatu bentuk, baik material maupun immaterial. Bukan bentuk
penjelmaannya yang dilindungi akan tetapi daya cipta itu sendiri. Daya cipta
itu dapat berwujud dalam bidang seni, industri dan ilmu pengetahuan atau paduan
ketiga-tiganya.
Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama
yang atas inspirasinya melahirkan sebuah ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran,
imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam
bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Sedangkan ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan
keorisinilannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
Keorisinilan disini maksudnya adalah bagaimana pencipta mampu menunjukkan
kekuatan original expression of ideas
yang hanya dimilikinya dan dalam bentuk yang riil dan nyata, maksudnya,
perlindungan hak cipta tidak dapat diberikan kepada suatu ide atau gagasan
karena hak cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi, dan
menunjukkan keaslian sebagai ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan,
kratifitas, atau keahlian sehingga ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau
didengar.
2.1.1.2. Pemegang Hak Cipta
Pemegang
hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima
hak tersebut dari pencipta atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari
pihak yang menerima hak tersebut.
2.1.1.3. Karya Kolektif
a. Karya kompilasi (campuran) merupakan karya dengan
multipengarang, yaitu karya orisinal digabung dengan materi yang sebelumnya
sudah ada;
b. Bila bagian komponen sama dengan karya orisinal dari
pengarang dan mempunyai identitas yang independen;
c. Hak masing-masing pengarang mempunyai hak untuk
memakai hak cipta untuk kepentingannya dan tidak menyampingkan yang lain dalam
pemakaian hak cipta.

2.1.2. Fungsi dan Sifat hak Cipta
Hak cipta merupakan hak eksklusif
bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa
mengurangi pembatasan. Di sinilah perbedaan antara hak cipta dengan hak paten
dan hak merek. Hak paten dan hak merek timbul hak setelah pengumuman dari
Dirjen HaKI, sedangkan hak cipta diperoleh secara otomatis. Hak cipta juga
dianggap sebagai “benda bergerak”, oleh karena itu hak cipta dapat beralih atau
dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian, karena pewarisan, hibah, wasiat,
perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan
perundang-undangan. Hak-hak tersebut terus berlangsung hingga 50 (lima puluh)
tahun setelah penciptanya meninggal dunia (Pasal 29 UU No. 19 Tahun 2002).
2.1.2.1. Ciptaan dalam Hubungan Dinas
Hasil
ciptaan yang dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan
pekerjaan pemegang hak ciptanya adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya
ciptaan tersebut dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain oleh kedua belah
pihak, dengan tidak mengurangi hak pencipta apabila penggunaan ciptaan itu
diperluas sampai keluar hubungan dinas.
2.1.2.2. Badan Hukum sebagai Pemilik Hak Cipta
Menurut ketentuan Pasal 8 UU No. 19 Tahun 2002, jika
suatu badan hukum mengumumkan bahwa ciptaan berasal daripadanya dengan tidak
menyebut seseorang sebagai penciptanya, kecuali
jika terbukti sebaliknya. Hak-hak tersebut berlaku selama 50 tahun sejak
pertama kali diumumkan (Pasal 29 UU No. 19 Tahun 2002).
2.1.2.3. Hak Cipta atas Potret
Bagi pemegang hak cipta atas potret dimungkinkan untuk
memperbanyak jika mendapat izin orang yang dipotret atau ahli warisnya dalam
jangka 10 tahun setelah yang dipotret meninggal dunia, termasuk bila potret
yang memuat 2 orang atau lebih harus minta izin dari yang lainnya. Untuk potret
tanpa izin pemegang hak cipta tidak boleh mengumumkannya, bila bertentangan
dengan kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret.
2.1.3. Hak Ekonomis dan Hak Moral
Hak cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral
rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas
ciptaan serta produk hal terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri
pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa
pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan.
2.1.3.1. Hak Ekonomis
Hak ekonomis merupakan hak eksklusif dari pengarang untuk
memperoleh keuntungan-keuntungan ekonomi. Hak ekonomis meliputi hak memperbanyak,
hak distribusi, hak pertunjukan, dan hak peragaan.
