BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Vitalitas
(daya hidup) suatu masyarakat, suatu bangsa atau suatu kebudayaan sebagian
besar tergantung pada filsafat hidup yang dipandang dan dipraktikkanya. Di
dalam keadaan alaminya, semua orang hampir tak memikirkan sesuatu kecuali
kepentingan pribadinya sendiri, dan hanya kemudian tentang sanak keluarga
dekatnya. Akan tetapi disitu ada golongan-golongan manusia, pada tiap-tiap
zaman, yang terutama telah membedakan diri mereka sendiri. Jika kita
mempelajari sifat-sifat dan karakteristik-karakteristik sejumlah kebudayaan itu
tidak mesti bahwa semua golongan-golongan lain yang semasa akan hidup dalam
suatu keadaan biadab.[1]
Allah SWT adalah Tuhan Maha Pencipta. Dia
menciptakan alam semesta dengan segala isinya. Dia pula yang menciptakan
manusia serta berbagai kebutuhan dan kehidupan manusia, Dia juga yang mematikan
dan menghidupkan manusia. Allah SWT membagi kehidupan menjadi dua bagian yakni
kehidupan dunia dan akhirat. Apa yang dilakukan manusia di dunia akan berdampak
dalam kehidupan akhirat. Enak dan tidaknya kehidupan seseorang sangat
bergantung pada bagaimana ia menjalani kehidupan di dunia ini. Manakala manusia
beriman dan beramal shaleh dalam kehidupan di dunia ia pun akan mendapatkan
kenikmatan dalam kehidupan di akhirat. Karena itu ketika seseorang berorientasi
memperoleh kebahagiaan di akhirat maka ia akan menjalani kehidupan di dunia ini
sebaik-baiknya sebagaimana ditentukan oleh Allah dan rasulya.
Ketika
manusia berorientasi kepada kehidupan akhirat bukan berarti ia tidak boleh
menikmati kehidupan di dunia. Hal ini karena segala hal-hal yang bersifat
duniawi sangat disukai oleh manusia, karenanya islam tidak pernah mengharamkan
manusia untuk menikmati kehidupan dunia selama tidak melanggar ketentuan Allah
SWT apalagi sampai melupakan Allah SWT sebagai pencipta dan pengatur dalam
kehidupan ini. Manusia memang memandang indah segala hal yang bersifat dunia
dan itu wajar-wajar saja selama ia tidak mengabaikan tempat kembalinya.
Satu
hal terpenting yang harus diingat dan diimplementasikan oleh manusia selama
hidup di dunia adalah tiap-tiap manusia mempunyai pandangan terhadap hidup ini,
asal mula kejadiannya, kemana ia akan pergi, kehidupannya kembali terhadap
keabadian kebaikan dan keburukan. Islam pada dasarnya tidak mengenal adanya
perbedaan antara sesama manusia kecuali atas dasar ketakwaan kepada Allah dan
kebaikan prilaku dalam kehidupan. Islam memandang sesama manusia adalah sama. Oleh
sebab itu islam mengajarkan bagaimana hidup dan kehidupan manusia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hidup?
2. Bagaimana Bermulanya kehidupan?
3. Bagaimana konsep islam tentang kehidupan?
4. Bagaimana kahidupan di Dunia?
5. Bagaimana kehidupan di Akhirat?
6. Cara mencapai Tujuan Hidup?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian hidup
2. Untuk mengetahui Asal Usul kehidupan
3. Untuk mengetahui konsep islam tentang
kehidupan
4. Untuk mengetahui kehidupan Dunia dan
Akhirat
5. Untuk mengetahui Tujuan Hidup
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Hidup
Dalam
bahasa arab hidup berasal dari kata “hayya-yahya-hayatan”, yaitu hidup,
tinggal, kehidupan, Ia merupakan lawan kata dari “maata-yamuutu-mautan” yang
artinya mati dan kematian.[2]
Sedangkan dalam bahasa inggris hidup berasal dari kata live yaitu tinggal,
langsung dan bergerak.[3] Berdasarkan
dari beberapa makna tersebut maka dapat dikatakan bahwa hidup adalah bergerak, berjalan,
bernyawa, berdiam diri, tinggal, berlangsung dan bekerja.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia kata hidup memiliki arti bertempat tinggal, masih
ada, bergerak, dan bekerja. Sebagai contoh : “hidup di desa lebih tenang dari
pada hidup di kota”,“neneknya masih hidup, tapi kakeknya sudah meninggal”,
“ulat itu masih hidup”, penduduk di sekitar pelabuhan itu hidup dari berniaga;
. Kata hidup juga berarti masih berjalan, bernyawa, dan berlangsung ; “walaupun
ekonomi melemah akan tetapi perusahaan itu masih hidup”, “setiap yang hidup pasti
akan mati, kecuali Tuhan”, “yayasan tersebut hidup dari sumbangan masyarakat”[4]
Hidup
adalah pertalian antara roh dan badan serta hubungan interaksi antara keduanya.
Hidup juga dapat diartikan suatu sifat yang dengan sifat itu sesuatu menjadi
berpengetahuan dan memiliki kekuatan (Rohiman, 1996: 221). Jadi, hidup
merupakan kenikmatan dari Allah, sebab dengan adanya hidup, maka seseorang
dapat merasakan kenikmatan dan tanpa kehidupan maka tidak seorangpun dapat
menikmati arti kehidupan di duia serta merasakan pembalasan baik dan buruk
diakhirat nanti.
Makna
hidup merupakan sesuatu yang dianggap penting dan berharga, serta memberikan
nilai khusus bagi seseorang. Makna hidup bila berhasil ditemukan dan dipenuhi
akan menyebabkan kehidupan ini dirasakan demikian berarti dan berharga. Frankl
(1970) berpendapat, “bahwa makna hidup harus dilihat sebagai suatu yang sangat
objektif karena berkaitan dengan hubungan individu dengan pengalamannya dalam
dunia ini, meskipun makna hidup itu sendiri sebenarnya suatu yang objektif,
artinya benar-benar ada dan dialami dalam kehidupan”. Makna hidup ini
benar-benar terdapat dalam kehidupan itu sendiri, walaupun dalam kenyataannya
tidak mudah ditemukan, karena sering tersirat dan tersembunyi di dalamnya. Bila
makna hidup ini berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan kehidupan
dirasakan bermakana dan berharga yang pada giliranya akan menimbulkan perasaan
bahagia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebahagiaan adalah ganjaran atau
efek samping dari keberhasilan seseorang memenuhi makna hidup. “Makna hidup bisa ditemukan melalui tiga
cara, yaitu: nilai kreatif, nilai penghayatan, dan nilai bersikap”. ( Frankl)[5]
2.2
Asal Usul Kehidupan
Hingga
saat ini, masih terjadi perdebatan panjang antara para ahli mengenai asal usul
kehidupan. Para ahli telah memberikan beberapa defenisi atau teori tentang
kehidupan berdasarkan bidang bidang keilmuan mereka, antara lain :
1.
Teori Abiogenesis
Menurut
teori ini, kehidupan terjadi secara spontan dan berasal dari materi tak hidup.
Teori ini beranggapan bahwa kehidupan berawal dari benda mati. Contohnya,
seekor cacing yang keluar dari dalam tanah, maka cacing tersebut berasal dari
tanah. Contoh lainnya, katak yang keluar dari lumpur, maka katak tersebut
berasal dari lumpur. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh aristoteles,
seorang ahli filsafat Yunani, kemudian didukung
oleh John Needham yang merupakan ahli biologi.
2.
Teori Biogenesis
Teori
ini merupakan kebalikan dari teori abiogenesis bahkan ia merupakan bantahan
dari teori tersebut. Menurut teori ini kehidupan berasal dari kehidupan sebelumnya. Pendapat ini didukung oleh
Lazzaro Spazzalani, ia membuktikan dengan percobaan yang serupa dengan
percobaan needham. Hanya saja spazzalani membuat dua tabung reaksi, pada satu
tabung ia biarkan terbuka dan pada tabung lainnya ia tutup dengan kain kasa
yang dipanaskan, berbeda dengan tabung needham yang ditutup dengan gabus. Teori
ini juga didukung oleh Francesco Redi dengan percobaan sekerat dagingnya dan
didukung pula oleh Louis Pasteur dengan percobaan tabung leher angsanya yang
mana mereka semua adalah merupakan Pakar Biologi Itali.[6]
3. Teori
Evolusi
Pada
teori ini para Ilmuwan menyatakan bahwa kehidupan berasal dari senyawa organik
dan kimia di atsmosfer yang kemudian berkumpul membentuk materi hidup
(berevolusi). Pendapat ini pertama kali diajukan oleh A.I Oparin, seorang ahli
biokimia Rusia. A. I. Oparin menyatakan bahwa makhluk hidup terjadi dari
senyawa kimia, dan pada waktu itu di atmosfer belum ada oksigen bebas. Pendapat
Oparin mendapat dukungan dari J. B. S. Haldane ahli biologi berkebangsaan
Inggris. Oparin berpendapat bahwa makhluk hidup terjadi dari hasil reaksi kimia
antara molekul- molekul di dalam lautan yag panas. Lautan yang terbentuk pada
mulanya bersuhu tinggi sehingga energinya dapat digunakan untuk berlangsungnya
reaksi kimia.
