Friday, January 17, 2020

MAKALAH Konsep Islam Tentang Kehidupan Pengantar Studi Islam


BAB I

PENDAHULUAN



1.1       Latar Belakang

Vitalitas (daya hidup) suatu masyarakat, suatu bangsa atau suatu kebudayaan sebagian besar tergantung pada filsafat hidup yang dipandang dan dipraktikkanya. Di dalam keadaan alaminya, semua orang hampir tak memikirkan sesuatu kecuali kepentingan pribadinya sendiri, dan hanya kemudian tentang sanak keluarga dekatnya. Akan tetapi disitu ada golongan-golongan manusia, pada tiap-tiap zaman, yang terutama telah membedakan diri mereka sendiri. Jika kita mempelajari sifat-sifat dan karakteristik-karakteristik sejumlah kebudayaan itu tidak mesti bahwa semua golongan-golongan lain yang semasa akan hidup dalam suatu keadaan biadab.[1]

 Allah SWT adalah Tuhan Maha Pencipta. Dia menciptakan alam semesta dengan segala isinya. Dia pula yang menciptakan manusia serta berbagai kebutuhan dan kehidupan manusia, Dia juga yang mematikan dan menghidupkan manusia. Allah SWT membagi kehidupan menjadi dua bagian yakni kehidupan dunia dan akhirat. Apa yang dilakukan manusia di dunia akan berdampak dalam kehidupan akhirat. Enak dan tidaknya kehidupan seseorang sangat bergantung pada bagaimana ia menjalani kehidupan di dunia ini. Manakala manusia beriman dan beramal shaleh dalam kehidupan di dunia ia pun akan mendapatkan kenikmatan dalam kehidupan di akhirat. Karena itu ketika seseorang berorientasi memperoleh kebahagiaan di akhirat maka ia akan menjalani kehidupan di dunia ini sebaik-baiknya sebagaimana ditentukan oleh Allah dan rasulya.

Ketika manusia berorientasi kepada kehidupan akhirat bukan berarti ia tidak boleh menikmati kehidupan di dunia. Hal ini karena segala hal-hal yang bersifat duniawi sangat disukai oleh manusia, karenanya islam tidak pernah mengharamkan manusia untuk menikmati kehidupan dunia selama tidak melanggar ketentuan Allah SWT apalagi sampai melupakan Allah SWT sebagai pencipta dan pengatur dalam kehidupan ini. Manusia memang memandang indah segala hal yang bersifat dunia dan itu wajar-wajar saja selama ia tidak mengabaikan tempat kembalinya.

Satu hal terpenting yang harus diingat dan diimplementasikan oleh manusia selama hidup di dunia adalah tiap-tiap manusia mempunyai pandangan terhadap hidup ini, asal mula kejadiannya, kemana ia akan pergi, kehidupannya kembali terhadap keabadian kebaikan dan keburukan. Islam pada dasarnya tidak mengenal adanya perbedaan antara sesama manusia kecuali atas dasar ketakwaan kepada Allah dan kebaikan prilaku dalam kehidupan. Islam memandang sesama manusia adalah sama. Oleh sebab itu islam mengajarkan bagaimana hidup dan kehidupan manusia.

1.2     Rumusan Masalah

1.     Apa pengertian hidup?

2.     Bagaimana Bermulanya kehidupan?

3.     Bagaimana konsep islam tentang kehidupan?

4.     Bagaimana kahidupan di Dunia?

5.     Bagaimana kehidupan di Akhirat?

6.     Cara mencapai Tujuan Hidup?

1.3   Tujuan Penulisan

1.     Untuk mengetahui pengertian hidup

2.     Untuk mengetahui Asal Usul kehidupan

3.     Untuk mengetahui konsep islam tentang kehidupan

4.     Untuk mengetahui kehidupan Dunia dan Akhirat

5.     Untuk mengetahui Tujuan Hidup



BAB II

PEMBAHASAN

2.1     Defenisi Hidup

Dalam bahasa arab hidup berasal dari kata “hayya-yahya-hayatan”, yaitu hidup, tinggal, kehidupan, Ia merupakan lawan kata dari “maata-yamuutu-mautan” yang artinya mati dan kematian.[2] Sedangkan dalam bahasa inggris hidup berasal dari kata live yaitu tinggal, langsung dan bergerak.[3] Berdasarkan dari beberapa makna tersebut maka dapat dikatakan bahwa hidup adalah bergerak, berjalan, bernyawa, berdiam diri, tinggal, berlangsung dan bekerja.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata hidup memiliki arti bertempat tinggal, masih ada, bergerak, dan bekerja. Sebagai contoh : “hidup di desa lebih tenang dari pada hidup di kota”,“neneknya masih hidup, tapi kakeknya sudah meninggal”, “ulat itu masih hidup”, penduduk di sekitar pelabuhan itu hidup dari berniaga; . Kata hidup juga berarti masih berjalan, bernyawa, dan berlangsung ; “walaupun ekonomi melemah akan tetapi perusahaan itu masih hidup”, “setiap yang hidup pasti akan mati, kecuali Tuhan”, “yayasan tersebut hidup dari sumbangan masyarakat”[4]

Hidup adalah pertalian antara roh dan badan serta hubungan interaksi antara keduanya. Hidup juga dapat diartikan suatu sifat yang dengan sifat itu sesuatu menjadi berpengetahuan dan memiliki kekuatan (Rohiman, 1996: 221). Jadi, hidup merupakan kenikmatan dari Allah, sebab dengan adanya hidup, maka seseorang dapat merasakan kenikmatan dan tanpa kehidupan maka tidak seorangpun dapat menikmati arti kehidupan di duia serta merasakan pembalasan baik dan buruk diakhirat nanti.

Makna hidup merupakan sesuatu yang dianggap penting dan berharga, serta memberikan nilai khusus bagi seseorang. Makna hidup bila berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan kehidupan ini dirasakan demikian berarti dan berharga. Frankl (1970) berpendapat, “bahwa makna hidup harus dilihat sebagai suatu yang sangat objektif karena berkaitan dengan hubungan individu dengan pengalamannya dalam dunia ini, meskipun makna hidup itu sendiri sebenarnya suatu yang objektif, artinya benar-benar ada dan dialami dalam kehidupan”. Makna hidup ini benar-benar terdapat dalam kehidupan itu sendiri, walaupun dalam kenyataannya tidak mudah ditemukan, karena sering tersirat dan tersembunyi di dalamnya. Bila makna hidup ini berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan kehidupan dirasakan bermakana dan berharga yang pada giliranya akan menimbulkan perasaan bahagia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebahagiaan adalah ganjaran atau efek samping dari keberhasilan seseorang memenuhi makna hidup.  “Makna hidup bisa ditemukan melalui tiga cara, yaitu: nilai kreatif, nilai penghayatan, dan nilai bersikap”. ( Frankl)[5]

2.2    Asal Usul Kehidupan

Hingga saat ini, masih terjadi perdebatan panjang antara para ahli mengenai asal usul kehidupan. Para ahli telah memberikan beberapa defenisi atau teori tentang kehidupan berdasarkan bidang bidang keilmuan mereka, antara lain :

1.      Teori Abiogenesis

Menurut teori ini, kehidupan terjadi secara spontan dan berasal dari materi tak hidup. Teori ini beranggapan bahwa kehidupan berawal dari benda mati. Contohnya, seekor cacing yang keluar dari dalam tanah, maka cacing tersebut berasal dari tanah. Contoh lainnya, katak yang keluar dari lumpur, maka katak tersebut berasal dari lumpur. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh aristoteles, seorang ahli filsafat Yunani, kemudian didukung  oleh John Needham yang merupakan ahli biologi.

2.      Teori Biogenesis

Teori ini merupakan kebalikan dari teori abiogenesis bahkan ia merupakan bantahan dari teori tersebut. Menurut teori ini kehidupan berasal dari kehidupan  sebelumnya. Pendapat ini didukung oleh Lazzaro Spazzalani, ia membuktikan dengan percobaan yang serupa dengan percobaan needham. Hanya saja spazzalani membuat dua tabung reaksi, pada satu tabung ia biarkan terbuka dan pada tabung lainnya ia tutup dengan kain kasa yang dipanaskan, berbeda dengan tabung needham yang ditutup dengan gabus. Teori ini juga didukung oleh Francesco Redi dengan percobaan sekerat dagingnya dan didukung pula oleh Louis Pasteur dengan percobaan tabung leher angsanya yang mana mereka semua adalah merupakan Pakar Biologi Itali.[6]

3.      Teori Evolusi

Pada teori ini para Ilmuwan menyatakan bahwa kehidupan berasal dari senyawa organik dan kimia di atsmosfer yang kemudian berkumpul membentuk materi hidup (berevolusi). Pendapat ini pertama kali diajukan oleh A.I Oparin, seorang ahli biokimia Rusia. A. I. Oparin menyatakan bahwa makhluk hidup terjadi dari senyawa kimia, dan pada waktu itu di atmosfer belum ada oksigen bebas. Pendapat Oparin mendapat dukungan dari J. B. S. Haldane ahli biologi berkebangsaan Inggris. Oparin berpendapat bahwa makhluk hidup terjadi dari hasil reaksi kimia antara molekul- molekul di dalam lautan yag panas. Lautan yang terbentuk pada mulanya bersuhu tinggi sehingga energinya dapat digunakan untuk berlangsungnya reaksi kimia.