2.1.3.2. Hak Moral
Menurut Pasal 22 UU No. 19 Tahun 2002, penyerahan hak
cipta atas seluruh ciptaan kepada orang atau badan lain tidak mengurangi hak
pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat seseorang yang tanpa persetujuannya
(Pasal 55-66 UU No. 19 Tahun 2002):
a.
Meniadakan nama
pencipta yang tercantum pada ciptaan tersebut;
b.
Mencantumkan nama
pencipta pada ciptaannya;
c.
Mengganti atau
mengubah judul ciptaan; atau
d.
Mengubah isi
ciptaan yang bersangkutan.
2.1.4. Hak Terkait
Menurut ketentuan Pasal 49-50
UU No. 19 Tahun 2002:
a.
Pelaku memiliki
hak untuk memberi izin atau melarang orang lain tanpa persetujuannya membuat,
memperbanyak, dan menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya,
untuk jangka waktu 50 (lima puluh) tahun;
b.
Prosedur rekaman
suara memiliki hak khusus untuk memberi izin atau melarang orang lain yang
tanpa persetuuannya memperbanyak rekaman suara, untuk jangka waktu 50 (lima
puluh) tahun;
c.
Lembaga penyiaran
juga memiliki hak khusus, untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun.
2.1.5. Ciptaan Derifatif
Ciptaan derivatif adalah karya turunan yang didasarkan
atas salah satu atau beberapa karya terdahulu yang menggambarkan pengarang
orisinal, seperti terjemahan, aransemen musik, dramatisasi, fiksionalisasi,
film, recording, dan lain-lain. Dalam ciptaan derivatif pemegang hak cipta
mempunyai hak untuk mengecualikan orang lain atas karya kreatif dari daya
ciptanya sendiri.
2.1.6. Pendaftaran Hak Cipta
Menurut Pasal 35 UU No. 19 Tahun 2002 menyatakan,
ketentuan tentang pendaftaran hak cipta tidak merupakan kewajiban untuk
mendapat hak cipta. Hak cipta diperoleh secara otomatis, bagi yang tidak
didaftarkan tetap memperoleh perlindungan hukum, meskipun demikian pendaftaran
diperlukan sebagai bukti awal dari pemilik hak cipa (peraturan Menteri Hukum
dan HAM). Pendaftaran ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan dilakukan atas
permohonan yang diajukan oleh pemegang hak cipta atau kuasanya, sedangkan
ketentuan hukum dari suatu pendaftaran hak ciptaan hapus karena penghapusan
atas permohonan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebgai pencipta
atau pemegang hak cipta, lampau waktu, atau dinyatakan batal oleh putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
2.1.7. Lisensi
Menurut ketentuan Pasal 45-48
UU No. 19 Tahun 2002:
a.
Pemegang hak
cipta berhak memberikan lisensi dengan perjanjian lisensi untuk melaksanakan
ciptaannya, kecuali diperjanjikan lain, maka pelaksana wajib untuk membayar
royalti kepada pemegang hak cipta;
b.
Perjanjian lisensi
dilarang memuat ketentuan yang langsung maupun tidak langsung merugikan
perekonomian negara;
c.
Perjanjian
lisensi wajib dicatat di Dirjen HaKI, agar dapat mempunyai akibat hukum
terhadap pihak ketiga.
2.1.8. Pelanggaran Hak Cipta
Menurut Pasal 15 UU No. 19
Tahun 2002, tidak dianggap pelanggaran hak cipta apabila suatu karya menulis
sumbernya:
a.
Untuk keperluan
pendidikan, penelitian, dan lain-lain yang tidak merugikan pencipta;
b.
Pengambilan untuk
kepentingan di pengadilam
c.
Pengambilan, baik
sebagian maupun seluruhnya, untuk kepentingan ceramah ilmiah dan pendidikan
asal tidak merugikan penciptanya;
d.