Hasil
reaksi kimia membentuk semacam uap yang terdiri atas bahan organik, yaitu
sebagai bahan pembentuk sel. Kemudian seorang peneliti berkebangsaan Amerika,
Stanley Miller berhasil membuktikan teori tersebut, ia menyatakan bahwa
asal-usul kehidupan diawali dengan adanya senyawa organik di atmosfer yang
berupa gas-gas seperti metana (CH4), Hidrogen (H2), Uap air (H2O), dan amonia
(NH3) yang bereaksi dengan bantuan energi dari sinar kosmis dan kilatan listrik
halilintar sehingga terbentuk asam amino. Ia membuktikannya dalam laboratorium
dengan menggunakan seperangkat alat dengan nama Stanley Miller - Harold
Urey. Alat ini disimpan pada suatu kondisi
yang diperkirakan sama dengan kondisi pada waktu sebelum ada kehidupan. Ke
dalam alat tersebut dimasukkan bermacam gas, seperti uap air yang dihasilkan
dari air yang dipanaskan, hidrogen, metana, dan amonia. Selanjutnya pada alat tersebut diberikan
aliran listrik 75.000 volt (sebagai pengganti kilatan halilintar yang selalu
terjadi di alam padawaktu itu). Setelah seminggu, ternyata Miller mendapatkan
zat organik yang berupa asam amino. Zat ini merupakan bahan dasar pembangunan
kehidupan. Berdasarkan percobaan ini Ilmuwan menyebutnya sebagai Teori Evolusi
Kimia. Teori evolusi pada awalnya juga telah dikembangkan para ilmuwan seperti
mutasi makhluk hidup dan seleksi alam. Seorang Ilmuwan yang mengembangkan teori
ini ialah Charles Darwin. Ia merupakan seorang Naturalis berkebangsaan Inggris.
Menurut Darwin manusia dan semua makhluk hidup berasal dari nenek moyang yang
sama yang berupa makhluk bersel satu. Makhluk bersel satu tersebut terus
berevolusi hingga menjadi kera, dari kera menjadi manusia dalam waktu yang
lama.
Teori
evolusi inilah yang banyak diterima oleh Pakar Biologi Modern. Akan tetapi
teori ini dibantah oleh seorang Ilmuwan muslim kebangsaan Turki yang bernama
Adnan Oktar atau lebih dikenal dengan nama Harun Yahya. Beberapa bantahannya
ialah :
1. Darwin
berasumsi bahwa makhluk hidup yang ada sekarang berasal dari hal yang sama,
yaitu makhluk bersel satu. Setelah mengalami berbagai variasi kecil dan
bertahap, ia berevolusi menjadi makhluk yang lebih kompleks, hingga menjadi
seperti makhluk yang ada saat ini. Jika Darwin berkata bahwa makhluk hidup,
termasuk manusia adalah hasil evolusi yang berasal dari makhluk bersel satu,
dengan sendirinya ia menafikan kepercayaan bahwa manusia sebenarnya adalah
ciptaan Tuhan yang disempurnakan sendiri oleh-Nya, terbuat dari tanah yang
lantas turun ke Bumi karena melakukan sebuah kesalahan. Itu secara keyakinan
agama.
2. Secara
ilmiah, bukti tentang makhluk hidup bersel satu yang sedang berevolusi menjadi
makhluk hidup lain yang lebih kompleks (seharusnya sampai saat ini pun makhluk
itu harus terus berevolusi), tidak pernah ditemukan. Sampai saat ini belum ada
ilmuwan dari pihak pembela teori evolusi yang berhasil membuat sel tunggal yang
dipercaya terjadi secara kebetulan oleh teori Darwin. Dengan bukti ini saja
telah meyakinkan kita bahwa sebenarnya teori evolusi adalah kesalahan dalam
memahami fakta sebenarnya tentang alam dan kehidupan. Belum ada orang yang
mampu menghidupkan kembali yang mati terkecuali atas kehendak Allah lewat para
Nabi-nya.
3. Sebuah
tengkorak "Manusia Piltdown" yang diklaim sebagai bentuk peralihan
dari monyet ke manusia oleh pendukung teori evolusi, ternyata setelah melalui
"uji fluorin" diketahui umurnya baru beberapa ratus tahun saja. Dan
yang mengejutkan, terungkap bahwa tengkorak itu rekayasa tengkorak manusia yang
dipadukan dengan rahang tengkorak monyet. Sebuah penipuan untuk mendukung teori
sesat.
4. Teori
evolusi menurut Harun Yahya adalah dasar filsafat "Materialisme",
tentang menuhankan materi dan tidak mempercayai adanya Tuhan di segala bidang
kehidupan manusia. Karena teori itu percaya bahwa segalanya berjalan dengan
sendirinya. Teori itu dapat menyesatkan pemikiran orang awam yang tidak
mengetahui tujuan adanya teori tersebut. Teori evolusi menurut Harun Yahya
hakikatnya adalah perang terhadap kepercayaan tentang adanya Tuhan pencipta
alam semesta.[7]
Dari beberapa bantahan tersebut, maka beragam teori diatas, belum dapat menunjukkan bukti bukti
yang konkrit tentang asal mula kehidupan.
2.3 Konsep Islam Tentang Kehidupan
ALLAH
SWT membagi kehidupan menjadi dua bagian yakni kehidupan dunia dan akhirat. Apa
yang dilakukan manusia di dunia akan berdampak dalam kehidupan akhirat. Enak
dan tidaknya kehidupan seseorang sangat bergantung pada bagaimana ia menjalani
kehidupan di dunia ini. Manakala manusia beriman dan beramal shaleh dalam
kehidupan di dunia ia pun akan mendapatkan kenikmatan dalam kehidupan di
akhirat.
Kehidupan
di dunia menurut Islam adalah untuk menguji siapa di antara manusia yang
terbaik amalnya. Kehidupan dunia ini adalah ladang yang harus digarap dengan
amal sholeh. Sebab kalau tidak, kehidupan ini akan berakhir dengan kesia-siaan,
dan di akhirat kita tidak akan memperoleh sesuatu apa pun kalau di dunia ini
tidak beramal yang baik. Namun amal yang baik saja tidak cukup bagi Islam,
sebab amal yang baik itu harus amal yang harus didasarkan iman.[8]
Karena
itu ketika seseorang berorientasi memperoleh kebahagiaan di akhirat maka ia
akan menjalani kehidupan di dunia ini sebaik-baiknya sebagaimana ditentukan
oleh Allah dan rasulya. Ketika manusia berorientasi kepada kehidupan akhirat
bukan berarti ia tidak boleh menikmati kehidupan di dunia. Hal ini karena
segala hal-hal yang bersifat duniawi sangat disukai oleh manusia, karenanya
islam tidak pernah mengharamkan manusia untuk menikmati kehidupan dunia selama
tidak melanggar ketentuan Allah SWT apalagi sampai melupakan Allah SWT sebagai
pencipta dan pengatur dalam kehidupan ini.
2.4 Kehidupan di Dunia
Tentang
tahap kehidupan manusia di dunia, Al-Qur’an telah menjelaskan “Allah yang
menciptakan kamu dari keaadaan lemah (masih bayi). Lalu sesudah lemah dia
menjadikanmu kuat. Setelah itu dia menjadikan lemah (kembali) tua”.
(QS.Ar-Ruum: 54). Maksudnya kehidupan itu melalui banyak tahapan. Mulai dari
setetes air mani, menjadi segumpal darah, menjadi segumpal daging lalu
terbentuklah janin hingga lahirlah ke dunia. Selanjutnya tumbuh menjadi
anak-anak hingga remaja dan menjadi dewasa setelah itu menjadi tua dan mati.
Sesungguhnya umur manusiapun sudah ditentukan oleh Allah. “dan tidaklah
dipanjangkan umur seseoarang yang panjang umur, dan tidak dikurangi umurnya,
melainkan (sudah ditetapkan) dalam kitab (di Lauh Mahfudz) sesungguhnya yang
demikian itu mudah bagi Allah.” (QS.Fathir:11).[9]
Pandangan
manusia terhadap kehidupan beragam, mulai dari pandangan optimistis hingga
pandangan pesimistis. Demikian, penjelasan tentang kehidupan dan peranannya
dalam Islam menjadi sesuatu yang sangat penting. Tentang hidup dan kehidupan
manusia sering menjadi perdebatan banyak orang. Sudah banyak para ilmuwan
(scientist) yang merumuskan teori-teori tentang kehidupan manusia. Salah
satunya adalah teori yang dikemukakan oleh ilmuwan berkebangsaan Inggris yang
bernama Charles Darwin yang terkenal dengan Teori Evolusinya. Menurut seorang
cendekiawan muslim bernama Prof. DR. M.Mutawalli Asy-Sya’rawi dalam bukunya
“Al-Hayatu Wal Maut” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi
”Esensi Hidup dan Mati” dikatakan bahwa sesungguhnya indera manusia tidak
memiliki kemampuan untuk melihat esensi hidup dan kalaupun bisa hal itu
hanyalah praduga semata, sedangkan praduga akan cenderung menghasilkan suatu
kesimpulan yang salah pada akhirnya. Memang benar yang dikemukakan beliau
tersebut, hal ini terbuktikan dengan adanya praduga yang fatal dari Teori
Evolusi Charles Darwin.