Hasil reaksi kimia membentuk semacam uap yang terdiri atas bahan organik, yaitu sebagai bahan pembentuk sel. Kemudian seorang peneliti berkebangsaan Amerika, Stanley Miller berhasil membuktikan teori tersebut, ia menyatakan bahwa asal-usul kehidupan diawali dengan adanya senyawa organik di atmosfer yang berupa gas-gas seperti metana (CH4), Hidrogen (H2), Uap air (H2O), dan amonia (NH3) yang bereaksi dengan bantuan energi dari sinar kosmis dan kilatan listrik halilintar sehingga terbentuk asam amino. Ia membuktikannya dalam laboratorium dengan menggunakan seperangkat alat dengan nama Stanley Miller - Harold Urey.  Alat ini disimpan pada suatu kondisi yang diperkirakan sama dengan kondisi pada waktu sebelum ada kehidupan. Ke dalam alat tersebut dimasukkan bermacam gas, seperti uap air yang dihasilkan dari air yang dipanaskan, hidrogen, metana, dan amonia.  Selanjutnya pada alat tersebut diberikan aliran listrik 75.000 volt (sebagai pengganti kilatan halilintar yang selalu terjadi di alam padawaktu itu). Setelah seminggu, ternyata Miller mendapatkan zat organik yang berupa asam amino. Zat ini merupakan bahan dasar pembangunan kehidupan. Berdasarkan percobaan ini Ilmuwan menyebutnya sebagai Teori Evolusi Kimia. Teori evolusi pada awalnya juga telah dikembangkan para ilmuwan seperti mutasi makhluk hidup dan seleksi alam. Seorang Ilmuwan yang mengembangkan teori ini ialah Charles Darwin. Ia merupakan seorang Naturalis berkebangsaan Inggris. Menurut Darwin manusia dan semua makhluk hidup berasal dari nenek moyang yang sama yang berupa makhluk bersel satu. Makhluk bersel satu tersebut terus berevolusi hingga menjadi kera, dari kera menjadi manusia dalam waktu yang lama.

Teori evolusi inilah yang banyak diterima oleh Pakar Biologi Modern. Akan tetapi teori ini dibantah oleh seorang Ilmuwan muslim kebangsaan Turki yang bernama Adnan Oktar atau lebih dikenal dengan nama Harun Yahya. Beberapa bantahannya ialah : 

1.      Darwin berasumsi bahwa makhluk hidup yang ada sekarang berasal dari hal yang sama, yaitu makhluk bersel satu. Setelah mengalami berbagai variasi kecil dan bertahap, ia berevolusi menjadi makhluk yang lebih kompleks, hingga menjadi seperti makhluk yang ada saat ini. Jika Darwin berkata bahwa makhluk hidup, termasuk manusia adalah hasil evolusi yang berasal dari makhluk bersel satu, dengan sendirinya ia menafikan kepercayaan bahwa manusia sebenarnya adalah ciptaan Tuhan yang disempurnakan sendiri oleh-Nya, terbuat dari tanah yang lantas turun ke Bumi karena melakukan sebuah kesalahan. Itu secara keyakinan agama.

2.      Secara ilmiah, bukti tentang makhluk hidup bersel satu yang sedang berevolusi menjadi makhluk hidup lain yang lebih kompleks (seharusnya sampai saat ini pun makhluk itu harus terus berevolusi), tidak pernah ditemukan. Sampai saat ini belum ada ilmuwan dari pihak pembela teori evolusi yang berhasil membuat sel tunggal yang dipercaya terjadi secara kebetulan oleh teori Darwin. Dengan bukti ini saja telah meyakinkan kita bahwa sebenarnya teori evolusi adalah kesalahan dalam memahami fakta sebenarnya tentang alam dan kehidupan. Belum ada orang yang mampu menghidupkan kembali yang mati terkecuali atas kehendak Allah lewat para Nabi-nya.

3.      Sebuah tengkorak "Manusia Piltdown" yang diklaim sebagai bentuk peralihan dari monyet ke manusia oleh pendukung teori evolusi, ternyata setelah melalui "uji fluorin" diketahui umurnya baru beberapa ratus tahun saja. Dan yang mengejutkan, terungkap bahwa tengkorak itu rekayasa tengkorak manusia yang dipadukan dengan rahang tengkorak monyet. Sebuah penipuan untuk mendukung teori sesat.

4.      Teori evolusi menurut Harun Yahya adalah dasar filsafat "Materialisme", tentang menuhankan materi dan tidak mempercayai adanya Tuhan di segala bidang kehidupan manusia. Karena teori itu percaya bahwa segalanya berjalan dengan sendirinya. Teori itu dapat menyesatkan pemikiran orang awam yang tidak mengetahui tujuan adanya teori tersebut. Teori evolusi menurut Harun Yahya hakikatnya adalah perang terhadap kepercayaan tentang adanya Tuhan pencipta alam semesta.[7] Dari beberapa bantahan tersebut, maka beragam teori  diatas, belum dapat menunjukkan bukti bukti yang konkrit tentang asal mula kehidupan.





2.3    Konsep Islam Tentang Kehidupan

ALLAH SWT membagi kehidupan menjadi dua bagian yakni kehidupan dunia dan akhirat. Apa yang dilakukan manusia di dunia akan berdampak dalam kehidupan akhirat. Enak dan tidaknya kehidupan seseorang sangat bergantung pada bagaimana ia menjalani kehidupan di dunia ini. Manakala manusia beriman dan beramal shaleh dalam kehidupan di dunia ia pun akan mendapatkan kenikmatan dalam kehidupan di akhirat.

Kehidupan di dunia menurut Islam adalah untuk menguji siapa di antara manusia yang terbaik amalnya. Kehidupan dunia ini adalah ladang yang harus digarap dengan amal sholeh. Sebab kalau tidak, kehidupan ini akan berakhir dengan kesia-siaan, dan di akhirat kita tidak akan memperoleh sesuatu apa pun kalau di dunia ini tidak beramal yang baik. Namun amal yang baik saja tidak cukup bagi Islam, sebab amal yang baik itu harus amal yang harus didasarkan iman.[8]

Karena itu ketika seseorang berorientasi memperoleh kebahagiaan di akhirat maka ia akan menjalani kehidupan di dunia ini sebaik-baiknya sebagaimana ditentukan oleh Allah dan rasulya. Ketika manusia berorientasi kepada kehidupan akhirat bukan berarti ia tidak boleh menikmati kehidupan di dunia. Hal ini karena segala hal-hal yang bersifat duniawi sangat disukai oleh manusia, karenanya islam tidak pernah mengharamkan manusia untuk menikmati kehidupan dunia selama tidak melanggar ketentuan Allah SWT apalagi sampai melupakan Allah SWT sebagai pencipta dan pengatur dalam kehidupan ini.

2.4    Kehidupan di Dunia

Tentang tahap kehidupan manusia di dunia, Al-Qur’an telah menjelaskan “Allah yang menciptakan kamu dari keaadaan lemah (masih bayi). Lalu sesudah lemah dia menjadikanmu kuat. Setelah itu dia menjadikan lemah (kembali) tua”. (QS.Ar-Ruum: 54). Maksudnya kehidupan itu melalui banyak tahapan. Mulai dari setetes air mani, menjadi segumpal darah, menjadi segumpal daging lalu terbentuklah janin hingga lahirlah ke dunia. Selanjutnya tumbuh menjadi anak-anak hingga remaja dan menjadi dewasa setelah itu menjadi tua dan mati. Sesungguhnya umur manusiapun sudah ditentukan oleh Allah. “dan tidaklah dipanjangkan umur seseoarang yang panjang umur, dan tidak dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam kitab (di Lauh Mahfudz) sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah.” (QS.Fathir:11).[9]

Pandangan manusia terhadap kehidupan beragam, mulai dari pandangan optimistis hingga pandangan pesimistis. Demikian, penjelasan tentang kehidupan dan peranannya dalam Islam menjadi sesuatu yang sangat penting. Tentang hidup dan kehidupan manusia sering menjadi perdebatan banyak orang. Sudah banyak para ilmuwan (scientist) yang merumuskan teori-teori tentang kehidupan manusia. Salah satunya adalah teori yang dikemukakan oleh ilmuwan berkebangsaan Inggris yang bernama Charles Darwin yang terkenal dengan Teori Evolusinya. Menurut seorang cendekiawan muslim bernama Prof. DR. M.Mutawalli Asy-Sya’rawi dalam bukunya “Al-Hayatu Wal Maut” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ”Esensi Hidup dan Mati” dikatakan bahwa sesungguhnya indera manusia tidak memiliki kemampuan untuk melihat esensi hidup dan kalaupun bisa hal itu hanyalah praduga semata, sedangkan praduga akan cenderung menghasilkan suatu kesimpulan yang salah pada akhirnya. Memang benar yang dikemukakan beliau tersebut, hal ini terbuktikan dengan adanya praduga yang fatal dari Teori Evolusi Charles Darwin.

Dalam teori evolusinya ia mengatakan bahwa manusia berasal dari seekor kera, yang berhasil ia temukan fosilnya dan diberi nama Loisy. Perhatikan Firman Allah yang diterangkan dalam Al-Qur’ an sebagai berikut : Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang manusia dari tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk.” (QS. Al-Hijr, 15 : 28) Maka dengan demikian, Teori Evolusi Darwin secara otomatis langsung terbantahkan dan terpatahkan. Demikianlah, melalui Firman Allah tersebut menjelaskan bahwasannya manusia diciptakan langsung sebagai manusia, bukannya sebagai kera terlebih dahulu. Masih banyak lagi Firman Allah yang menegaskan bahwa manusia diciptakan langsung oleh Allah sebagai manusia seutuhnya, seperti pada Al-A’raf (7) : 11 dan Hud (11) : 61. Begitulah, Allah Sang Pencipta seluruh alam semesta telah menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang asal-usul kejadian manusia, namun mereka kebanyakan masih mencari bukti-bukti lain selain penjelasan Allah tersebut. Naudzubillahi min dzalik.