Pembuatan salinan
cadangan suatu program komputer oleh pemilik program komputer yang dilakukan
semata-mata untuk digunakan sendiri.
Biasanya, peniruan karya tulis dapat berbentuk
peniruan kata demi kata, peniruan tanpa pengambilan kata (persamaan substansi
kedua karya tulis, akses, penggugat harus menunjukkan karya tergugat sama
dengan karyanya).
Disini tergugat dapat melakukan pembelaan:
a.
Kekurangan daya
hak cipta dari karya penggugat;
b.
Kekurangan
originalitas dari ekspresi;
c.
Kekurangan
kesamaan substansial;
d.
Fair use
(pemakaian yang layak).
2.1.8.1. Masalah Pembuktian
Dalam kasus pelanggaran hak cipta, bukti langsung dari
plagiarisme adalah jarang sekali ditemukan, biasanya pembuktian pelanggaran hak
cipta dilakukan melalui pembuktian akses maupun kesamaan substansial, yaitu
suatu metode pembuktian dari pemeriksaan kata demi kata, karena biasanya
pelanggaran terjadi dalam 2 (dua) tahap proses: membuktikan terjadinya peniruan
dan apakah hal tersebut terjadi di dalam hal-hal yang tidak diizinkan.
2.1.8.2. Doktrin Pemakaian yang Layak
Di Amerika Serikat ada istilah untuk pemakaian yang layak
yang tidak dikategorikan pelanggaran hak cipta, the doctrine of fair use, dalam UU Hak Cipta Tahun 1976 digunakan
beberapa variable agar tidak dikualifikasi sebagai peniruan:
a.
Maksud dan sifat
pemakaian, termasuk sifat dan maksud komersialnya;
b.
Sifat dan karya
hak cipta;
c.
Porsi yang
ditiru;
d.
Pengaruh ekonomis
dari yang ditiru;
e.
Maksud dan
alasan-alasan dari terdakwa.
2.1.8.3. Sifat Pekerjaan
a.
Tergantung dari
kaitannya dengan faktor efek ekonomis dari pemakaian hak cipta tersebut;
b.
Potensi pengaruh
ekonomi bersama faktor-faktor lainnya menentukan doctrine of fair use;
c.
Jumlah proporsial
dan substansi pemakaian, sifat peniruan kualitatif, atau kuantitatif.
2.1.9. Ketentuan Pidana
Menurut Pasal 72 UU No. 19 Tahun 2002, ada perubahan yang
cukup berarti bagi para pihak yang dengan sengaja melanggar pasal-pasal dari UU
No. 19 Tahun 2002 ini, di samping ancaman pidana yang semakin lama juga ancaman
dendannya semakin besar pula, petikan dari Pasal 72 tersebut dapat dilihat dari
tabel-tabel berikut ini.
TABEL 1
Sanksi Pidana dan Denda Pelanggaran Hak Cipta
NO.
|
Pasal
|
Denda
|
Lama Penjara
|
1
|
Pasal 112 UU
Hak Cipta: Pasal 7 Ayat (3) dan/atau Pasal 52
|
Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah)
|
Paling lama 2
(dua) tahun
|
2
|
Pasal 113 UU
Hak Cipta:
·
Pasal 9 Ayat
(1) Huruf I
|
Rp100.000.000
(seratus juta rupiah).
|
Paling lama 1
(satu) tahun
|
·
Pasal 9 Ayat
(1) Huruf C, Huruf D, Huruf F, dan/atau Huruf H
|
Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
|
Paling lama 3
(tiga) tahun
|
|
·
Pasal 9 Ayat
(1) Huruf A, Huruf B, Huruf E, dan/atau Huruf G
|
Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
|
Paling lama 4
(empat) tahun
|
|
·
ayat (3)
|
Rp4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah)
|
Paling lama
10 (sepuluh) tahun
|
2.2. Hak Paten
Hak Paten
merupakan salah satu ruang lingkup hak kekayaan intelektual. Hak kekayaan
intelektual termasuk benda. Benda adalah segala sesuatu yang dapat dihaki oleh
orang. Berdasarkan Pasal 503 KUH Perdata menyatakan: “Tiap-tiap benda
adalah bertubuh dan tidak bertubuh”.