Dalam
teori evolusinya ia mengatakan bahwa manusia berasal dari seekor kera, yang
berhasil ia temukan fosilnya dan diberi nama Loisy. Perhatikan Firman Allah
yang diterangkan dalam Al-Qur’ an sebagai berikut : Artinya : Ingatlah ketika
Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menjadikan
seorang manusia dari tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam yang
diberi bentuk.” (QS. Al-Hijr, 15 : 28) Maka dengan demikian, Teori Evolusi
Darwin secara otomatis langsung terbantahkan dan terpatahkan. Demikianlah,
melalui Firman Allah tersebut menjelaskan bahwasannya manusia diciptakan
langsung sebagai manusia, bukannya sebagai kera terlebih dahulu. Masih banyak
lagi Firman Allah yang menegaskan bahwa manusia diciptakan langsung oleh Allah
sebagai manusia seutuhnya, seperti pada Al-A’raf (7) : 11 dan Hud (11) : 61.
Begitulah, Allah Sang Pencipta seluruh alam semesta telah menerangkan dengan
sejelas-jelasnya tentang asal-usul kejadian manusia, namun mereka kebanyakan
masih mencari bukti-bukti lain selain penjelasan Allah tersebut. Naudzubillahi
min dzalik.
Baru
kemudian di awal abad ke-21 atau di awal milenium ke-3 ini muncul seorang
cendekiawan dan ilmuwan muslim yang bernama Adnan Oktar dari Turki yang dalam
tulisan-tulisan ilmiahnya lebih dikenal dengan nama Harun Yahya. Beliau telah
memiliki bukti-bukti sebagai sanggahan secara ilmiah berdasarkan cara berpikir
logika modern terhadap Teori Evolusi Darwin. Diperkuat pula secara arkeologi
yang menjelaskan bahwasannya tidak ada satu pun bukti yang berhasil ditemukan
yang dapat memperkuat argumentasi bahwa Teori Evolusi itu benar adanya. Harun
Yahya jelas-jelas mengatakan bahwa Teori Evolusi telah menyesatkan umat
manusia, bahkan beliau mengatakan bahwa Teori Evolusi Darwin telah membahayakan
Aqidah Islam, sehingga bagi umat Islam yang mempercayai Teori Evolusi tersebut
dikategorikan telah melanggar Aqidah Islam. Bagaimana mungkin mereka bisa
menduga bahwa manusia (yang juga termasuk dirinya Darwin) itu berasal dari
seekor kera, sedangkan kera adalah spesies binatang bukan manusia. Allah Sang
Pencipta manusia itu sendiri menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang
sebaik-baik ciptaan-Nya, sebagaimana yang dijelaskan melalui Firman-Nya :
Artinya : Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia itu dalam bentuk/rupa
yang sebaik- baiknya. (QS. At-Tin, 95 : 4) Perhatikan Firman Allah berikut :
Artinya : Dan segala sesuatunya Kami ciptakan berpasang-pasangan agar supaya
kamu mengingat kebesaran Allah. (QS. Adz-Dzariyat, 51 : 49) Ayat di atas begitu
gamblang menjelaskan bahwa Allah menciptakan segala sesuatunya secara
berpasang-pasangan, yakni laki-laki dan perempuan (untuk manusia), jantan dan
betina (untuk fauna), bahkan berlaku pula untuk tumbuh-tumbuhan (flora).
Dahulu
kala orang mengasosiasikan jenis kelamin hanya untuk manusia dan hewan, serta
tidak berlaku untuk tumbuh-tumbuhan. Namun, seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan di akhir abad ke-20, orang sudah tahu bahwa dalam dunia
tumbuh-tumbuhan (flora) pun terdapat yang namanya “jenis kelamin”, yakni yang
disebut sebagai serbuk sari (jantan) dan kepala putik (betina). Jadi maha
benarlah apa-apa yang dikatakan Allah dalam Firman-Nya. Dalam penciptaan
manusia pertama (Adam), setelah Allah meniupkan ruh ke dalam tubuh Adam,
bersamaan dengan itu pula Allah telah menciptakan bahan dasar (substansi)
keturunan manusia pada punggung Adam, dalam bentuk material substansi calon
manusia (ciptaan) yang amat teliti dan teramat kompleks yang tercermin dalam
DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) pada tiap-tiap manusia yang dilahirkan kemudian.
Sementara itu, Siti Hawa (isteri Adam) diciptakan langsung oleh Allah dari
tulang rusuk Adam. Hal ini diterangkan Allah dalam Firman-Nya : Artinya : Wahai
sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya (Hawa) dari
(diri)nya; dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan
yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta,
dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasimu. (Q.S. An-Nisa, 4 : 1).
Sejak
awal, Allah SWT telah memperlihatkan eksistensi Dzat-Nya kepada semua makhluk
ciptaan-Nya, dari yang pertama diciptakan sampai yang terakhir, termasuk kepada
manusia. Sebab tanpa persaksian ini, manusia tidak akan pernah mampu mencerna
dan menangkap dengan panca inderanya atas pemahaman hal-hal yang bersifat ghaib
(tidak nyata). Dari awal kejadian manusia itu, sebenarnya manusia sudah
meyakini bahwa Allah itu ada. Inilah yang disebut sebagai Fitrah Iman kepada
Allah yang terdapat di dalam Af-idah (Akal & Hati nurani) manusia itu
sendiri. Hati nurani manusia senantiasa akan selalu mendekatkan jiwa dan diri
manusia itu sendiri kepada Sang Penciptanya, yakni Allah SWT. Hati nurani akan
selalu melekat pada diri manusia sejak ia dilahirkan hingga ajal menjemputnya,
bahkan hingga manusia dibangkitkan kembali oleh Allah SWT pada hari kiamat
nanti.
Di
antara ilmu-ilmu fisiologi yang sudah begitu jauh berkembang sampai dengan
pengenalan mekanisme dan fungsi organ-organ tubuh manusia, ditambah lagi dengan
temuan-temuan di bidang ilmu genetika manusia yang sedemikian spektakuler pada
milenium ketiga ini, namun hingga saat ini masih sangat banyak manusia yang
belum sepenuhnya mengerti tentang hakikat (esensi) dirinya sendiri, karena
memang ilmu pengetahuan tentang esensi hidup manusia masih sangat jarang
dibicarakan dan masih sangat jauh dari kemajuan sehingga sampai kini masih
berada pada tahap awal pengenalan sisi-sisi penting kehidupan manusia. Islam
memandang eksistensi manusia sebagai suatu kesatuan utuh yang tidak dapat
dipisahkan antara jasmani, rohani, serta akal dan budi. Akal dan budi tersebut
sebagai Af-idah yang telah dikaruniakan Allah kepada manusia. Budi itulah yang
disebut sebagai hati nurani. Antara jasmani, rohani, dan akal budi (Af-idah)
saling terkait serta membentuk suatu ikatan yang saling menguatkan satu dengan
yang lainnya (interdependensi).
Pandangan
Islam terhadap manusia dalam hal ini adalah seimbang (tawazun). Oleh karena
manusia tidak mampu membuat sistem bagi kehidupannya sendiri, maka yang paling
kompeten (kuasa) membuat sistem kehidupan manusia adalah Allah SWT. Maka dari
itu, untuk mengungkap esensi hidup manusia di dunia ini haruslah melalui
wahyu-wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasulullah SAW berupa Al-Qur’an dan
Hadits yang dapat menjelaskan tentang hakikat manusia itu sendiri. Dia-lah yang
paling menguasai tentang manusia karena Dia (Allah) yang menciptakannya.
Perhatikan Firman Allah berikut ini : Artinya : Apakah Allah yang menciptakan
itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan kamu rahasiakan)? (QS. Al-Mulk, 67
: 14).
Kehidupan
Manusia di Dunia yang Fana’ ini pada Hakikatnya adalah :
1. Kesenangan
yang Menipu atau Memperdaya. …dan tidaklah kehidupan dunia itu melainkan
hanyalah kesenangan yang menipu/memperdaya. (QS. Ali Imran, 3 : 185).
2. Permainan
dan Sesuatu yang Melalaikan. Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu
hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, …. (QS. Al-Hadid, 57 : 20).
3. Kesenangan
yang Teramat Sedikit Sekali. … kenikmatan hidup di dunia ini bila dibandingkan
dengan akhirat amatlah sedikit sekali. (QS. At-Taubah, 9 : 38)
4. Rangkaian
Ujian dan Cobaan Hidup.
Dan
Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai suatu cobaan.
Dan hanya kepada Kamilah kalian dikembalikan. (QS. Al-Anbiya, 21 : 35) Allah
akan memberi cobaan hidup kepada manusia dengan bermacam-macam cobaan yang bisa
berupa kesulitan atau kesusahan hidup, himpitan ekonomi, penyakit dan
kesedihan-kesedihan lainnya, tetapi bisa pula berupa kesenangan hidup, rizki
yang berlimpah, isteri yang sangat cantik, anak yang banyak, perhiasan dari
emas dan perak, ternak yang banyak atau hasil sawah, kebun dan hasil pertanian
yang berlimpah. Semua itu dimaksudkan Allah SWT untuk menguji manusia serta
untuk menyeleksi mana di antara manusia tersebut yang paling baik perbuatannya,
paling baik akhlaqnya, paling baik imannya, dan yang paling tinggi
kesabarannya. Dengan memberikan cobaan-cobaan dan ujian kepada manusia
tersebut, Allah ingin mendengar sendiri secara langsung dari manusia yang
diuji-Nya tentang reaksi dan komentar atas cobaan itu.
2.4.1
Konsepsi Hidup Dalam Islam
1.