Baru kemudian di awal abad ke-21 atau di awal milenium ke-3 ini muncul seorang cendekiawan dan ilmuwan muslim yang bernama Adnan Oktar dari Turki yang dalam tulisan-tulisan ilmiahnya lebih dikenal dengan nama Harun Yahya. Beliau telah memiliki bukti-bukti sebagai sanggahan secara ilmiah berdasarkan cara berpikir logika modern terhadap Teori Evolusi Darwin. Diperkuat pula secara arkeologi yang menjelaskan bahwasannya tidak ada satu pun bukti yang berhasil ditemukan yang dapat memperkuat argumentasi bahwa Teori Evolusi itu benar adanya. Harun Yahya jelas-jelas mengatakan bahwa Teori Evolusi telah menyesatkan umat manusia, bahkan beliau mengatakan bahwa Teori Evolusi Darwin telah membahayakan Aqidah Islam, sehingga bagi umat Islam yang mempercayai Teori Evolusi tersebut dikategorikan telah melanggar Aqidah Islam. Bagaimana mungkin mereka bisa menduga bahwa manusia (yang juga termasuk dirinya Darwin) itu berasal dari seekor kera, sedangkan kera adalah spesies binatang bukan manusia. Allah Sang Pencipta manusia itu sendiri menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang sebaik-baik ciptaan-Nya, sebagaimana yang dijelaskan melalui Firman-Nya : Artinya : Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia itu dalam bentuk/rupa yang sebaik- baiknya. (QS. At-Tin, 95 : 4) Perhatikan Firman Allah berikut : Artinya : Dan segala sesuatunya Kami ciptakan berpasang-pasangan agar supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (QS. Adz-Dzariyat, 51 : 49) Ayat di atas begitu gamblang menjelaskan bahwa Allah menciptakan segala sesuatunya secara berpasang-pasangan, yakni laki-laki dan perempuan (untuk manusia), jantan dan betina (untuk fauna), bahkan berlaku pula untuk tumbuh-tumbuhan (flora).

Dahulu kala orang mengasosiasikan jenis kelamin hanya untuk manusia dan hewan, serta tidak berlaku untuk tumbuh-tumbuhan. Namun, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan di akhir abad ke-20, orang sudah tahu bahwa dalam dunia tumbuh-tumbuhan (flora) pun terdapat yang namanya “jenis kelamin”, yakni yang disebut sebagai serbuk sari (jantan) dan kepala putik (betina). Jadi maha benarlah apa-apa yang dikatakan Allah dalam Firman-Nya. Dalam penciptaan manusia pertama (Adam), setelah Allah meniupkan ruh ke dalam tubuh Adam, bersamaan dengan itu pula Allah telah menciptakan bahan dasar (substansi) keturunan manusia pada punggung Adam, dalam bentuk material substansi calon manusia (ciptaan) yang amat teliti dan teramat kompleks yang tercermin dalam DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) pada tiap-tiap manusia yang dilahirkan kemudian. Sementara itu, Siti Hawa (isteri Adam) diciptakan langsung oleh Allah dari tulang rusuk Adam. Hal ini diterangkan Allah dalam Firman-Nya : Artinya : Wahai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya (Hawa) dari (diri)nya; dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu. (Q.S. An-Nisa, 4 : 1).

Sejak awal, Allah SWT telah memperlihatkan eksistensi Dzat-Nya kepada semua makhluk ciptaan-Nya, dari yang pertama diciptakan sampai yang terakhir, termasuk kepada manusia. Sebab tanpa persaksian ini, manusia tidak akan pernah mampu mencerna dan menangkap dengan panca inderanya atas pemahaman hal-hal yang bersifat ghaib (tidak nyata). Dari awal kejadian manusia itu, sebenarnya manusia sudah meyakini bahwa Allah itu ada. Inilah yang disebut sebagai Fitrah Iman kepada Allah yang terdapat di dalam Af-idah (Akal & Hati nurani) manusia itu sendiri. Hati nurani manusia senantiasa akan selalu mendekatkan jiwa dan diri manusia itu sendiri kepada Sang Penciptanya, yakni Allah SWT. Hati nurani akan selalu melekat pada diri manusia sejak ia dilahirkan hingga ajal menjemputnya, bahkan hingga manusia dibangkitkan kembali oleh Allah SWT pada hari kiamat nanti.

Di antara ilmu-ilmu fisiologi yang sudah begitu jauh berkembang sampai dengan pengenalan mekanisme dan fungsi organ-organ tubuh manusia, ditambah lagi dengan temuan-temuan di bidang ilmu genetika manusia yang sedemikian spektakuler pada milenium ketiga ini, namun hingga saat ini masih sangat banyak manusia yang belum sepenuhnya mengerti tentang hakikat (esensi) dirinya sendiri, karena memang ilmu pengetahuan tentang esensi hidup manusia masih sangat jarang dibicarakan dan masih sangat jauh dari kemajuan sehingga sampai kini masih berada pada tahap awal pengenalan sisi-sisi penting kehidupan manusia. Islam memandang eksistensi manusia sebagai suatu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan antara jasmani, rohani, serta akal dan budi. Akal dan budi tersebut sebagai Af-idah yang telah dikaruniakan Allah kepada manusia. Budi itulah yang disebut sebagai hati nurani. Antara jasmani, rohani, dan akal budi (Af-idah) saling terkait serta membentuk suatu ikatan yang saling menguatkan satu dengan yang lainnya (interdependensi).

Pandangan Islam terhadap manusia dalam hal ini adalah seimbang (tawazun). Oleh karena manusia tidak mampu membuat sistem bagi kehidupannya sendiri, maka yang paling kompeten (kuasa) membuat sistem kehidupan manusia adalah Allah SWT. Maka dari itu, untuk mengungkap esensi hidup manusia di dunia ini haruslah melalui wahyu-wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasulullah SAW berupa Al-Qur’an dan Hadits yang dapat menjelaskan tentang hakikat manusia itu sendiri. Dia-lah yang paling menguasai tentang manusia karena Dia (Allah) yang menciptakannya. Perhatikan Firman Allah berikut ini : Artinya : Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan kamu rahasiakan)? (QS. Al-Mulk, 67 : 14).

Kehidupan Manusia di Dunia yang Fana’ ini pada Hakikatnya adalah :

1.      Kesenangan yang Menipu atau Memperdaya. …dan tidaklah kehidupan dunia itu melainkan hanyalah kesenangan yang menipu/memperdaya. (QS. Ali Imran, 3 : 185).

2.      Permainan dan Sesuatu yang Melalaikan. Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, …. (QS. Al-Hadid, 57 : 20).

3.      Kesenangan yang Teramat Sedikit Sekali. … kenikmatan hidup di dunia ini bila dibandingkan dengan akhirat amatlah sedikit sekali. (QS. At-Taubah, 9 : 38)

4.      Rangkaian Ujian dan Cobaan Hidup.

Dan Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai suatu cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kalian dikembalikan. (QS. Al-Anbiya, 21 : 35) Allah akan memberi cobaan hidup kepada manusia dengan bermacam-macam cobaan yang bisa berupa kesulitan atau kesusahan hidup, himpitan ekonomi, penyakit dan kesedihan-kesedihan lainnya, tetapi bisa pula berupa kesenangan hidup, rizki yang berlimpah, isteri yang sangat cantik, anak yang banyak, perhiasan dari emas dan perak, ternak yang banyak atau hasil sawah, kebun dan hasil pertanian yang berlimpah. Semua itu dimaksudkan Allah SWT untuk menguji manusia serta untuk menyeleksi mana di antara manusia tersebut yang paling baik perbuatannya, paling baik akhlaqnya, paling baik imannya, dan yang paling tinggi kesabarannya. Dengan memberikan cobaan-cobaan dan ujian kepada manusia tersebut, Allah ingin mendengar sendiri secara langsung dari manusia yang diuji-Nya tentang reaksi dan komentar atas cobaan itu.

2.4.1 Konsepsi Hidup Dalam Islam

1.             Ideologi Islam

Terkenal dalam motto islam disimpulkan di dalam pernyataan Qur’an “Kebaikan di dunia ini dan kebaikan di akhirat kelak” islam tentu tidak akan puas dengan orang extrim aliran  mana saja,  para ultra-spritualis dan para ultra matrealis (aliran-aliran yang terlalu spiritualis dan aliran aliran yang terlalu materialistis), juga ia dapat dipraktikan oleh suatu mayoritas manusia, yang mengikuti suatu jalan tengah, dan berusaha mengembangkan secara bersama badan dan jiwa, menciptakan suatu keseimbangan yang harmonis di dalam manusisa sebagai suatu keseluruhan. Seseorang akan setuju bahwa tujuan praktek-praktek spiritual adalah untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah wajibul wujud, khaliq tuhan kita, dan untuk mendapat keridoanya.[10]

2.             Percaya Pada Tuhan

Islam mempunyai keistimewaannya sendiri. Ia percaya pada ke-Esaan Tuhan yang mutlak, dan menetapkan suattu bentuk ibadah dan sembahyang yang tidak mengizinkan baik khayal-khayal maupun simbol-simbol. Di dalam islam, Tuhan tidak hanya trancendent dan non-materiil, di luar sesuatu penglihatan jasmani, tetapi Dia adalah yang ada di mana-mana dan Maha Kuasa. Perhubungan antara manusia dan Khaliknya adalah langsung dan perseorangan, tanpa memerlukan suatu perantara. Meskipun orang yang paling soleh dan orang suci, sebagaimana para nabi, hanyalah penuntun-penuntun dan utusn utusan; dan terserah kepada orang perseorangan untuk membikin pilihannya dan dengan langsung bertanggung jawab kepada Tuhan. [11]