Benda tidak bertubuh sama pengertiannya sama dengan benda tidak berwujud
dan benda bertubuh sama pengertiannya dengan benda berwujud. Paten sebagai hak mengacu pada Pasal
503 KUH Perdata, maka Hak Kekayaan
Intelektual (HKI)
termasuk benda tidak bertubuh atau benda tidak berwujud. Hak Paten sebagai
benda bergerak tidak bertubuh sama dengan hak kebendaan pada umumnya dapat dimiliki, dialihkan kepada pihak
lain dan dijadikan jaminan dengan Fidusia.
2.2.1. Definisi Paten
Paten
dalam bahasa Belanda yaitu octrooi, dan octrooi berasal dari
bahasa Latin dari kata auctor/auctorizare yang artinya dibuka. Maksudnya
yaitu bahwa suatu penemuan yang mendapatkan paten menjadi terbuka dan untuk
diketahui umum. Inggris disebut Patent. Paten dalam Bahasa Inggris berasal dari
kata patent. Unsur penting dari paten
yaitu bahwa Hak Paten adalah hak yang diberikan pemerintah dan bersifat
eksklusif. Hak eksklusif dari pemegang hak paten adalah produksi dari barang
yang dipatenkan (manucfacturing)
penggunaan (using) dan Penjualan (selling) dari barang tersebut dan
perbuatan-perbuatan yang berkaitan dengan penjualan barang seperti mengimpor
dan menyimpan (stocking).
Pengertian
paten menurut UU No. 14 Tahun 2001 adalah hak eksklusif yang diberikan negara kepada penemu
(inventor) di bidang teknologi (proses, penyempurnaan, dan pengembangan proses
atau hasil produksi) selama waktu tertentu, melaksanakan sendiri invensinya
atau memberikan persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakannya, pemegang
paten adalah penemu sebagai pemilik paten. Ini berarti paten adalah nama yang
diberikan untuk sejumlah hak monopoli yang memberikan hak eksklusif kepada
penerima paten untuk mengeksploitasi invensi selama periode waktu yang telah
ditetapkan dan untuk mencegah orang lain mengeksploitasi invensi itu.
2.2.2. Ruang Lingkup Paten
2.2.2.1. Penemu Paten
Menurut UU
Paten No. 14 Tahun 2001, adalah bisa penemu perorangan atau badan hukum, di
sini khusus untuk badan hukum tidak dianggap sebagai penemu paten tapi hanya
pemegang hak patennya saja. Pemegang paten tersebut adalah:
a.
Penemu sebagai pemilik paten;
b.
Penerima hak dari pemilik paten;
c.
Penerima lebih lanjut dari penerima hak.
2.2.2.2. Penemuan yang Dapat Diberikan Paten
Tidak
semua penemuan dapat diberikan hak paten. Menurut Pasal 2 dan 3 UU No. 14 Tahun
2001, penemuan yang bisa diberikan paten harus memenuhi beberapa kriteria
sebagai berikut:
a. Penemuan
baru (novelty)
Suatu
invensi tidak boleh sudah diungkap/dipublikasikan dalam media manapun -
paten/nonpaten, nasional/internasional – sebelum permohonan patennya diajukan
dan memperoleh Tanggal Penerimaan. Jika suatu invensi diajukan permohonannya
dan mendapat Tanggal Penerimaan tanggal 2 Januari 2014, maka publikasi tentang
invensi tersebut tanggal 1 Januari 2014 akan menggagalkan invensi tersebut
untuk mendapatkan paten karena tidak lagi baru.