Ideologi Islam
Terkenal
dalam motto islam disimpulkan di dalam pernyataan Qur’an “Kebaikan di dunia ini
dan kebaikan di akhirat kelak” islam tentu tidak akan puas dengan orang extrim
aliran mana saja, para ultra-spritualis dan para ultra
matrealis (aliran-aliran yang terlalu spiritualis dan aliran aliran yang
terlalu materialistis), juga ia dapat dipraktikan oleh suatu mayoritas manusia,
yang mengikuti suatu jalan tengah, dan berusaha mengembangkan secara bersama
badan dan jiwa, menciptakan suatu keseimbangan yang harmonis di dalam manusisa
sebagai suatu keseluruhan. Seseorang akan setuju bahwa tujuan praktek-praktek
spiritual adalah untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah wajibul wujud,
khaliq tuhan kita, dan untuk mendapat keridoanya.[10]
2.
Percaya Pada Tuhan
Islam
mempunyai keistimewaannya sendiri. Ia percaya pada ke-Esaan Tuhan yang mutlak,
dan menetapkan suattu bentuk ibadah dan sembahyang yang tidak mengizinkan baik
khayal-khayal maupun simbol-simbol. Di dalam islam, Tuhan tidak hanya trancendent dan non-materiil, di luar sesuatu penglihatan jasmani, tetapi Dia
adalah yang ada di mana-mana dan Maha Kuasa. Perhubungan antara manusia dan Khaliknya
adalah langsung dan perseorangan, tanpa memerlukan suatu perantara. Meskipun
orang yang paling soleh dan orang suci, sebagaimana para nabi, hanyalah
penuntun-penuntun dan utusn utusan; dan terserah kepada orang perseorangan
untuk membikin pilihannya dan dengan langsung bertanggung jawab kepada Tuhan. [11]
3.
Masyarakat
Meskipun islam bermaksud mengembangkan
kepribadian pada manusia, ia juga mencari persatuan sosial. Ini telah dapat
dilihat disemua ketentuan-ketentuannya, baik mereka bersifat agama ataupun duniawi.
Jadi pekerjaan ibadah pada prinsipnya adalah kolektif, (jika di dalam soal
kebutuhan ada suatu pembebasan berhubungan dengan sembahyang lima kali setiap
hari, maka tidak ada pembebasan berhubungan dengan sembahyang-sembahyang setiap
minggu atau setiap tahun); haji adalah juga suatu contoh yang juga lebih
terang, karena orang-orang mukmin berkumpul di tempat yang sama, datang dari
semua penjuru dunia; aspek kemasyarakatan dari berpuasa menunjukkan sendiri di
dalam kenyataan bahwa ia mengambil tempat didalam bulan yang sama untuk semua
orang yang beriman di seluruh dunia; keperluan mempunyai seorang khalifah, kewajiban
membayar zakat bermaksud untuk kebutuhan-kebutuhan perkumpulan, dan sebagainya,
semua hal-hal ini menyaksikan tujuan yang sama. Ia berkelanjutan bahwa didalam
perkumpulan, atau masyarakat, ada suatu kekuatan yang orang-orang tidak
mempunyai secara perseorangan.[12]
4.
Kebangsaan
Adalah
didalam pengertian ini, bahwa islam menolak dasar yang sempit tentang
kebangsaan sebagai elemen solidaritas kesukaan kepada keturunan atau tanah
dimana seseorang dilahirkan, dengan tidak ragu-ragu adalah lazim; mementingkan
kepada bangsa manusia menuntut suatu toleran tertentu kepada sesama golongan
yang lain. Pembagian kesejahteraan alam di bagian-bagian dunia yang
berbeda-beda dalam jumlah yang bermacam-macam menjadikan dunia saling
tergantung. Tak dapat tidak seseorang dipaksa untuk “hidup dan biar hidup” ;
jika tidak maka suatu rangkaian yang tak putus-putusnya dari pembalasan dendam
dengan bunuh membunuh aka menghancurkan semuanya. Kebangsaan atas dasar bahasa,
warna, bangsa, atau tempat lahir adalah sangat primitif; di dalamnya adalah
suatu kecelakaan, suatu jalan buntu, sesuatu di mana orang tidak memiliki
pilihan. Pengertian islam adalah progresif, dan didasarkan hanya pada pilihan
perseorangan, karna ia mengusulkan kesatuan semua mereka hanya percaya pada
ideologi yang sama, tanpa pembedaan bangsa, bahasa atau tempat tinggal.[13]
Kehidupan
Berbangsa dan Berbudaya di Indonesia. Idrus Ruslan, melakukan kajian tentang
pembangunan yang dilakukan di Indonesia yang tidak saja dilakukan secara fisik
melainkan juga secara non fisik (mental). Adanya Pancasila sebagai spirit dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara menjadikan Indonesia sebagai negara yang
religius. Hal ini sesuai dengan semangat yang ada dalam ajaran Islam baik dalam
al-Qur’an dan Hadis.[14]
Dalam
konteks yang lebih luas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah melalui
penegakkan empat pilar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni
Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Keempat ini dijadikan
sebagai sebuah tatanan yang sangat penting dalam tegaknya bangsa Indonesia.[15]
Empat hal inilah yang dijadikan sebagai modal dasar bagi bangsa Indonesia di era kekinian dalam
merajut kehidupan berbangsa dan bernegara agar tidak mudah terkoyak dengan
modernitas dan perkembangan zaman.
Dalam
konteks demokrasi, bangsa Indonesia kenal dengan demokrasi Pancasila yang
membedakan dengan demokrasi lainnya. Sebagai sebuah demokrasi, Pancasila pada
hakikatnya merupakan norma yang mengatur penyelenggaraan kedaulatan rakyat dan
penyelenggaraan pemerintahan negara. Selain itu juga diatur pula, hal-hal dalam
kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan, bagi setiap
warga negara Republik Indonesia, organisasi kekuatan sosial politik, organisasi
kemasyarakatan, dan lembaga kemasyarakatan lainnya serta lembaga-lembaga Negara
baik di pusat maupun di daerah. Konsep demokrasi Pancasila digali dari nilai
masyarakat asli Indonesia dengan nilai-nilai yang melekat kepadanya. Demokrasi
Pancasila merupakan jalan tengah yang harus disikapi secara bijak karena
merupakan alternatif pemersatu antara beragam latar belakang suku dan budaya
masyarakat Indonesia.[16]
5.
Pandangan Ekonomi
Seseorang dapat
menanggung banyak kekurangan, tetapi tidak tentang makanan. Konsepsi islam
tentang persoalan pokok ini sudah terkenal. Ia memandang pendistribusian
kembali yang tetap dan peredaran kekayaan nasiaonal. Jadi, yang miskin
dibebaskan dari zakat, sedang yang kaya di bebani zakat untuk kepentingan yang
miskin. juga ada uu yang mensyaratkan pembagian wajib dari barang warisan, dan
yang melarang penumpukan kekayaan ditangan orang yang sedikit, dengan jalan
mengutuk bunga pada pinjaman, dan melarang warisan bagi kerugian sanak keluarga
dekat, dan sebagainya, dan yang menetapkan peraturan-peraturan tentang
penggunaan pendapatan negara, bermaksud pada pembagian kembali yang berguna
dari pemasukan ini di antara para penerima uang dimana orang-orang fakir
terdaftar diatas. Jika prinsip ini dipegang di dalam pandangan, ia membiarkan
perbedaan-perbedaan didalam jalan dan cara-cara menurut daerah-daerah,
zaman-zaman dan keadaan, asalkan tujuan dicapai. [17]
6.
Kemauan Bebas Dan Takdir
Takdir didalam islam mempunyai
kepentingan yang lain, bukan penting
yang kurang, yaitu hanya Tuhan sendiri yang menyifati perbuatan manusia
kuaalitas baik atau buruk adalah Tuhan yang menjadi sumber semua hukum. Adalah
ketentuan-ketentuan Tuhan yang diperhatikan didalam semua laku kita, dan yang
dia hubungkan kepada kita melalui utusan-Nya yang dipilih. Muhammad SAW adalah
yang terakhir dari mereka, juga satu satunya yang ajarannya telah dipelihara dengan lebih baik. Kita
mempunyai yang asli dari berita-berita kuna yang telah menderita kerusakan
akibat perang-perang saudara yang celaka dari masyarakat manusia. Quran tidak
hanya satu pengecualian bagi peraturan, tetapi juga mengatur berita Tuhan yang
kemudian. Adalah suatu hal biasa bahwa suatu hukum yang kemudian datangnya
membatalkan ketentuan-ketentuan yang lebih dahulu dari pembuat hukum yang sama.
Di dalam kesimpulan, marilah kita
menunjuk kepada sifat lain dari kehidupan islam; adalah kewajiban seorang islam
tidak hanya mengikuti hukum Tuhan didalam lakunya sendiri sendiri didalam
hidupnya sebagai seorang individu maupun sebagian dari masyarakat, didalam
hidupnya duniawi maupun spritual. Dia juga menyumbangkan, sesuai dengan
kesanggupan-kesanggupannya dan kemungkinan-kemungkinannya, kepada penyebaran
ideologi ini, yang didasarkan pada wahyu Tuhan dan dimaksudkan untuk
kesejahteraan semua.[18]
2.4.2
Akhlak
dan Signifikanya dalam Kehidupan Seorang Muslim
1.