3.             Masyarakat

Meskipun islam bermaksud mengembangkan kepribadian pada manusia, ia juga mencari persatuan sosial. Ini telah dapat dilihat disemua ketentuan-ketentuannya, baik mereka bersifat agama ataupun duniawi. Jadi pekerjaan ibadah pada prinsipnya adalah kolektif, (jika di dalam soal kebutuhan ada suatu pembebasan berhubungan dengan sembahyang lima kali setiap hari, maka tidak ada pembebasan berhubungan dengan sembahyang-sembahyang setiap minggu atau setiap tahun); haji adalah juga suatu contoh yang juga lebih terang, karena orang-orang mukmin berkumpul di tempat yang sama, datang dari semua penjuru dunia; aspek kemasyarakatan dari berpuasa menunjukkan sendiri di dalam kenyataan bahwa ia mengambil tempat didalam bulan yang sama untuk semua orang yang beriman di seluruh dunia; keperluan mempunyai seorang khalifah, kewajiban membayar zakat bermaksud untuk kebutuhan-kebutuhan perkumpulan, dan sebagainya, semua hal-hal ini menyaksikan tujuan yang sama. Ia berkelanjutan bahwa didalam perkumpulan, atau masyarakat, ada suatu kekuatan yang orang-orang tidak mempunyai secara perseorangan.[12]

4.             Kebangsaan

Adalah didalam pengertian ini, bahwa islam menolak dasar yang sempit tentang kebangsaan sebagai elemen solidaritas kesukaan kepada keturunan atau tanah dimana seseorang dilahirkan, dengan tidak ragu-ragu adalah lazim; mementingkan kepada bangsa manusia menuntut suatu toleran tertentu kepada sesama golongan yang lain. Pembagian kesejahteraan alam di bagian-bagian dunia yang berbeda-beda dalam jumlah yang bermacam-macam menjadikan dunia saling tergantung. Tak dapat tidak seseorang dipaksa untuk “hidup dan biar hidup” ; jika tidak maka suatu rangkaian yang tak putus-putusnya dari pembalasan dendam dengan bunuh membunuh aka menghancurkan semuanya. Kebangsaan atas dasar bahasa, warna, bangsa, atau tempat lahir adalah sangat primitif; di dalamnya adalah suatu kecelakaan, suatu jalan buntu, sesuatu di mana orang tidak memiliki pilihan. Pengertian islam adalah progresif, dan didasarkan hanya pada pilihan perseorangan, karna ia mengusulkan kesatuan semua mereka hanya percaya pada ideologi yang sama, tanpa pembedaan bangsa, bahasa atau tempat tinggal.[13]

Kehidupan Berbangsa dan Berbudaya di Indonesia. Idrus Ruslan, melakukan kajian tentang pembangunan yang dilakukan di Indonesia yang tidak saja dilakukan secara fisik melainkan juga secara non fisik (mental). Adanya Pancasila sebagai spirit dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menjadikan Indonesia sebagai negara yang religius. Hal ini sesuai dengan semangat yang ada dalam ajaran Islam baik dalam al-Qur’an dan Hadis.[14]

Dalam konteks yang lebih luas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah melalui penegakkan empat pilar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Keempat ini dijadikan sebagai sebuah tatanan yang sangat penting dalam tegaknya bangsa Indonesia.[15] Empat hal inilah yang dijadikan sebagai modal dasar  bagi bangsa Indonesia di era kekinian dalam merajut kehidupan berbangsa dan bernegara agar tidak mudah terkoyak dengan modernitas dan perkembangan zaman.

Dalam konteks demokrasi, bangsa Indonesia kenal dengan demokrasi Pancasila yang membedakan dengan demokrasi lainnya. Sebagai sebuah demokrasi, Pancasila pada hakikatnya merupakan norma yang mengatur penyelenggaraan kedaulatan rakyat dan penyelenggaraan pemerintahan negara. Selain itu juga diatur pula, hal-hal dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan, bagi setiap warga negara Republik Indonesia, organisasi kekuatan sosial politik, organisasi kemasyarakatan, dan lembaga kemasyarakatan lainnya serta lembaga-lembaga Negara baik di pusat maupun di daerah. Konsep demokrasi Pancasila digali dari nilai masyarakat asli Indonesia dengan nilai-nilai yang melekat kepadanya. Demokrasi Pancasila merupakan jalan tengah yang harus disikapi secara bijak karena merupakan alternatif pemersatu antara beragam latar belakang suku dan budaya masyarakat  Indonesia.[16]

5.             Pandangan Ekonomi

Seseorang dapat menanggung banyak kekurangan, tetapi tidak tentang makanan. Konsepsi islam tentang persoalan pokok ini sudah terkenal. Ia memandang pendistribusian kembali yang tetap dan peredaran kekayaan nasiaonal. Jadi, yang miskin dibebaskan dari zakat, sedang yang kaya di bebani zakat untuk kepentingan yang miskin. juga ada uu yang mensyaratkan pembagian wajib dari barang warisan, dan yang melarang penumpukan kekayaan ditangan orang yang sedikit, dengan jalan mengutuk bunga pada pinjaman, dan melarang warisan bagi kerugian sanak keluarga dekat, dan sebagainya, dan yang menetapkan peraturan-peraturan tentang penggunaan pendapatan negara, bermaksud pada pembagian kembali yang berguna dari pemasukan ini di antara para penerima uang dimana orang-orang fakir terdaftar diatas. Jika prinsip ini dipegang di dalam pandangan, ia membiarkan perbedaan-perbedaan didalam jalan dan cara-cara menurut daerah-daerah, zaman-zaman dan keadaan, asalkan tujuan dicapai. [17]

6.             Kemauan Bebas Dan Takdir

Takdir didalam islam mempunyai kepentingan yang lain, bukan penting  yang kurang, yaitu hanya Tuhan sendiri yang menyifati perbuatan manusia kuaalitas baik atau buruk adalah Tuhan yang menjadi sumber semua hukum. Adalah ketentuan-ketentuan Tuhan yang diperhatikan didalam semua laku kita, dan yang dia hubungkan kepada kita melalui utusan-Nya yang dipilih. Muhammad SAW adalah yang terakhir dari mereka, juga satu satunya yang ajarannya  telah dipelihara dengan lebih baik. Kita mempunyai yang asli dari berita-berita kuna yang telah menderita kerusakan akibat perang-perang saudara yang celaka dari masyarakat manusia. Quran tidak hanya satu pengecualian bagi peraturan, tetapi juga mengatur berita Tuhan yang kemudian. Adalah suatu hal biasa bahwa suatu hukum yang kemudian datangnya membatalkan ketentuan-ketentuan yang lebih dahulu dari pembuat hukum yang sama.

Di dalam kesimpulan, marilah kita menunjuk kepada sifat lain dari kehidupan islam; adalah kewajiban seorang islam tidak hanya mengikuti hukum Tuhan didalam lakunya sendiri sendiri didalam hidupnya sebagai seorang individu maupun sebagian dari masyarakat, didalam hidupnya duniawi maupun spritual. Dia juga menyumbangkan, sesuai dengan kesanggupan-kesanggupannya dan kemungkinan-kemungkinannya, kepada penyebaran ideologi ini, yang didasarkan pada wahyu Tuhan dan dimaksudkan untuk kesejahteraan semua.[18]

2.4.2   Akhlak dan Signifikanya dalam Kehidupan Seorang Muslim

1.             Hubungan dengan Tuhan

Dalam islam, cara berhubungan dengan tuhan adalah menurut ketentuan Allah SWT tidak bisa sekehendak seseorang, karena tidaklah pantas manusia, menentukan dan mengatur tuhan, sebaliknya yang pantas adalah manusia tunduk pada aturan yang datang dari Allah SWT. Allah berfirman : “Hai manusia sembahlah (beribadah) pada Tuhan yang menjadijkan kamu dan orang-orang sebelum kamu, mudah-mudahan kamu orang-orang yang bertakwa.” (QS al-Baqarah:21) “Dan karena Tuhanmu berfirman berdoalah kepadaku niscaya akan ku perkenankan bagimu.” (QS al-Mukminun:60) “Dan aku tidak dijadikan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku.” (adz-Dzariah 5:56) Ayat-ayat tersebut memberi penjelasan bahwa hubungan manusia dengan khaliknya menggambarkan keta’atan dan ketundukan kepada-Nya, karena itu segala ibadah harus menggambarkan kepada Allah dan sesuai aturan serta ketentuan Allah swt.

2.             Hubungan Manusia dengan Manusia

a.         Hubungan antara mukmin dengan mukmin lainnya

Dalam hal ini Allah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara. Karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapatkan rahmat.” (QS al-Hujurat:40) “Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah tolong menolong dalam  berbutat dosa dan pelanggaran. Sesungguhnya amat berat siksanya.” (QS al-Maidah:2)

b.         Hubungan antara mukmin dengan non-Mukmin

Dalam hal ini Allah berfirman: “Katakanlah: Hai orang-orang ingkar, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu dan untukku agamaku. (QS al-Kafirun:1-6) “Allah tidak melarang kamu (berbuat baik) dengan orang-orang yang tidak memerangi kamu dalam agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu bahwa kamu berbuat baik kepada mereka.” (QS al-Mumtahanah:60) Ayat-ayat tersebut menerangkan bahwa bolehnya berhubungan dengan orang tidak seagama selama tidak menunjukkan keinginan mengganggu keyakinan agama masing-masing.

c.              Hubungan Manusia dengan Alam                         

Allah swt. Telah menjadikan alam ini untuk manusia dan untuk dimanfaatkan sesuai dengan ridha Allah. Tidak untuk dirusak dan untuk berbuat binasa. Allah swt berfirman: “Dan janganlah kamu berbuat binasa di bumi sesudah dijadikan baik dan berdo’alah kepada Allah dengan takut (kepada siksa-Nya) dan menuntut (kasih-Nya). Sesungguhnya rahmat Allah dekat dengan orang-orang berkebajikan.” (QS al-A’raf:56)  “Dialah yang menjadikan matahari, bulan menyinari, mengaturnya dengan ketentuan supaya kamu mengetahui bilangan-bilangan tahun dan perkiraan. Dan tidaklah Allah menjadikannya kecuali dengan yang benar, menerangkan tanda-tanda (Keesaan Allah) bagi kamu yang mengetahui.” (QS Yunus:5-6)