b. Mengandung langkah inventif
Paten
hanya akan diberikan untuk invensi yang tidak dapat diduga, atau tidak jelas,
bagi orang yang memiliki keahlian di bidang terkait. Sebagai contoh, jika
masalah teknis yang dihadapi adalah tutup bolpoin yang kerap hilang saat
dilepas, maka sekadar menyambungkan tutup dan badan bolpoin dengan seutas tali
tidak akan dianggap mengandung langkah inventif. Tapi solusi berupa mata
bolpoin yang bisa masuk dan keluar dari bagian dalam badannya dengan
menggunakan mekanisme pegas, mengandung suatu langkah inventif.
c. Penerapan
dalam bidang industri
Suatu penemuan
untuk mendapatkan paten harus memenuhi syarat penemuan tersebut dapat
diterapkan dalam industri. Kriteria penerapan bahwa paten yang berhubungan
dengan produk maka dapat dibuat secara berulang-ulang dengan kualitas sama dan
paten proses maka proses tersebut harus maupun dijalankan dan digunakan dalam
praktek.
2.2.2.3. Penemuan yang Tidak Dapat diberikan Paten
Menurut ketentuan Pasal 7 UU No. 14 Tahun 2001, penemuan
yang tidak diberikan paten, antara lain:
1.
Proses/hasil Produksi yang bertentangan dengan
undang-undang, ketertiban umum, agama, atau kesusilaan;
2.
Metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan
pembedahan;
3.
Teori metode bidang ilmu pengetahuan dan
matematika, atau semua makhluk hidup kecuali jasad renik;
4.
Proses biologis yang esensial untuk memproduksi
tanaman atau hewan, kecuali proses nonbiologis atau proses mikrobiologis.
2.2.2.4. Penemuan Tidak Dianggap Telah Diumumkan
Menurut ketentuan Pasal 4 UU No. 14 Tahun 2001, penemuan
tidak dianggap telah diumumkan jika 6 (enam) bulan sebelumnya permintaan hak
paten diajukan:
a.
Penemuan tersebut dipertunjukkan dalam satu
pameran internasional di Indonesia atau di luar negeri yang resmi;
b.
Diakui secara resmi;
c.
Dalam suatu pameran nasional di Indonesia yang
resmi atau diakui sebagai resmi;
d.
Penemuan tersebut telah digunakan di Indonesia
oleh penemunya dalam rangka percobaannya dengan tujuan penelitian dan
pengembangan;
e.
Invensi juga tidak dianggap telah diumumkan
apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebelum tanggal penerimaan,
ternyata ada pihak lain yang mengumumkan dengan cara melanggar kewajiban untuk
menjaga kerahasiaan invensi tersebut.
2.2.2.5. Jangka Waktu Paten
Menurut ketentuan UU No. 14 Tahun 2001, jangka waktu
diakunya suatu paten adalah:
a.
Paten diberikan untuk jangka waktu 20 (dua
puluh) tahun sejak tanggal penerimaan dan tidak dapat diperpanjang lagi (Pasal
8);
b.
Untuk paten sederhana jangka waktunya adalah 10
(sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan dan tidak dapat diperpanjang lagi
(Pasal 9).
2.2.3. Pengajuan Paten
Berikut adalah alur pengajuan untuk
memperoleh hak paten:
a. Mendaftarkan
permohonan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, dengan melengkapi
persyaratan sebagai berikut.
(1) Spesifikasi
paten, yang meliputi: Judul invensi, latar belakang invensi, uraian invensi,
gambar dan uraiannya, serta penjelasan tentang batasan fitur-fitur apa saja
yang dinyatakan baru dan inventif oleh inventor, sehingga layak mendapatkan hak paten.
(2) Formulir
permohonan rangkap empat,
(3) Biaya
Permohonan Paten sebesar Rp750.000,00.
Apabila ketiga persyaratan minimum
dipenuhi, maka akan pemohon akan mendapatkan Tanggal Penerimaan.
b. Melengkapi
persyaratan formil dengan jangka waktu tiga bulan setelah Tanggal Penerimaan,
yang meliputi:
(1) Surat
Pernyataan Hak atau Surat Pengalihan Hak
(2) Surat
Kuasa, jika permohonan diajukan melalui Kuasa;
(3) Fotokopi
KTP/Identitas Pemohon, jika pemohon perorangan;
(4) Fotokopi
Akta Pendirian Badan Hukum, jika pemohon adalah Badan Hukum;
(5) Fotokopi
NPWP.
c. Pemeriksaan
oleh Dirjen KI.