Hubungan dengan Tuhan
Dalam
islam, cara berhubungan dengan tuhan adalah menurut ketentuan Allah SWT tidak
bisa sekehendak seseorang, karena tidaklah pantas manusia, menentukan dan
mengatur tuhan, sebaliknya yang pantas adalah manusia tunduk pada aturan yang
datang dari Allah SWT. Allah berfirman : “Hai manusia sembahlah (beribadah)
pada Tuhan yang menjadijkan kamu dan orang-orang sebelum kamu, mudah-mudahan
kamu orang-orang yang bertakwa.” (QS al-Baqarah:21) “Dan karena Tuhanmu
berfirman berdoalah kepadaku niscaya akan ku perkenankan bagimu.” (QS
al-Mukminun:60) “Dan aku tidak dijadikan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembahku.” (adz-Dzariah 5:56) Ayat-ayat tersebut memberi penjelasan
bahwa hubungan manusia dengan khaliknya menggambarkan keta’atan dan ketundukan
kepada-Nya, karena itu segala ibadah harus menggambarkan kepada Allah dan
sesuai aturan serta ketentuan Allah swt.
2.
Hubungan Manusia dengan Manusia
a.
Hubungan antara mukmin dengan mukmin
lainnya
Dalam
hal ini Allah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara.
Karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah
supaya kamu mendapatkan rahmat.” (QS al-Hujurat:40) “Dan tolong menolonglah
kamu dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah tolong menolong dalam berbutat dosa dan pelanggaran. Sesungguhnya
amat berat siksanya.” (QS al-Maidah:2)
b.
Hubungan antara mukmin dengan non-Mukmin
Dalam
hal ini Allah berfirman: “Katakanlah: Hai orang-orang ingkar, aku tidak akan
menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah.
Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak
pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu dan
untukku agamaku. (QS al-Kafirun:1-6) “Allah tidak melarang kamu (berbuat baik)
dengan orang-orang yang tidak memerangi kamu dalam agama dan tidak mengusir
kamu dari negerimu bahwa kamu berbuat baik kepada mereka.” (QS
al-Mumtahanah:60) Ayat-ayat tersebut menerangkan bahwa bolehnya berhubungan
dengan orang tidak seagama selama tidak menunjukkan keinginan mengganggu
keyakinan agama masing-masing.
c.
Hubungan Manusia dengan Alam
Allah
swt. Telah menjadikan alam ini untuk manusia dan untuk dimanfaatkan sesuai
dengan ridha Allah. Tidak untuk dirusak dan untuk berbuat binasa. Allah swt
berfirman: “Dan janganlah kamu berbuat binasa di bumi sesudah dijadikan baik
dan berdo’alah kepada Allah dengan takut (kepada siksa-Nya) dan menuntut
(kasih-Nya). Sesungguhnya rahmat Allah dekat dengan orang-orang berkebajikan.”
(QS al-A’raf:56) “Dialah yang menjadikan
matahari, bulan menyinari, mengaturnya dengan ketentuan supaya kamu mengetahui
bilangan-bilangan tahun dan perkiraan. Dan tidaklah Allah menjadikannya kecuali
dengan yang benar, menerangkan tanda-tanda (Keesaan Allah) bagi kamu yang
mengetahui.” (QS Yunus:5-6)
2.5
Kehidupan
di Akhirat
Azab
kebinasaan yang tidak mau ditimpakan oleh Allah s.w.t. ke atas manusia bukan
hanya sekadar di kehidupan dunia malah turut menjangkau balasan azab yang kekal
di kehidupan akhirat (selepas mati). Penciptaan neraka tidak sama sekali
menggambarkan keinginan Allah s.w.t. untuk memenuhkan bilangan manusia di
tempat balasan ini, tetapi sekadar ingin memberi ancaman kepada mereka yang
lalai dalam kalangan umat manusia. Maka, syurga juga dicipta sebagai khabar
gembira yakni balasan kepada manusia yang mengabdikan diri kepada Allah s.w.t.
Bukti kasih sayang Allah s.w.t. terhadap umat manusia telah dizahirkan dengan
pengutusan 124,000 nabi-nabi a.s. ke atas muka bumi dengan tujuan supaya
manusia mendapat kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Maka, tiada jalan
lain untuk manusia mendapat kebahagian melainkan dengan cara mengikut petunjuk
nabi yang telah diutuskan. Firman Allah s.w.t. yang bermaksud: “Wahai nabi,
sesungguhnya Aku mengutusmu untuk menjadi saksi dan sebagai pembawa kabar
gembira dan pemberi peringatan. Dan sebagai seorang pemanggil (mengajak) kepada
agama Allah dengan izin-Nya, dan menjadi pelita yang terang.” (Surah
Al-Ahzab:45-46)
Berdasarkan
petunjuk yang jelas melalui kedatangan nabi-nabi a.s., maka agama merupakan
maksud yang perlu dicapai oleh individu manusia dalam setiap juzuk kehidupan
mereka. Persoalan penting yang perlu diajukan pada diri sendiri bagi setiap
individu Muslim yang mukallaf ketika menjalani kehidupan mereka 24 jam ialah
apakah Allah s.w.t redha dengan perbuatan saya atau tidak? Firman Allah s.w.t
yang bermaksud: “Dan sesiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut
melanggar perintah Allah serta menjaga dirinya jangan terdedah kepada azab
Allah, maka merekalah orang-orang yang beroleh kemenangan.”(Surah An-Nur:52).[19]
Berikut ini adalah fase perjalanan hidup di akhirat.
1.
Alam Barzah
Mengenai
kehidupan sesudah mati, Al-Qur’an tidak menjelaskan tentang hari akhir saja,
tetapi juga memberikan banyak informasi menyangkut kejadian dan peristiwa saat
kematian, kehidupan barzah, dan peristiwa-peristiwa sesudahnya. Dengan
kematian, seseorang memasuki tahap pertama kehidupan akhirat. Hal ini
dinyatakan oleh hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Turmuzi, Ibn Majah dan hakim
melalui Usman, yang artinya: Sesungguhnya kubur itu adalah tahap pertama untuk
alam akherat. Jika seseorang telah selamat dalam menempuh tahap pertama ini,
maka dalam menempuh tahap-tahap berikutnya akan lebih ringan. Jika ia tidak
selamat dalam menempuh tahap pertama, maka dalam menempuh tahap-tahap
berikutnya, ia akan lebih berat. Tahap pertama setelah kematian disebut dengan
alam barzah atau alam kubur. Dalam tahap ini semua orang yang telah mati akan
“hidup” dalam satu alam penantian datangnya hari kiamat. Tahap ini dimulai
sejak seseorang meninggal dunia hingga hari kebangkitan. Hal ini diungkapkan
dalam Al-Mu’minuun (23) : 99-100 sebagai berikut : Artinya : Hingga apabila
datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Ya Tuhanku,
kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang shaleh terhadap yang
telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan
yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka
dibangkitkan. (QS. Al-Mu’minun, 23 : 99-100).
2.
Hari Kiamat (Yaum al-Qiyamah)
Kehidupan
akhirat dimulai dengan peniupan sangkakala yang pertama. Dengan peniupan sangkakala
itu, alam raya dan dunia seisinya menjadi hancur, matahari digulung, bulan
terbelah, bintang-bintang pudar cahayanya, dan gunung-gunung dihancurkan
menjadi debu yang beterbangan bagaikan kapas. Itu semua merupakan kehancuran
total. Dalam Al Qur’an peristiwa itu disebut kiamat. Hal ini diungkapkan,
misalnya, dalam Al-Haqqah (69); 13-16 sebagai berikut. Artinya: Maka apabila
sangkakala ditiup sekali tiup, dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu
dibenturkan keduanya sekali bentur. Maka pada hari itu terjadilah kiamat, dan
terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi lemah. (Qs Al-haqqah
(69); 13-16). Dalam An-Naba’ (78) : 17-20 juga dipaparkan kejadian dan
peristiwa pada hari kiamat seperti berikut. Artinya : Sesungguhnya hari keputusan
(baca: hari kiamat) adalah suatu waktu yang ditetapkan, yaitu hari (yang pada
waktu itu) ditiup sangkakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok dan
dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu dan dijalankanlah
gunung-gunung maka menjadi fatamorganalah ia. (QS An-Naba (78):17-20) Ayat di
atas menginformasikan bahwa datangnya hari kiamat itu telah ditetapkan oleh
Tuhan. Tuhan sendirilah yang mengetahui kapan datangnya. Tuhan hanya memberi
sinyal bahwa hari kiamat itu ditandai dengan peniupan sangkakala. Dalam
Az-Zumar (39) : 68 diungkapkan proses peniupan sangkakala oleh malaikat seperti
berikut. Artinya : Dan ditiuplah sangkakala maka matilah siapa yang di langit
dan di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala
itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya
masing-masing). (QS. Az-Zumar, 39 : 68) Ayat di atas menginformasikan bahwa
peniupan sangkakala itu tidak hanya sekali saja. Pada peniupan sangkakala yang
pertama tidak seluruh makhluk akan hancur dan binasa. Namun, ada yang
dikehendaki oleh Allah untuk tidak hancur, yakni Malaikat Izrofil yang bertugas
meniup sangkakala. Pada peniupan sangkakala yang kedua manusia seisi bumi dan
langit bangun dan hidup kembali.
Peristiwa
kiamat dikemukakan oleh Al-Qur’an dengan kedahsyatannya yang hebat.