2.5         Kehidupan di Akhirat

Azab kebinasaan yang tidak mau ditimpakan oleh Allah s.w.t. ke atas manusia bukan hanya sekadar di kehidupan dunia malah turut menjangkau balasan azab yang kekal di kehidupan akhirat (selepas mati). Penciptaan neraka tidak sama sekali menggambarkan keinginan Allah s.w.t. untuk memenuhkan bilangan manusia di tempat balasan ini, tetapi sekadar ingin memberi ancaman kepada mereka yang lalai dalam kalangan umat manusia. Maka, syurga juga dicipta sebagai khabar gembira yakni balasan kepada manusia yang mengabdikan diri kepada Allah s.w.t. Bukti kasih sayang Allah s.w.t. terhadap umat manusia telah dizahirkan dengan pengutusan 124,000 nabi-nabi a.s. ke atas muka bumi dengan tujuan supaya manusia mendapat kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Maka, tiada jalan lain untuk manusia mendapat kebahagian melainkan dengan cara mengikut petunjuk nabi yang telah diutuskan. Firman Allah s.w.t. yang bermaksud: “Wahai nabi, sesungguhnya Aku mengutusmu untuk menjadi saksi dan sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Dan sebagai seorang pemanggil (mengajak) kepada agama Allah dengan izin-Nya, dan menjadi pelita yang terang.” (Surah Al-Ahzab:45-46)

Berdasarkan petunjuk yang jelas melalui kedatangan nabi-nabi a.s., maka agama merupakan maksud yang perlu dicapai oleh individu manusia dalam setiap juzuk kehidupan mereka. Persoalan penting yang perlu diajukan pada diri sendiri bagi setiap individu Muslim yang mukallaf ketika menjalani kehidupan mereka 24 jam ialah apakah Allah s.w.t redha dengan perbuatan saya atau tidak? Firman Allah s.w.t yang bermaksud: “Dan sesiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut melanggar perintah Allah serta menjaga dirinya jangan terdedah kepada azab Allah, maka merekalah orang-orang yang beroleh kemenangan.”(Surah An-Nur:52).[19] Berikut ini adalah fase perjalanan hidup di akhirat.

1.             Alam Barzah

Mengenai kehidupan sesudah mati, Al-Qur’an tidak menjelaskan tentang hari akhir saja, tetapi juga memberikan banyak informasi menyangkut kejadian dan peristiwa saat kematian, kehidupan barzah, dan peristiwa-peristiwa sesudahnya. Dengan kematian, seseorang memasuki tahap pertama kehidupan akhirat. Hal ini dinyatakan oleh hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Turmuzi, Ibn Majah dan hakim melalui Usman, yang artinya: Sesungguhnya kubur itu adalah tahap pertama untuk alam akherat. Jika seseorang telah selamat dalam menempuh tahap pertama ini, maka dalam menempuh tahap-tahap berikutnya akan lebih ringan. Jika ia tidak selamat dalam menempuh tahap pertama, maka dalam menempuh tahap-tahap berikutnya, ia akan lebih berat. Tahap pertama setelah kematian disebut dengan alam barzah atau alam kubur. Dalam tahap ini semua orang yang telah mati akan “hidup” dalam satu alam penantian datangnya hari kiamat. Tahap ini dimulai sejak seseorang meninggal dunia hingga hari kebangkitan. Hal ini diungkapkan dalam Al-Mu’minuun (23) : 99-100 sebagai berikut : Artinya : Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang shaleh terhadap yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan. (QS. Al-Mu’minun, 23 : 99-100).

2.             Hari Kiamat (Yaum al-Qiyamah)

Kehidupan akhirat dimulai dengan peniupan sangkakala yang pertama. Dengan peniupan sangkakala itu, alam raya dan dunia seisinya menjadi hancur, matahari digulung, bulan terbelah, bintang-bintang pudar cahayanya, dan gunung-gunung dihancurkan menjadi debu yang beterbangan bagaikan kapas. Itu semua merupakan kehancuran total. Dalam Al Qur’an peristiwa itu disebut kiamat. Hal ini diungkapkan, misalnya, dalam Al-Haqqah (69); 13-16 sebagai berikut. Artinya: Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiup, dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur. Maka pada hari itu terjadilah kiamat, dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi lemah. (Qs Al-haqqah (69); 13-16). Dalam An-Naba’ (78) : 17-20 juga dipaparkan kejadian dan peristiwa pada hari kiamat seperti berikut. Artinya : Sesungguhnya hari keputusan (baca: hari kiamat) adalah suatu waktu yang ditetapkan, yaitu hari (yang pada waktu itu) ditiup sangkakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok dan dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu dan dijalankanlah gunung-gunung maka menjadi fatamorganalah ia. (QS An-Naba (78):17-20) Ayat di atas menginformasikan bahwa datangnya hari kiamat itu telah ditetapkan oleh Tuhan. Tuhan sendirilah yang mengetahui kapan datangnya. Tuhan hanya memberi sinyal bahwa hari kiamat itu ditandai dengan peniupan sangkakala. Dalam Az-Zumar (39) : 68 diungkapkan proses peniupan sangkakala oleh malaikat seperti berikut. Artinya : Dan ditiuplah sangkakala maka matilah siapa yang di langit dan di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing). (QS. Az-Zumar, 39 : 68) Ayat di atas menginformasikan bahwa peniupan sangkakala itu tidak hanya sekali saja. Pada peniupan sangkakala yang pertama tidak seluruh makhluk akan hancur dan binasa. Namun, ada yang dikehendaki oleh Allah untuk tidak hancur, yakni Malaikat Izrofil yang bertugas meniup sangkakala. Pada peniupan sangkakala yang kedua manusia seisi bumi dan langit bangun dan hidup kembali.

Peristiwa kiamat dikemukakan oleh Al-Qur’an dengan kedahsyatannya yang hebat. Kedahsyatannya itu tidak hanya berbentuk materi-fisik, seperti kehancuran langit, bumi dan gunung, melainkan juga berbentuk mental-psikologis. Goncangan mental-psikologis ini diungkapkan dalam Al-Hajj (22) : 1-2 sebagai berikut. Artinya : Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; Sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). Ingatlah pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusukannya dan gugurlah segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat kerasnya. (QS. Al-Hajj, 22 : 1-2) Dalam ayat di atas juga diinformasikan terjadinya perubahan perilaku kejiwaan manusia. Diantaranya, para ibu yang tidak memikirkan keselamatan dan kesehatan bayinya sehingga lupa menyusui. Goncangan mental-psikologis lainnya ialah gugurnya kandungan semua wanita yang hamil.

Banyak sekali ayat Al-Qur’an yang menginformasikan peristiwa kehancuran alam secara total pada hari kiamat, tetapi tidak ada informasi sedikitpun kapan hari kiamat datang dan terjadi. Bahkan secara tegas dalam berbagai ayat dinyatakan bahwa tidak seorangpun yang mengetahui kapan hari kiamat itu datang. Dalam An-Nazi’at (79) : 42-44, yang artinya : (Orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari berbangkit, “Kapankah terjadinya?” “Siapakah kamu, (maka) dapat menyebutkan (waktunya)?” Kepada Tuhanmulah dikembalikan kesudahannya (ketentuan waktunya). (QS. An-Nazi’at, 79 : 42-44) Walaupun demikian, Al-Qur’an menginformasikan bahwa waktu datangnya kiamat itu sudah dekat. Hal ini diungkapkan dalam Al-Anbiya’ (21) : 1 berikut. Artinya : Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka (baca : kiamat), sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya). (QS. Al-Anbiya’, 21 : 1) Waktu datangnya kiamat tetaplah misteri, meskipun ada sejumlah ayat Al-Qur’an dan hadist yang menginformasikan tanda-tandanya. Karena informasi itu banyak bersumber dari hadist, sebagian ulama meyakini dan sebaliknya, dan sebagian lagi menolaknya. Tanda-tanda yang berasal dari informasi hadis, antara lain:

1.    Terbitnya matahari dari arah barat. Informasi ini diungkapkan dari hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud melalui Abu Hurairah;

2.    Datangnya imam mahdi. Kedatangan imam Mahdi ini diungkapkan melalui berbagai hadis nabi, seperti yang diungkapkan oleh Abu Dawud dan Turmuzi. Namun, hadis-hadis yang menginformasikan datangnya Imam Mahdi itu dinilai oleh sebagian ulama sebagai hadis yang lemah (daif);

3.    Datangnya Dajjal. Hadis yang menginformasikan kedatangan Dajjal ini dinilai oleh sebagian ulama sebagai hadis sahih, seperti yang diriwayatkan oleh Turmuzi, Bukhari, Muslim, Nasa’i, dan Ibnu Majah melalui ‘Aisyah;

4.    Turunnya Nabi Isa ke dunia. Sekian banyak hadis nabi yang menginformasikan turunnya nabi Isa, seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim melalui Abu Hurairah. Bahkan, As Suyuthi melengkapi dengan sekian banyak hadis yang dinilainya sebagai hadis yang sahih. Walaupun demikian, sebagian ulama menyatakan bahwa hadis-hadis yang menginformasikan turunnya Nabi Isa menjelang kiamat itu adalah hadis yang lemah (daif):

5.    Rusaknya kakbah. Hadis tentang rusaknya kakbah sebagai tanda kiamat diriwayatkan oleh Muslim melalui Abu Hurairah;

6.    Lenyapnya Al Qur’an dari hati manusia. Diinformasikan oleh hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah melalu Huzaifah;

7.    Kafirnya semua manusia yang hidup di muka bumi. Hadis mengenai hal ini diriwayatkan oleh muslim melalui Anas. Kualitas hadis-hadis yang menginformasikan tanda-tanda kiamat di atas memang menjadi polemik para ulama. Sebagian ulama menyatakan sebagai hadis sahih, tetapi sebaian yang lain menyatakan sebagai hadis yang lemah (daif).