Setelah
seluruh persyaratan dinyatakan lengkap, maka tahap berikutnya adalah Pengumuman
di Berita Resmi Paten dan media resmi pengumuman paten lainnya. Dalam masa
pengumuman yang berlangsung selama enam bulan tersebut, masyarakat bisa
mengajukan keberatan secara tertulis kepada DJKI jika mengetahui bahwa invensi tersebut tidak
memenuhi syarat untuk dipatenkan.
Setelah masa
pengumuman berakhir, pemohon dapat mengajukan Permohonan Pemeriksaan Substantif
dengan menyerahkan formulir yang telah dilengkapi dan membayar biaya sebesar 2
juta rupiah ke DJKI. Jika pemohon tidak mengajukan Permohonan Pemeriksaan
Substantif dalam 36 bulan dari Tanggal Penerimaan, maka permohonannya dianggap
ditarik kembali dan invensinya menjadi milik publik.
Dalam
Pemeriksaan Substantif ini, Pemeriksa Paten akan menentukan apakah invensi yang
dimohonkan paten tersebut memenuhi syarat substantif sehingga layak diberi
paten. Dalam waktu paling lambat 36 bulan sejak Permohonan Pemeriksaan
Substantif diajukan, Pemeriksa Paten sudah harus memutuskan apakah akan menolak
ataupun memberi paten. Terhadap invensi yang diberi paten, diberikan Sertifikat
Hak Paten.
Pemohon yang
permohonan patennya ditolak dapat mengajukan banding ke Komisi Banding Paten,
yang dapat berlanjut ke Pengadilan Niaga hingga ke Mahkamah Agung. Jika pemohon
menerima penolakan, ataupun upaya hukum yang diajukannya berujung pada
penolakan, maka invensi tersebut menjadi milik publik.
Setelah
mendapatkan haknya, Pemegang Hak Paten berkewajiban untuk membayar biaya
tahunan pemeliharaan paten sampai dengan tahun terakhir masa perlindungan. Jika
Pemegang Hak Paten tidak membayar biaya pemeliharaan selama tiga tahun
berturut-turut, maka paten akan dianggap batal demi hukum.
2.2.4. Pengalihan dan Lisensi Paten
Pemilik
paten mempunyai hak khusus melaksanakan paten yang dimilikinya dan berhak
melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menggunakan hak tersebut, baik
paten produk, maupun paten proses. Menurut pasal 16 UU Paten No. 14 Tahun 2001, pemilik paten
atau pemegang lisensi berhak menggugat ganti rugi melalui pengadilan niaga
apabila pihak lain yang dengan sengaja menggunakan hak paten tersebut.
Pasal 66 sampai pasal 87 UU No. 14
Tahun 2001 mengatur tentang pengalihan dan lisensi paten yang dapat dilakukan
dalam hal:
a. Paten
bisa beralih atau dialihkan, baik seluruh maupun sebagian, karena pewarisan,
hibah wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab lain yang dibenarkan oleh per
undang-undangan.
b. Pengalihan
hak tidak menghapus hak penemu (inventor) untuk tetap dicantumkan nama dan
identitasnya dalam paten yang bersangkutan (Pasal 68).
c. Lisensi
adalah izin tertulis untuk melaksanakan paten dalam jangka waktu tertentu dan
syarat tertentu, lisensi paten hanya bersifat pemberian hak untuk menikmati
manfaat ekonomi suatu paten.
d. Perjanjian
lisensi wajib dicatatkan pada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya, apabila
tidak dicatatkan perjanjian tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap
pihak ketiga (Pasal 72).
e. Lisensi
wajib adalah lisensi untuk melaksanakan paten yang diberikan berdasarkan
keputusan Direktorat Jenderal atas dasar permohonan:
(1) setiap
pihak dapat mengajukan permohonan setelah lewat 36 bulan sejak pemberian paten,
dengan alasan paten tersebut tidak dilaksanakan atau dilaksanakan tidak
sepenuhnya di Indonesia oleh pemegang paten, atau dilaksanakan dengan cara yang
merugikan masyarakat.