Kedahsyatannya itu tidak hanya berbentuk materi-fisik, seperti kehancuran
langit, bumi dan gunung, melainkan juga berbentuk mental-psikologis. Goncangan
mental-psikologis ini diungkapkan dalam Al-Hajj (22) : 1-2 sebagai berikut.
Artinya : Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; Sesungguhnya kegoncangan
hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). Ingatlah
pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang
menyusui anaknya dari anak yang disusukannya dan gugurlah segala wanita yang
hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka
tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat kerasnya. (QS. Al-Hajj, 22 :
1-2) Dalam ayat di atas juga diinformasikan terjadinya perubahan perilaku
kejiwaan manusia. Diantaranya, para ibu yang tidak memikirkan keselamatan dan
kesehatan bayinya sehingga lupa menyusui. Goncangan mental-psikologis lainnya
ialah gugurnya kandungan semua wanita yang hamil.
Banyak
sekali ayat Al-Qur’an yang menginformasikan peristiwa kehancuran alam secara
total pada hari kiamat, tetapi tidak ada informasi sedikitpun kapan hari kiamat
datang dan terjadi. Bahkan secara tegas dalam berbagai ayat dinyatakan bahwa
tidak seorangpun yang mengetahui kapan hari kiamat itu datang. Dalam An-Nazi’at
(79) : 42-44, yang artinya : (Orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad)
tentang hari berbangkit, “Kapankah terjadinya?” “Siapakah kamu, (maka) dapat
menyebutkan (waktunya)?” Kepada Tuhanmulah dikembalikan kesudahannya (ketentuan
waktunya). (QS. An-Nazi’at, 79 : 42-44) Walaupun demikian, Al-Qur’an
menginformasikan bahwa waktu datangnya kiamat itu sudah dekat. Hal ini
diungkapkan dalam Al-Anbiya’ (21) : 1 berikut. Artinya : Telah dekat kepada
manusia hari menghisab segala amalan mereka (baca : kiamat), sedang mereka
berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya). (QS. Al-Anbiya’, 21 : 1)
Waktu datangnya kiamat tetaplah misteri, meskipun ada sejumlah ayat Al-Qur’an
dan hadist yang menginformasikan tanda-tandanya. Karena informasi itu banyak
bersumber dari hadist, sebagian ulama meyakini dan sebaliknya, dan sebagian
lagi menolaknya. Tanda-tanda yang berasal dari informasi hadis, antara lain:
1. Terbitnya
matahari dari arah barat. Informasi ini diungkapkan dari hadis yang
diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud melalui Abu Hurairah;
2. Datangnya
imam mahdi. Kedatangan imam Mahdi ini diungkapkan melalui berbagai hadis nabi,
seperti yang diungkapkan oleh Abu Dawud dan Turmuzi. Namun, hadis-hadis yang
menginformasikan datangnya Imam Mahdi itu dinilai oleh sebagian ulama sebagai
hadis yang lemah (daif);
3. Datangnya
Dajjal. Hadis yang menginformasikan kedatangan Dajjal ini dinilai oleh sebagian
ulama sebagai hadis sahih, seperti yang diriwayatkan oleh Turmuzi, Bukhari,
Muslim, Nasa’i, dan Ibnu Majah melalui ‘Aisyah;
4. Turunnya
Nabi Isa ke dunia. Sekian banyak hadis nabi yang menginformasikan turunnya nabi
Isa, seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim melalui Abu Hurairah.
Bahkan, As Suyuthi melengkapi dengan sekian banyak hadis yang dinilainya
sebagai hadis yang sahih. Walaupun demikian, sebagian ulama menyatakan bahwa
hadis-hadis yang menginformasikan turunnya Nabi Isa menjelang kiamat itu adalah
hadis yang lemah (daif):
5. Rusaknya
kakbah. Hadis tentang rusaknya kakbah sebagai tanda kiamat diriwayatkan oleh
Muslim melalui Abu Hurairah;
6. Lenyapnya
Al Qur’an dari hati manusia. Diinformasikan oleh hadis yang diriwayatkan oleh
Ibnu Majah melalu Huzaifah;
7. Kafirnya
semua manusia yang hidup di muka bumi. Hadis mengenai hal ini diriwayatkan oleh
muslim melalui Anas. Kualitas hadis-hadis yang menginformasikan tanda-tanda
kiamat di atas memang menjadi polemik para ulama. Sebagian ulama menyatakan
sebagai hadis sahih, tetapi sebaian yang lain menyatakan sebagai hadis yang
lemah (daif).
Tanda-tanda
kiamat yang diinformasikan oleh Al-Qur’an setidaknya ada tiga.
Pertama,
munculnya binatang ajaib yang biasa disebut dabbah al-ard, seperti dalam
An-Naml (27) : 82, yang artinya : Dan apabila perkataan telah jatuh atas
mereka, Kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan
kepada mereka bahwa sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat
Kami. (QS. An-Naml, 27 : 82). Berdasarkan makna harfiah ayat di atas, tanda
kiamat adalah munculnya binatang yang bernama dabbah al-ard. Binatang ini
mempunyai keistimewaan, yaitu dapat berbicara kepada orang-orang kafir. Hanya
tidak diketahui bagaimana bentuk dan wujud binatang itu karena Al-Qur’an
sendiri tidak menginformasikan lebih jauh tentang binatang itu.
Kedua,
munculnya Yakjuj dan Makjuj, seperti terdapat dalam Al-kahfi (18) : 94. Artinya
: Mereka berkata, “Hai Zulqarnain, sesungguhnya Yakjuj dan Makjuj itu
orang-orang yang membuat kerusakan di bumi, maka dapatkah kami memberikan
sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara Kami dan
mereka.” (QS. Al-Kahfi, 18 : 94). Yang dimaksud Yakjuj dan Makjuj ialah dua
bangsa yang membuat kerusakan di muka bumi, sebagaimana yang dilakukan oleh
bangsa Tortor dan Mongol.
Ketiga,
adanya kabut atau asap yang menutupi semua manusia, seperti terdapat dalam
Ad-Dukhan (44) : 10-12, yang artinya : Maka tunggulah hari ketika langit
membawa kabut (asap) yang nyata, yaitu meliputi manusia. Inilah azab yang
pedih. (mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, lenyapkanlah kami dari azab itu.
Sesungguhnya kami akan beriman.” (Qs Ad-Dukhan, 44 : 10-12) Sebagian ulama
meyakini bahwa “hari” yang dimaksud adalah hari kiamat. Namun, sebagian ulama
yang lain tidak sependapat bahwa “hari” pada ayat di atas tidak secara tegas
mengacu pada hari kiamat. Informasi tanda-tanda yang bersumber dari Al-Qur’an
bukan merupakan informasi yang tegas (zanny ad dalalah).
3. Hari Kebangkitan (Yaum Al-Ba’as)
Hari
kebangkitan (yaum al-ba’as) ditandai dengan peniupan sangkakala yang kedua.
Jika dengan peniupan sangkakala yang pertama manusia dan seluruh alam raya
hancur dan binasa, dengan peniupan sangkakala yang kedua manusia bangkit dari
kubur mereka. Tidak diinformasikan bagaimana wujud dan bentuk manusia yang
bangkit dan hidup kembali itu, apakah seperti manusia pada waktu di dunia
ataukah dalam bentuk lain. Situasi dan kondisi manusia pada saat dibangkitkan
kembali diungkapkan dalam Al-Qamar (54) : 6-8, yang artinya : Maka berpalinglah
kamu dari mereka. (Ingatlah) hari (ketika) seorang penyeru (malaikat) menyeru
kepada sesuatu yang tidak menyenangkan (hari pembalasan), sambil menundukkan
pandangan-pandangan mereka keluar dari kuburan seakan-akan mereka belalang yang
beterbangan, mereka datang dengan cepat kepada penyeru itu. Orang-orang kafir
berkata, “Ini adalah hari yang berat.” (QS.Al-Qamar, 54 : 6-8) Ayat di atas
menginformasikan bahwa manusia hidup kembali dari kematiannya seraya
menundukkan pandangannya. Ini disebabkan manusia baru menyadari kekerdilan dan
ketidakmampuannya saat menghadapi situasi yang berat. Sementara itu, mengenai
cara bangkit dan keluarnya manusia dari kubur diungkapkan dalam Qaf (50) :
41-44, yang artinya : Dan dengarlah (seruan) pada hari penyeru (malaikat)
menyeru dari tempat yang dekat. (Yaitu) pada hari mereka mendengar teriakan
dengan sebenar-benarnya, itulah hari keluar (kubur). Sesungguhnya Kami
menghidupkan dan mematikan dan hanya kepada Kamilah tempat kembali (semua
makhluk). (Yaitu) pada hari bumi terbelah-belah menampakkan mereka (lalu mereka
keluar) dengan cepat. Yang demikian itu adalah pengumpulan yang mudah bagi
Kami. (QS. Qaf, 50 : 41-44.
Ketika
semua makhluk telah hancur dan meninggal, termasuk malaikat Izrafil, Tuhan
berseru dan bertanya, “Kepunyaan siapakah kerajaan atau kekuasaan hari ini?” kemudian
Tuhan menjawab sendiri, “Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.”
Dialog tersebut diungkapkan dalam Gafir (40) : 16. Artinya : (Yaitu) hari
(ketika) mereka keluar (dari kubur); tiada suatu pun dari keadaan mereka yang
tersembunyi bagi Allah. (Lalu Allah berfirman) “Kepunyaan siapakah kerajaan
pada hari ini?” “Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.” (QS.
Gafir, 40 : 16).