Tanda-tanda kiamat yang diinformasikan oleh Al-Qur’an setidaknya ada tiga.

Pertama, munculnya binatang ajaib yang biasa disebut dabbah al-ard, seperti dalam An-Naml (27) : 82, yang artinya : Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka bahwa sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami. (QS. An-Naml, 27 : 82). Berdasarkan makna harfiah ayat di atas, tanda kiamat adalah munculnya binatang yang bernama dabbah al-ard. Binatang ini mempunyai keistimewaan, yaitu dapat berbicara kepada orang-orang kafir. Hanya tidak diketahui bagaimana bentuk dan wujud binatang itu karena Al-Qur’an sendiri tidak menginformasikan lebih jauh tentang binatang itu.

Kedua, munculnya Yakjuj dan Makjuj, seperti terdapat dalam Al-kahfi (18) : 94. Artinya : Mereka berkata, “Hai Zulqarnain, sesungguhnya Yakjuj dan Makjuj itu orang-orang yang membuat kerusakan di bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara Kami dan mereka.” (QS. Al-Kahfi, 18 : 94). Yang dimaksud Yakjuj dan Makjuj ialah dua bangsa yang membuat kerusakan di muka bumi, sebagaimana yang dilakukan oleh bangsa Tortor dan Mongol.

Ketiga, adanya kabut atau asap yang menutupi semua manusia, seperti terdapat dalam Ad-Dukhan (44) : 10-12, yang artinya : Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut (asap) yang nyata, yaitu meliputi manusia. Inilah azab yang pedih. (mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, lenyapkanlah kami dari azab itu. Sesungguhnya kami akan beriman.” (Qs Ad-Dukhan, 44 : 10-12) Sebagian ulama meyakini bahwa “hari” yang dimaksud adalah hari kiamat. Namun, sebagian ulama yang lain tidak sependapat bahwa “hari” pada ayat di atas tidak secara tegas mengacu pada hari kiamat. Informasi tanda-tanda yang bersumber dari Al-Qur’an bukan merupakan informasi yang tegas (zanny ad dalalah).

3.         Hari Kebangkitan (Yaum Al-Ba’as)

Hari kebangkitan (yaum al-ba’as) ditandai dengan peniupan sangkakala yang kedua. Jika dengan peniupan sangkakala yang pertama manusia dan seluruh alam raya hancur dan binasa, dengan peniupan sangkakala yang kedua manusia bangkit dari kubur mereka. Tidak diinformasikan bagaimana wujud dan bentuk manusia yang bangkit dan hidup kembali itu, apakah seperti manusia pada waktu di dunia ataukah dalam bentuk lain. Situasi dan kondisi manusia pada saat dibangkitkan kembali diungkapkan dalam Al-Qamar (54) : 6-8, yang artinya : Maka berpalinglah kamu dari mereka. (Ingatlah) hari (ketika) seorang penyeru (malaikat) menyeru kepada sesuatu yang tidak menyenangkan (hari pembalasan), sambil menundukkan pandangan-pandangan mereka keluar dari kuburan seakan-akan mereka belalang yang beterbangan, mereka datang dengan cepat kepada penyeru itu. Orang-orang kafir berkata, “Ini adalah hari yang berat.” (QS.Al-Qamar, 54 : 6-8) Ayat di atas menginformasikan bahwa manusia hidup kembali dari kematiannya seraya menundukkan pandangannya. Ini disebabkan manusia baru menyadari kekerdilan dan ketidakmampuannya saat menghadapi situasi yang berat. Sementara itu, mengenai cara bangkit dan keluarnya manusia dari kubur diungkapkan dalam Qaf (50) : 41-44, yang artinya : Dan dengarlah (seruan) pada hari penyeru (malaikat) menyeru dari tempat yang dekat. (Yaitu) pada hari mereka mendengar teriakan dengan sebenar-benarnya, itulah hari keluar (kubur). Sesungguhnya Kami menghidupkan dan mematikan dan hanya kepada Kamilah tempat kembali (semua makhluk). (Yaitu) pada hari bumi terbelah-belah menampakkan mereka (lalu mereka keluar) dengan cepat. Yang demikian itu adalah pengumpulan yang mudah bagi Kami. (QS. Qaf, 50 : 41-44.

Ketika semua makhluk telah hancur dan meninggal, termasuk malaikat Izrafil, Tuhan berseru dan bertanya, “Kepunyaan siapakah kerajaan atau kekuasaan hari ini?” kemudian Tuhan menjawab sendiri, “Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.” Dialog tersebut diungkapkan dalam Gafir (40) : 16. Artinya : (Yaitu) hari (ketika) mereka keluar (dari kubur); tiada suatu pun dari keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah. (Lalu Allah berfirman) “Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?” “Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.” (QS. Gafir, 40 : 16).

4.             Hari Berkumpul (Yaumul-Hasyr)

Setelah dibangkitkan, seluruh manusia digiring dan dikumpulkan ke Mahsyar (tempat berkumpul). Informasi ini diungkapkan dalam Al-Ma’arij (70) : 8-14, yang artinya : Pada hari ketika langit menjadi seperti luluhan perak. Dan gunung-gunung menjadi seperti bulu (yang beterbangan). Dan tidak ada seorang teman akrab pun yang menanyakan temannya, sedang mereka saling melihat. Orang-orang kafir ingin kalau sekiranya dia mendapat menebus (dirinya) dari azab hari itu dengan anak-anaknya, istrinya dan saudaranya, dan kaum familinya yang melindunginya (di dunia), dan orang-orang di atas bumi seluruhnya; kemudian (mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya. (QS. Al-Ma’arij, 70 : 8-14). Pada berkumpulnya manusia di Mahsyar, menurut ayat di atas, kondisi alam dalam keadaan hancur, yang diibaratkan gunung seperti bulu yang beterbangan dan langit seperti luluhan perak. Situasi dan kondisi Mahsyar yang menakutkan dan menyeramkan itu menyebabkan manusia tidak saling kenal. Bahkan orang-orang kafir rela mengorbankan orang-orang yang dicintainya, (kalau bisa) untuk menebus dirinya. Bagi orang yang bertawakal hari itu sangat menyenangkan karena mereka menjadi “duta” dari Tuhan sebagaimana diinformasikan dalam Maryam (19) : 85 sebagai berikut. Artinya : (Ingatlah) hari (ketika) kami mengumpulkan orang-orang yang taqwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat. (QS. Maryam, 19 : 85)

5.         Hari Pengadilan (Yaum Al-Hisab)

Setelah manusia berkumpul di mahsyar diadakanlah suatu Pengadilan Agung yang dilakukan oleh Tuhan untuk menghitung (menghisab) amal perbuatan yang telah dilakukan setiap manusia di muka bumi. Saat berlangsung penghitungan amal itu biasa disebut yaum al-hisab (hari perhitungan). Pada hari perhitungan itu semua makhluk secara sendiri-sendiri menghadap Tuhan untuk ditimbang amal perbuatannya secara teliti dan penuh kecermatan. Informasi ini diungkapkan dalam Maryam (19) : 93-95, yang artinya : Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri. (QS. Maryam, 19 : 93-95).

6.         Surga dan Neraka.

Surga dan neraka merupakan kelanjutan alami dari perbuatan baik dan jahat manusia. Secara logis manusia memerlukan keduanya sebagai balasan amal mereka di dunia. Bentuk dan hakekat kehidupan surga dan neraka masih merupakan polemik bagi para ulama sehingga dalam ajaran Islam pun umat tidak dituntut untuk meyakini bentuk dan hakikat kehidupan surga dan neraka. Ajaran dasar Islam hanya menuntut agar setiap Muslim meyakini adanya kehidupan surga dan neraka.

Surga (Al-Jannah) adalah  suatu tempat di alam akhirat yang penuh dengan keselamatan,  kesejahteraan, segala kesenangan dan  kenikmatan,   kebahagiaan dan kemuliaan yang abadi. Semua kenikmatan yang ada di surga itu sangatlah luar biasa hingga digambarkan dalam hadist. sebagai kenikmatan yang tiada tandingannya. Muhammad Rosulallah bersabda, bahwa Allah SWT telah berfirman:’’kusediakan bagi hamba-hambaKu  yang saleh segala kenikmatan yang belum pernah di lihat mata, belum pernah di dengar telingga, bahkan belum tergambar dalam hati manusia’’. Ini sesuai dengan firman Allah  SWT (dalam surat As-Sajdah:17)’’.[20]

Kata Neraka berasal dari bahasa Arab Narr atau An-Narr yang artinya api. Inilah suatu tempat di alam Akhirat berupa telaga api yang bergejolak membara. Allah SWT menciptakan tepat ini untuk menyiksa dan memberi balasan kepada umat manusia yang banyak berbuat dosa dan kesalahan. Itulah sebabnya Neraka juga disebut mautin al-azab, yakni tempat berlakunya siksaan tentang kebenaran adanya neraka ini ditegaskan dalam Al-Qur’an, “ sesungguhnya kamu akan melihat Neraka itu, kemudian sungguh kamu akan menglihatnya dengan penglihatan yang yakin” (QS.At-Takassur: 6-7).[21]