(2) permohonan dapat diberikan apabila:
i)
mempunyai kemampuan
secara penuh
ii) mempunyai
fasilitas sendiri
iii) telah
menempuh langkah untuk mendapatkan lisensi dengan cara yang wajar tetapi tidak
memperoleh hasil
iv) bahwa
pelaksanaan lisensi wajib tersebut dapat memberi manfaat ekonomi kepada
masyarakat
v) apabila mengandung unsur-unsur pembaruan
teknologi yang lebih maju dari yang ada (Pasal 82):
(a) lisensi
wajib tidak dapat dialihkan kecuali pewarisan (Pasal 86)
(b) membayar
royalti kepada pemegang paten
(c) keputusan
pemberian lisensi wajib paling lama 90 hari sejak diajukan permohonan (Pasal
81)
(d) lisensi
wajib dapat sewaktu-waktu dimintakan pemegang paten dengan dasar pelaksanaan
patennya tidak mungkin dilaksanakan tanpa melanggar paten lainnya yang telah
ada (Pasal 82).
2.2.5. Pembatalan Paten
Pembatalan
paten dinyatakan apabila seseorang melakukan pelanggaran paten, di mana paten
tersebut sudah lebih dulu diberikan secara sah. Maka bila tergugat bisa
membuktikan bahwa paten belum pernah diberikan, itu dapat menjadi pembelaan
yang memadai. Pembatalan paten diatur dalam Pasal 88 sampai dengan Pasal 98 UU
No. 14 2001:
a. Batal
demi hukum, apabila pemegang paten tidak membayar biaya tahunan (Pasal 88);
b. Atas
permohonan pemegang paten (Pasal 90);
c. Batal
karena gugatan (Pasal 91), dengan alasan:
(1)
Paten seharusnya tidak
diberikan seperti yang dimaksud dalam Pasal 6, 7, dan 12;
(2)
Sama dengan paten lain
yang telah diberikan;
(3)
Pemberian lisensi
wajib tidak dapat mencegah bentuk dan cara yang merugikan masyarakat dalam
jangka waktu 2 tahun sejak tanggal pemberian lisensi wajib.
2.2.6. Pelanggaran Paten
Pelanggaran langsung atas paten terjadi
bila orang yang tidak berhak:
a. Membuat
produk yang dipatenkan;
b. Mengalihkan
kepemilikan paten atau menawarkan untuk mengalihkan kepemilikan mengimpor atau
menguruskan pengalihan kepemilikan atas produk yang dipatenkan;
c. Mempergunakan
proses yang dipatenkan.
Pelanggaran
hak paten juga terjadi bila seseorang menyediakan atau menawarkan untuk
menyediakan “sarana-sarana esensial untuk mewujudkan sebuah invensi” bagi
seseorang yang tidak berhak menggarap invensi tersebut.
2.2.7. Paten Sederhana
Paten sederhana diatur dalam Pasal 104 sampai dengan Pasal
109 UU No. 14 Tahun 2001, dan yang dapat diberikan paten sederhana:
a.
Hanya untuk satu invensi;
b.
Invensi berupa produk kasat mata (tangible) yang memiliki kualitas
sederhana;
c.
Permohonan pemeriksaan substantif atas paten
sederhana dapat dilakukan dengan pengajuan permohonan paling lama 6 (enam)
bulan sejak tanggal penerimaan dengan dikenai biaya;
d.
Paten sederhana tidak dapat dimintakan lisensi
wajib.