4.
Hari Berkumpul (Yaumul-Hasyr)
Setelah
dibangkitkan, seluruh manusia digiring dan dikumpulkan ke Mahsyar (tempat
berkumpul). Informasi ini diungkapkan dalam Al-Ma’arij (70) : 8-14, yang
artinya : Pada hari ketika langit menjadi seperti luluhan perak. Dan
gunung-gunung menjadi seperti bulu (yang beterbangan). Dan tidak ada seorang
teman akrab pun yang menanyakan temannya, sedang mereka saling melihat.
Orang-orang kafir ingin kalau sekiranya dia mendapat menebus (dirinya) dari
azab hari itu dengan anak-anaknya, istrinya dan saudaranya, dan kaum familinya
yang melindunginya (di dunia), dan orang-orang di atas bumi seluruhnya;
kemudian (mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya. (QS. Al-Ma’arij, 70
: 8-14). Pada berkumpulnya manusia di Mahsyar, menurut ayat di atas, kondisi
alam dalam keadaan hancur, yang diibaratkan gunung seperti bulu yang
beterbangan dan langit seperti luluhan perak. Situasi dan kondisi Mahsyar yang
menakutkan dan menyeramkan itu menyebabkan manusia tidak saling kenal. Bahkan
orang-orang kafir rela mengorbankan orang-orang yang dicintainya, (kalau bisa)
untuk menebus dirinya. Bagi orang yang bertawakal hari itu sangat menyenangkan
karena mereka menjadi “duta” dari Tuhan sebagaimana diinformasikan dalam Maryam
(19) : 85 sebagai berikut. Artinya : (Ingatlah) hari (ketika) kami mengumpulkan
orang-orang yang taqwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang
terhormat. (QS. Maryam, 19 : 85)
5. Hari Pengadilan (Yaum Al-Hisab)
Setelah
manusia berkumpul di mahsyar diadakanlah suatu Pengadilan Agung yang dilakukan
oleh Tuhan untuk menghitung (menghisab) amal perbuatan yang telah dilakukan
setiap manusia di muka bumi. Saat berlangsung penghitungan amal itu biasa
disebut yaum al-hisab (hari perhitungan). Pada hari perhitungan itu semua
makhluk secara sendiri-sendiri menghadap Tuhan untuk ditimbang amal
perbuatannya secara teliti dan penuh kecermatan. Informasi ini diungkapkan
dalam Maryam (19) : 93-95, yang artinya : Tidak ada seorangpun di langit dan di
bumi kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.
Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung dengan
hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari
kiamat dengan sendiri-sendiri. (QS. Maryam, 19 : 93-95).
6. Surga dan Neraka.
Surga
dan neraka merupakan kelanjutan alami dari perbuatan baik dan jahat manusia.
Secara logis manusia memerlukan keduanya sebagai balasan amal mereka di dunia.
Bentuk dan hakekat kehidupan surga dan neraka masih merupakan polemik bagi para
ulama sehingga dalam ajaran Islam pun umat tidak dituntut untuk meyakini bentuk
dan hakikat kehidupan surga dan neraka. Ajaran dasar Islam hanya menuntut agar
setiap Muslim meyakini adanya kehidupan surga dan neraka.
Surga
(Al-Jannah) adalah suatu tempat di alam
akhirat yang penuh dengan keselamatan,
kesejahteraan, segala kesenangan dan
kenikmatan, kebahagiaan dan
kemuliaan yang abadi. Semua kenikmatan yang ada di surga itu sangatlah luar
biasa hingga digambarkan dalam hadist. sebagai kenikmatan yang tiada
tandingannya. Muhammad Rosulallah bersabda, bahwa Allah SWT telah
berfirman:’’kusediakan bagi hamba-hambaKu
yang saleh segala kenikmatan yang belum pernah di lihat mata, belum
pernah di dengar telingga, bahkan belum tergambar dalam hati manusia’’. Ini
sesuai dengan firman Allah SWT (dalam
surat As-Sajdah:17)’’.[20]
Kata
Neraka berasal dari bahasa Arab Narr atau An-Narr yang artinya api. Inilah
suatu tempat di alam Akhirat berupa telaga api yang bergejolak membara. Allah
SWT menciptakan tepat ini untuk menyiksa dan memberi balasan kepada umat
manusia yang banyak berbuat dosa dan kesalahan. Itulah sebabnya Neraka juga
disebut mautin al-azab, yakni tempat berlakunya siksaan tentang kebenaran
adanya neraka ini ditegaskan dalam Al-Qur’an, “ sesungguhnya kamu akan melihat
Neraka itu, kemudian sungguh kamu akan menglihatnya dengan penglihatan yang yakin”
(QS.At-Takassur: 6-7).[21]
2.6
Keseimbangan
Kehidupan Dunia dan Akhirat
Hidup
di dunia hanya sementara, manusia yang menjalani kehidupan di dunia tentu akan
menjalani kehidupan kedua yakni kehidupan akhirat. Untuk itu diperlukan
kesimbangan kehidupan baik keseimbangan hidup di dunia maupun keseimbangan
hidup di dunia dan akhirat. Terdapat empat aspek dalam keseimbangan kehidupan
yakni keintiman (termasuk pernikahan, keluarga dan sahabat dekat), pekerjaan,
spiritualitas dan komunitas (termasuk kehidupan sosial dan politik).
Keseimbangan antara pekerjaan dan keintiman umumnya sering bersinggungan.
Banyak orang yang sangat sibuk meraih keseimbangan yang harmonis antara
pekerjaan dan keluarga. Banyak orang yang gagal karena mencoba memenuhi
kebutuhan keluarganya saat berkerja dan begitu pula sebaliknya (Hedricks dkk,
2003:23-25)[22]
Kehidupan
yang sesungguhnya adalah kehidupan setelah mati, yakni akhirat. Sayangnya,
banyak manusia yang lupa atau bahkan melupakan diri. Meraka mengabaikan tujuan
penciptan manusia untuk beribadah kepada Allah (QS. Adz-Dzariyat, 51 : 56).
Perkembangan zaman yang semakin maju tidak diiringi oleh peningkatan iman
kepada-Nya. Geliat perekonomian yang semakin berkembang justru memalingkan
perhatian manusia untuk lebih mencari harta, bahkan mendewakannya. Dalam
mencari keridhoan Allah, harus melalui pintu pengabdian kepada orang tua.
Sayang sekali hal ini sering terlupakan oleh kebanyakan manusia di muka bumi
ini. Akibatnya kita banyak menyaksikan fenomena yang memilukan hati. Fenomena
tersebut diantaranya di suatu sisi kita melihat si anak hidup kaya raya, tetapi
membiarkan orang tua terlantar, dan lain sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa
anak seperti ini tidak akan mendapatkan ridha Allah. Dari kehidupan di dunia
ini kita hendaknya juga jangan melupakan kehidupan di akhirat kelak. Kalau
kiranya yang menjadi pusat perhatian manusia untuk mengisi kehidupan hanya
urusan dunia saja, mungkin bisa tercapai, tapi sungguh merugi, karena belum
lebih dari tingkat mahluk yang lain.
Mahluk
hidup lain selain manusia itu banyak, ada yang berbentuk kambing, sapi, cacing,
ulat, kucing, dan lain sebagainya. Makhluk-mahluk tersebut makan, minum dan
berkembang biak, tetapi manusia seharusnya lebih dari itu. Memang banyak
manusia yang hanya memikirkan hdupnya di dunia ini, tidak memikirkan bagaimana
nanti di akhirat, dalam Al – Baqarah (2) : 200, Allah berfirman : Maka diantara
manusia ada orang yang berdoa : “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di
dunia.” dan tidalah baginya bagian (yang menyenangkan) di akhirat. Jika orang
hanya memikirkan hidupnya yang sekarang di dunia ini saja, di akhirat ia tidak
mendapatkan bagian. Maka dari itu difirmankan oleh Allah supaya kita berdoa
yang baik. Dalam Al-Baqarah (2) : 201, telah ditunjukkan doa yang baik : Dan di
antara meraka ada orang yang berdoa : “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di
dunia dan kebaikan di akhirat dan periharalah kami dari siksa neraka” Inilah
doa yang sebaik – baiknya bagi seorang muslim. Jadi, yang harus kita cari dan
kita perjuangkan bukan enaknya di dunia ini saja tapi harus selalu berusaha
untuk kebaikan dunia dan akhirat, keuntungan dunia dan keuntungan akhirat.
2.7 Cara Mencapai Tujuan Hidup
Tujuan
manusia hidup adalah untuk mencapai kebahagiaan (kebaikan) di dunia dan
kebahagiaan di akhirat kelak (QS. Al-Baqarah [2]: 201).untuk mencapai tujuan
hidup tersebut, manusia harus beribadah dengan mengikuti semua perintah Allah
dan menjauhi semua laranga-Nya. Kebahagiaan di dunia adalah kehidupan yang
berkah atau diberkahi (al-mubarak). Sedangkan kebahagiaan di akhirat
digambarkan dengan surga (al-Jannah), suatu kebahagiaan yang sebenarnya sulit
digambarkan dengan kata-kata. Meski demikian, Al-Qur’an (QS al-Hajj [22]:14)
menggambarkan surga sebagai “kebun indah yang mengalir di dalamnya
sungai-sungai”.[23]
Islam dengan al-Qur’an sebagai kitabnya sebenarnya telah memberikan penjelasan
tentang tujuan hidup dan sasaran yang harus dicapai dalam hidup ini. Bahkan
dipertegas melalui tanggapan terhadap kehidupan manusia yang hanya mementingkan
soal makan dan minum (kehidupan duniawi).