2.6              Keseimbangan Kehidupan Dunia dan Akhirat

Hidup di dunia hanya sementara, manusia yang menjalani kehidupan di dunia tentu akan menjalani kehidupan kedua yakni kehidupan akhirat. Untuk itu diperlukan kesimbangan kehidupan baik keseimbangan hidup di dunia maupun keseimbangan hidup di dunia dan akhirat. Terdapat empat aspek dalam keseimbangan kehidupan yakni keintiman (termasuk pernikahan, keluarga dan sahabat dekat), pekerjaan, spiritualitas dan komunitas (termasuk kehidupan sosial dan politik). Keseimbangan antara pekerjaan dan keintiman umumnya sering bersinggungan. Banyak orang yang sangat sibuk meraih keseimbangan yang harmonis antara pekerjaan dan keluarga. Banyak orang yang gagal karena mencoba memenuhi kebutuhan keluarganya saat berkerja dan begitu pula sebaliknya (Hedricks dkk, 2003:23-25)[22]

Kehidupan yang sesungguhnya adalah kehidupan setelah mati, yakni akhirat. Sayangnya, banyak manusia yang lupa atau bahkan melupakan diri. Meraka mengabaikan tujuan penciptan manusia untuk beribadah kepada Allah (QS. Adz-Dzariyat, 51 : 56). Perkembangan zaman yang semakin maju tidak diiringi oleh peningkatan iman kepada-Nya. Geliat perekonomian yang semakin berkembang justru memalingkan perhatian manusia untuk lebih mencari harta, bahkan mendewakannya. Dalam mencari keridhoan Allah, harus melalui pintu pengabdian kepada orang tua. Sayang sekali hal ini sering terlupakan oleh kebanyakan manusia di muka bumi ini. Akibatnya kita banyak menyaksikan fenomena yang memilukan hati. Fenomena tersebut diantaranya di suatu sisi kita melihat si anak hidup kaya raya, tetapi membiarkan orang tua terlantar, dan lain sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa anak seperti ini tidak akan mendapatkan ridha Allah. Dari kehidupan di dunia ini kita hendaknya juga jangan melupakan kehidupan di akhirat kelak. Kalau kiranya yang menjadi pusat perhatian manusia untuk mengisi kehidupan hanya urusan dunia saja, mungkin bisa tercapai, tapi sungguh merugi, karena belum lebih dari tingkat mahluk yang lain.

Mahluk hidup lain selain manusia itu banyak, ada yang berbentuk kambing, sapi, cacing, ulat, kucing, dan lain sebagainya. Makhluk-mahluk tersebut makan, minum dan berkembang biak, tetapi manusia seharusnya lebih dari itu. Memang banyak manusia yang hanya memikirkan hdupnya di dunia ini, tidak memikirkan bagaimana nanti di akhirat, dalam Al – Baqarah (2) : 200, Allah berfirman : Maka diantara manusia ada orang yang berdoa : “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia.” dan tidalah baginya bagian (yang menyenangkan) di akhirat. Jika orang hanya memikirkan hidupnya yang sekarang di dunia ini saja, di akhirat ia tidak mendapatkan bagian. Maka dari itu difirmankan oleh Allah supaya kita berdoa yang baik. Dalam Al-Baqarah (2) : 201, telah ditunjukkan doa yang baik : Dan di antara meraka ada orang yang berdoa : “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan periharalah kami dari siksa neraka” Inilah doa yang sebaik – baiknya bagi seorang muslim. Jadi, yang harus kita cari dan kita perjuangkan bukan enaknya di dunia ini saja tapi harus selalu berusaha untuk kebaikan dunia dan akhirat, keuntungan dunia dan keuntungan akhirat.



2.7    Cara Mencapai Tujuan Hidup

Tujuan manusia hidup adalah untuk mencapai kebahagiaan (kebaikan) di dunia dan kebahagiaan di akhirat kelak (QS. Al-Baqarah [2]: 201).untuk mencapai tujuan hidup tersebut, manusia harus beribadah dengan mengikuti semua perintah Allah dan menjauhi semua laranga-Nya. Kebahagiaan di dunia adalah kehidupan yang berkah atau diberkahi (al-mubarak). Sedangkan kebahagiaan di akhirat digambarkan dengan surga (al-Jannah), suatu kebahagiaan yang sebenarnya sulit digambarkan dengan kata-kata. Meski demikian, Al-Qur’an (QS al-Hajj [22]:14) menggambarkan surga sebagai “kebun indah yang mengalir di dalamnya sungai-sungai”.[23] Islam dengan al-Qur’an sebagai kitabnya sebenarnya telah memberikan penjelasan tentang tujuan hidup dan sasaran yang harus dicapai dalam hidup ini. Bahkan dipertegas melalui tanggapan terhadap kehidupan manusia yang hanya mementingkan soal makan dan minum (kehidupan duniawi).

1.     Pada dasarnya  tujuan hidup umat Islam dibagi menjadi dua, yaitu:

a.       Tujuan hidup vertikal Tujuan hidp umat Islam dalam hubungannya vertikal, yaitu hubungan terhadap Allah SWT adalah radhiatan mardhiyyah artinya setiap perilaku umat Islam baik dalam niat, perkataan, perbuatan dan gerak-gerik menunjukkan ridha, cinta dan puas kepada-Nya sebagimana firman Nya: “Wahai jiwa yang tenang!, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya, Maka masuklah ke dalam golongan hambahamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.“ (Q.S. Al Fajr: 27-30).



b.      Tujuan hidup horisontal Tujuan hidup umat Islam dalam hubungan horizontal terhadap sesama makhluk Allah SWT adalah rahmatan li al-‘alamin. Rasulullah dan temasuk umatnya sebagai rahmatan li al-‘alamin, yaitu mendatangkan rahmat berupa kebaikan, kemanfaatan dan keuntungan bagi alam semesta atau makhluk.

Bukan sebaliknya, yaitu bukan dengan berperilaku mendatangkan teror kerusakan, kejahatan dan sebagainya keapada sesam. Sebagaimana firman-Nya: “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (men-jadi) rahmat bagi seluruh alam.“ (Q.S. al-Anbiya’: 107).

 Ada sebagaian orang yang mengatakan bahwa tujuan hidup muslim  di dunia adalah beribadah. Beribadah sebenarnya bukanlah merupakan tujuan hidup tetapi ia adalah jalan, cara, upacara dan tugas hidup yang harus direalisasikan agar dapat mencapai tujuan hidup yang hakiki. Peran agama di dalam perkembangan masyarakat diantaranya adalah: (1) agama sebagai motivator, agama di sini adalah sebagai penyemangat seseorang maupun kelompok dalam mencapai cita-citanya di dalam seluruh aspek kehidupan. (2) agama sebagai creator dan inovator, mendorong semangat untuk bekerja kreatif dan produktif untuk membangun kehidupan dunia yang lebih baik dan kehidupan akhirat yang lebih baik pula. (3) agama sebagai integrator, di sini agama sebagai yang mengintegrasikan dan menyerasikan segenap aktivitas manusia, baik sebagai orang-seorang maupun sebagai anggota masyarakat. (4) agama sebagai sublimator, masksudnya adalah agama sebagai mengadukan dan mengkuduskan segala perbuatan manusia. (5) Agama sebagai sumber inspirasi budaya bangsa, khususnya Indonesia.[24]

2.      Tugas Hidup

Tugas hidup adalah beribadah, yaitu mengabdi, melaksanakan pengabdian, dan menghambakan, diri kepada Allah (adz-Adzaariyaat: 56; al-Baqarah: 21; al-Fatihah: 4; al-Kahfi: 110; al-An’aam: 102).

a.       Ibadah dalam arti khusus adalah segala tata cara, acara, dan upacara pengabdian langsung mausia keada Allah dan Rasul-Nya, seperti shalat, zakat, puasa , haji dan  lain sebagainya yang bertalian erat dengan hal-hal itu.

b.      Ibadah alam arti luas meliputi antara lain ibadah dalam arti khusus adalah pengabdian, yaitu segala perbuatan, perkataan, dan sikap yang memiliki tanda-tanda berikut.

1.      Ikhlas sebagai titik tolak

2.      Mardhatillah sebagai titik tuju.

3.      Amal sholeh sebagai garis amal.[25]

Islam menekankan sebuah sistem kehidupan yang seimbang antara dunia dan akhirat. Al-qur’an mengingatkan kita untuk mencari kehidupa akhirat, tapi jangan melupakan bagian dunia (QS al-Qasas [28]: 77).

Kita harus hidup sesuai dengan tuntutan agama, yaitu “beribadah” kepada Allah. Oleh karena itu, dalam Islam kriteria untuk menilai keutamaan atau kemuliaan seseorang bukan terletak pada kekayaan dan bukan pula pada kekuasaa, tetapi Allah  menilai seseorang karena ketakwaanya. Al-Qur’an menyatakan, “ sesungguhnya yang termulia disisi Allah adalah yang paling bertakwa” (QS al-Hujurat [49]: 13). Karena dengan hanya bertakwa, yang dipahami sebagai rasa takut untuk melanggar perintah Allah dan rasa takut untuk melakukan larangan-larangan-Nya manusia dapat di harapkan melaksanakan ibadah dengan baik. Dengan demikian, diharapkan manusia dapat mencapai tujuan hidupnya dengan baik.[26] Manusia diciptakan Allah, tidak lain agar mengabdikan dirinya kepada-Nya. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surah Az-Zariyat [51]: 56:

Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi kepada-Ku.(QS.Az-Zariyat [51]: 56)

Ayat diatas secara tegas menolak pernyataan lain bahwa kehadiran manusia didunia bersifat kebetulan (ada dengan sendirinya dan karenanya ridak memiliki tujuan khusus). Begitu pula ayat diatas, menolak pandangan bahwa manusia diciptakan untuk megeksploitasi alam semesta beserta isinya, sehingga merasa biasa saja saat manusia berbuat kerusakan dimuka bumi.