2.2.8. PTC & TRIPs
Patent Cooperation Treaty (PCT) adalah
Traktat Internasional Kerja Sama Paten yang bertujuan untuk melaksanakan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perlindungan hukum terhadap setiap
invensi, memberikan proteksi dari invensi yang diinginkan dilindungi oleh suatu
negara, akses bagi publik atas informasi teknis invensi baru, dan dalam rangka
mempercepat pembangunan ekonomi dari negara-negara berkembang. Indonesia sejak
tahun 1995 telah menjadi anggota PCT dan dengan Keputusan Presiden No. 16 Tahun
1997 telah mengesahkan PCT, dengan demikian setiap inventor Indonesia dapat mengajukan
permohonan ke PCT tersebut.
Di samping
itu, masih ada beberapa aspek dalam Agreement
on Trade-related Aspects oflntellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs)
yang sudah ditampung dalam UU No. 54 Tahun 2001. Sejak Indonesia meratifikasi
WTO dengan UU No. 7 Tahun 1994. dan persetujuan TRIPs merupakan salah satu
lampiran dari perjanjian ini, maka kita terikat dengan TRIPs tersebut. TRIPs
merupakan persetujuan perdagangan yang berkaitan dengan hak kekayaan
intelektual (paten, merek) di mana mulai tahun 2005 nanti setiap negara anggota
WTO tersebut tunduk kepada persetujuan tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Menurut pengertian pasal 1 UU No. 19 Tahun 2002, yang
dimaksud dengan hak cipta (copyright
dalam bahasa Inggris, auteusrecht dalam bahasa Belanda) adalah hak eksklusif
bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya
atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi
pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa
mengurangi pembatasan.
Pengertian
paten menurut UU No. 14 Tahun 2001 adalah hak eksklusif yang diberikan negara kepada penemu
(inventor) di bidang teknologi (proses, penyempurnaan, dan pengembangan proses
atau hasil produksi) selama waktu tertentu, melaksanakan sendiri invensinya
atau memberikan persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakannya, pemegang
paten adalah penemu sebagai pemilik paten. Ini berarti paten adalah nama yang
diberikan untuk sejumlah hak monopoli yang memberikan hak eksklusif kepada
penerima paten untuk mengeksploitasi invensi selama periode waktu yang telah ditetapkan
dan untuk mencegah orang lain mengeksploitasi invensi itu.
Hak
cipta berbeda dengan hak paten. Hak paten
timbul hak setelah pengumuman dari Dirjen HaKI, sedangkan hak cipta diperoleh
secara otomatis. Hak cipta juga dianggap sebagai “benda bergerak”, oleh karena
itu hak cipta dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian,
karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain
yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
3.2. Saran
Meskipun
penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini, tetapi
kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini
dikarenakan minimnya pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan
untuk perbaikan penulisan makalah ke depannya.
DAFTAR PUSTAKA
Jened, R. (2014). Hukum Hak Cipta (Copyright
Law). Bandung: PT. Aditya Bakti.
Lewis, A. (2012). Dasar-Dasar Hukum Bisnis.
(D. S. Widowatie, Penerj.) Bandung: Nusa Media.
Saliman, A. r. (2005). Hukum Bisnis untuk
Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus (4 ed.). Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group.
Saliman, A. R., Hermansyah, & Jalis, A. (2007). Hukum
Bisnis untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Sardana, L., Suryati, & Disurya, R. (2020).
Perlindungan Hukum atas Hak Kekayaan Intelektual Hasil Penelitian Dosen. Solusi,
18(1), 1-10.
Syafrida. (t.thn.). Pentingnya Perlindungan Hukum
Paten Warga Negara Asing di Wilayah Indonesia Guna Meningkatkan Investasi
Asing. Adil: Jurnal Hukum, 10(1), 94-110.
Thalib, P. (2013). Perlindungan Hukum Terhadap
Pemegang Hak Cipta dan Pemilik Lisensi Rekaman Berdasarkan Undang-Undang
Tentang Hak Cipta. Yuridika, 28(3), 351-360.
No comments:
Post a Comment