Allah menghendaki agar kehidupan manusia di dunia ini diarahkan untuk mengabdi kepada-Nya. Guna mewujudkan kehendak-Nya itu, Allah telah mengokohkan pada diri manusia kesediaan untuk menyembah-Nya (QS Al-A’raf [7]: 172), yang secara implisit berisi kesanggupan untuk manusia untuk tunduk kepada-Nya. Dalam dimensi diri manusia yang paling dalam (roh) tertanam keyakinan bahwa Allah lah pusat kehidupan. Supaya dasar-dasar yang terbentuk dalam diri manusia tersebut tetap terpelihara, maka Allah memberikan bimbingan melalui teks ayat-ayat Al-Qur’an, sebagaimana dasar-dasar keimanan atau diwujudkan dalam kehidupan aktual manusia. Bimbingan Allah melalui kitab suci adalah cara yang digunakan Allah agar manusia selalu dalam posisi mengembangkan sifat-sifat asalnya dalam bentuk beribadah kepada-Nya.[27]



BAB III

PENUTUP

3.1    Kesimpulan

Hidup adalah pertalian antara roh dan badan serta hubungan interaksi antara keduanya. Hidup juga dapat diartikan suatu sifat yang dengan sifat itu sesuatu menjadi berpengetahuan dan memiliki kekuatan (Rohiman, 1996: 221). Tujuan manusia hidup adalah untuk mencapai kebahagiaan (kebaikan) di dunia dan kebahagiaan di akhirat kelak (QS. Al-Baqarah [2]: 201).

Tugas hidup adalah beribadah, yaitu mengabdi, melaksanakan pengabdian, dan menghambakan, diri kepada Allah (adz-Adzaariyaat: 56; al-Baqarah: 21; al-Fatihah: 4; al-Kahfi: 110; al-An’aam: 102). Sedangkan mengenai Hari akhir adalah berakhirnya alam kita sekarang, dimana segala sesuatu yang ada didalam menjadi binasa dan mati kecuali Dzat Allah maka dapat disimpulkan bahwa :

1.      Asal usul kehidupan masih berada dalam perdebatan panjang para Ilmuwan hingga kini.

2.      Teori Kehidupan yang dikemukakan dan dipercayai Pakar Kimia dn Biologi Modern banyak bertentangan dengan keyakinan ummat islam.

3.      Islam Mengajarkan dalam kehidupan manusia untuk menjadi pribadi yang Sholih ritual dan Sholih Sosial.

4.      Manusia memiliki bermacam ragam kebutuhan batin maupun lahir akan tetapi, kebutuhan manusia terbatas karena kebutuhan tersebut juga dibutuhkan oleh manusia lainnya. Karena manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama karena manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya yang maha kuasa tempat mereka berlindung dan memohon pertolongan. Sehingga keseimbangan manusia dilandasi kepercayaan beragama. Agama sangatlah penting dalam kehidupan manusia karena Agama : Sumber moral,  Merupakan petunjuk kebenaran,  Merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika,  Memberikan bimbingan rohani bagi manusia.

3.2    Saran

Membahas peran islam dalam kehidupan individu, kelompok dalam perspektif  islam itu sangat lah luas cakupan nya, makalah ini hanya bisa menjelas kan sebagian peran islam dalam kehidupan manusia dalam hal ilmu pengetauan dan sosial semata, sedang kan dalam hal ekonomi, politik di butuhkan peninjauan yang lebih luas lagi, demi tercapainya akurasi ilmu pengetahuan ini.




DAFTAR PUSTAKA



Abdul hakim, Atang dan Jaih mubarok. 2011. Metodeologi Studi islam. Bandung: Remaja Rosda karya.

Ahmad Supadie, Didiek. 2011. Pengantar Studi Islam, Jakarta: Rajawali Pers.

Alfatih Suryadilaga, Muhammad. 2017. Kontekstualisasi Hadis Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Berbudaya. KALAM, Vol.11, (1), 215.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989.  Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Dzuhailmi Dahalan dkk. “Analilis kepentingan dari sudut kehidupan beragama”, GEOGRAFIA Malaysia Journal of Society, Space 8 issue 3, hlm. 43-51.

Hamidullah, Muhammad. 1974. Pengantar Studi Islam. Jakarta: Bulan Bintang.



Kusnadi dkk. 2009. Buku Saku Biologi SMA 1,2,3. Bandung: Kawan Pustaka.

M. Echols, John dan Hassan Shadily. 2012. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Madjid, Nurcholis. 2011. Islam Doktrin & Peradaban, Bandung: Remgia resada karya.

Praditha, Riza. 2018. Akuntansi Spiritual : Usaha Berbasis Akhirat. Akuntansi Peradaban, Vol. IV No. 2 , hlm.  65-74.

Rijal, Hamid. 2010. Buku Pintar Agama Islam, Bogor: LPKAI CAHAYA SALAM.

Supadi, Ahmad D dkk. 2011. PengantarStudi Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

Thaha, Hisban dan Edhy Rustan. 2017. Orientasi Religiusitas dan Efikasi Diri dalam Hubungannya dengan Kebermaknaan Pendidikan Agama Islam pada   Mahasiswa IAIN Palopo. Jurnal Studi Agama dan Masyarakat, Vol. 13, No. 2.

Toni, Agus. 2018. Islam Dan Tata Nilai Kehidupan di Era Modern. Jurnal Studi Agama, Vol. 6, No. 1.

Warson Munawwir, Ahmad. 1984. Kamus Indonesia-Arab. Surabaya : Pustaka Progresif.



[1] Prof. Dr. Muhammad Hamidullah, Pengantar Studi Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, cet  1, 1974), hal. 59.
[2] K.H. Ahmad Warson Munawwir, Kamus Indonesia-Arab, (Surabaya : Pustaka Progresif, cet 1, 1984),  hal. 167.
[3] John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,Cet XXX, 2012.), Hal. 270.
[4] Tim Penyusun Pusat, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta : Balai Pustaka,1987), hal.128.
[5] Hisban Thaha dan Edhy Rustan, “Orientasi Religiusitas dan Efikasi Diri dalam Hubungannya dengan Kebermaknaan Pendidikan Agama Islam pada   Mahasiswa IAIN Palopo”, Jurnal Studi Agama dan Masyarakat, Vol. 13, No. 2, Desember 2017.
[6] Kusnadi, S.Pd., M.Si., Soni Muhsinin, S.Si., Yayan Sanjaya, S.P., M.Si, Buku Saku Biologi SMA 1,2,3, (Bandung: Kawan Pustaka, 2009). hal. 37.
[8] Didiek Ahmad Supadie,  Pengantar Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Pers, 2011), hlm. 183-184.
[9] Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, (Bogor: LPKAI CAHAYA SALAM,2010), hlm 98.
[10]Prof. Dr. Muhammad Hamidullah, Pengantar Studi Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, cet  1, 1974), hal. 68.

[11]Prof. Dr. Muhammad Hamidullah, Pengantar Studi Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, cet  1, 1974), hal. 62.
[12] Ibid., hal. 69.
[13] Prof. Dr. Muhammad Hamidullah, Pengantar Studi Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, cet  1, 1974), hal. 71.

[14] Idrus Ruslan, di dalam Muhammad Alfatih Suryadilaga,Kontekstualisasi Hadis Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Berbudaya”,KALAM, Vol.11, No. 1, juni 2017, Hlm. 215.
[15]Sekjend MPR RI, Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, 2012 di dalam Muhammad Alfatih Suryadilaga,Kontekstualisasi Hadis Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Berbudaya”,KALAM, Vol.11, No. 1, juni 2017, Hlm. 215.
[16] Muhammad Alfatih Suryadilaga,Kontekstualisasi Hadis Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Berbudaya”,KALAM, Vol.11, No. 1, juni 2017, Hlm. 215.
[17]Prof. Dr. Muhammad Hamidullah, Pengantar Studi Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, cet  1, 1974), hal. 72.
[18] Prof. Dr. Muhammad Hamidullah, Pengantar Studi Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, cet  1, 1974), hal. 73..
[19] Dzuhailmi Dahalan dkk. “Analilis kepentingan dari sudut kehidupan beragama”, GEOGRAFIA Malaysia Journal of Society, Space 8 issue 3, 2012, hlm. 43-51.
[20] Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, (Bogor: LPKAI CAHAYA SALAM,2010), hlm  609.
[21] Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, (Bogor: LPKAI CAHAYA SALAM,2010), hlm  604.
[22]Hedricks dkk, 2003:23-25 dalam Riza Praditha, “Akuntansi Spiritual : Usaha Berbasis Akhirat”, Akuntansi Peradaban, Vol. IV No. 2 Desember 2018 , hlm.  65-74.
[23] Didiek Ahmad Supadie,  Pengantar Studi Islam,(Jakarta:Rajawali Pers,2011), hlm  185.
[24] Agus Toni, “Islam Dan Tata Nilai Kehidupan di Era Modern”, Jurnal Studi Agama, Vol. 6, No. 1, Juni 2018,
[25] Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, (Jakarta: Gema Insani,2004), hlm 164-165.
[26] Didiek Ahmad Supadie,  Pengantar Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Pers,2011), hlm  183-184.
[27] Didiek Ahmad Supadie,  Pengantar Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm  184-185.

1 comment:

Cerdik Edukasi

SEJARAH PERKEMBANGAN DAN PROSES ISLAMISASI DESA SUKAHURIP KEC. PAMARICAN KAB. CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT

  SEJARAH PERKEMBANGAN DAN PROSES ISLAMISASI DESA SUKAHURIP KEC. PAMARICAN KAB. CIAMIS   PROVINSI JAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN A....