1. Pada dasarnya
tujuan hidup umat Islam dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Tujuan
hidup vertikal Tujuan hidp umat Islam dalam hubungannya vertikal, yaitu
hubungan terhadap Allah SWT adalah radhiatan mardhiyyah artinya setiap perilaku
umat Islam baik dalam niat, perkataan, perbuatan dan gerak-gerik menunjukkan
ridha, cinta dan puas kepada-Nya sebagimana firman Nya: “Wahai jiwa yang
tenang!, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya,
Maka masuklah ke dalam golongan hambahamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.“
(Q.S. Al Fajr: 27-30).
b. Tujuan
hidup horisontal Tujuan hidup umat Islam dalam hubungan horizontal terhadap
sesama makhluk Allah SWT adalah rahmatan li al-‘alamin. Rasulullah dan temasuk
umatnya sebagai rahmatan li al-‘alamin, yaitu mendatangkan rahmat berupa
kebaikan, kemanfaatan dan keuntungan bagi alam semesta atau makhluk.
Bukan
sebaliknya, yaitu bukan dengan berperilaku mendatangkan teror kerusakan,
kejahatan dan sebagainya keapada sesam. Sebagaimana firman-Nya: “Dan Kami tidak
mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (men-jadi) rahmat bagi seluruh
alam.“ (Q.S. al-Anbiya’: 107).
Ada sebagaian orang yang mengatakan bahwa
tujuan hidup muslim di dunia adalah
beribadah. Beribadah sebenarnya bukanlah merupakan tujuan hidup tetapi ia
adalah jalan, cara, upacara dan tugas hidup yang harus direalisasikan agar
dapat mencapai tujuan hidup yang hakiki. Peran agama di dalam perkembangan
masyarakat diantaranya adalah: (1) agama sebagai motivator, agama di sini
adalah sebagai penyemangat seseorang maupun kelompok dalam mencapai
cita-citanya di dalam seluruh aspek kehidupan. (2) agama sebagai creator dan
inovator, mendorong semangat untuk bekerja kreatif dan produktif untuk
membangun kehidupan dunia yang lebih baik dan kehidupan akhirat yang lebih baik
pula. (3) agama sebagai integrator, di sini agama sebagai yang mengintegrasikan
dan menyerasikan segenap aktivitas manusia, baik sebagai orang-seorang maupun
sebagai anggota masyarakat. (4) agama sebagai sublimator, masksudnya adalah
agama sebagai mengadukan dan mengkuduskan segala perbuatan manusia. (5) Agama
sebagai sumber inspirasi budaya bangsa, khususnya Indonesia.[24]
2. Tugas Hidup
Tugas
hidup adalah beribadah, yaitu mengabdi, melaksanakan pengabdian, dan
menghambakan, diri kepada Allah (adz-Adzaariyaat: 56; al-Baqarah: 21;
al-Fatihah: 4; al-Kahfi: 110; al-An’aam: 102).
a. Ibadah
dalam arti khusus adalah segala tata cara, acara, dan upacara pengabdian
langsung mausia keada Allah dan Rasul-Nya, seperti shalat, zakat, puasa , haji
dan lain sebagainya yang bertalian erat
dengan hal-hal itu.
b. Ibadah
alam arti luas meliputi antara lain ibadah dalam arti khusus adalah pengabdian,
yaitu segala perbuatan, perkataan, dan sikap yang memiliki tanda-tanda berikut.
1. Ikhlas
sebagai titik tolak
2. Mardhatillah
sebagai titik tuju.
3. Amal
sholeh sebagai garis amal.[25]
Islam
menekankan sebuah sistem kehidupan yang seimbang antara dunia dan akhirat.
Al-qur’an mengingatkan kita untuk mencari kehidupa akhirat, tapi jangan
melupakan bagian dunia (QS al-Qasas [28]: 77).
Kita
harus hidup sesuai dengan tuntutan agama, yaitu “beribadah” kepada Allah. Oleh
karena itu, dalam Islam kriteria untuk menilai keutamaan atau kemuliaan
seseorang bukan terletak pada kekayaan dan bukan pula pada kekuasaa, tetapi
Allah menilai seseorang karena
ketakwaanya. Al-Qur’an menyatakan, “ sesungguhnya yang termulia disisi Allah
adalah yang paling bertakwa” (QS al-Hujurat [49]: 13). Karena dengan hanya
bertakwa, yang dipahami sebagai rasa takut untuk melanggar perintah Allah dan
rasa takut untuk melakukan larangan-larangan-Nya manusia dapat di harapkan
melaksanakan ibadah dengan baik. Dengan demikian, diharapkan manusia dapat
mencapai tujuan hidupnya dengan baik.[26] Manusia
diciptakan Allah, tidak lain agar mengabdikan dirinya kepada-Nya. Allah
berfirman dalam Al-Qur’an surah Az-Zariyat [51]: 56:
Tidaklah
Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi kepada-Ku.(QS.Az-Zariyat
[51]: 56)
Ayat
diatas secara tegas menolak pernyataan lain bahwa kehadiran manusia didunia
bersifat kebetulan (ada dengan sendirinya dan karenanya ridak memiliki tujuan
khusus). Begitu pula ayat diatas, menolak pandangan bahwa manusia diciptakan
untuk megeksploitasi alam semesta beserta isinya, sehingga merasa biasa saja
saat manusia berbuat kerusakan dimuka bumi.
Allah
menghendaki agar kehidupan manusia di dunia ini diarahkan untuk mengabdi kepada-Nya.
Guna mewujudkan kehendak-Nya itu, Allah telah mengokohkan pada diri manusia
kesediaan untuk menyembah-Nya (QS Al-A’raf [7]: 172), yang secara implisit
berisi kesanggupan untuk manusia untuk tunduk kepada-Nya. Dalam dimensi diri
manusia yang paling dalam (roh) tertanam keyakinan bahwa Allah lah pusat
kehidupan. Supaya dasar-dasar yang terbentuk dalam diri manusia tersebut tetap
terpelihara, maka Allah memberikan bimbingan melalui teks ayat-ayat Al-Qur’an,
sebagaimana dasar-dasar keimanan atau diwujudkan dalam kehidupan aktual
manusia. Bimbingan Allah melalui kitab suci adalah cara yang digunakan Allah
agar manusia selalu dalam posisi mengembangkan sifat-sifat asalnya dalam bentuk
beribadah kepada-Nya.[27]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hidup
adalah pertalian antara roh dan badan serta hubungan interaksi antara keduanya.
Hidup juga dapat diartikan suatu sifat yang dengan sifat itu sesuatu menjadi
berpengetahuan dan memiliki kekuatan (Rohiman, 1996: 221). Tujuan manusia hidup
adalah untuk mencapai kebahagiaan (kebaikan) di dunia dan kebahagiaan di
akhirat kelak (QS. Al-Baqarah [2]: 201).
Tugas
hidup adalah beribadah, yaitu mengabdi, melaksanakan pengabdian, dan
menghambakan, diri kepada Allah (adz-Adzaariyaat: 56; al-Baqarah: 21;
al-Fatihah: 4; al-Kahfi: 110; al-An’aam: 102). Sedangkan mengenai Hari akhir
adalah berakhirnya alam kita sekarang, dimana segala sesuatu yang ada didalam
menjadi binasa dan mati kecuali Dzat Allah maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Asal
usul kehidupan masih berada dalam perdebatan panjang para Ilmuwan hingga kini.
2. Teori
Kehidupan yang dikemukakan dan dipercayai Pakar Kimia dn Biologi Modern banyak
bertentangan dengan keyakinan ummat islam.
3. Islam
Mengajarkan dalam kehidupan manusia untuk menjadi pribadi yang Sholih ritual
dan Sholih Sosial.
4. Manusia
memiliki bermacam ragam kebutuhan batin maupun lahir akan tetapi, kebutuhan
manusia terbatas karena kebutuhan tersebut juga dibutuhkan oleh manusia
lainnya. Karena manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama
karena manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui
adanya yang maha kuasa tempat mereka berlindung dan memohon pertolongan.
Sehingga keseimbangan manusia dilandasi kepercayaan beragama. Agama sangatlah
penting dalam kehidupan manusia karena Agama : Sumber moral, Merupakan petunjuk kebenaran, Merupakan sumber informasi tentang masalah
metafisika, Memberikan bimbingan rohani
bagi manusia.
3.2 Saran
Membahas
peran islam dalam kehidupan individu, kelompok dalam perspektif islam itu sangat lah luas cakupan nya,
makalah ini hanya bisa menjelas kan sebagian peran islam dalam kehidupan
manusia dalam hal ilmu pengetauan dan sosial semata, sedang kan dalam hal
ekonomi, politik di butuhkan peninjauan yang lebih luas lagi, demi tercapainya
akurasi ilmu pengetahuan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
hakim, Atang dan Jaih mubarok. 2011. Metodeologi
Studi islam. Bandung: Remaja Rosda karya.
Ahmad Supadie, Didiek. 2011. Pengantar Studi Islam, Jakarta: Rajawali Pers.
Alfatih
Suryadilaga, Muhammad. 2017. Kontekstualisasi
Hadis Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Berbudaya. KALAM, Vol.11, (1), 215.
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Dzuhailmi
Dahalan dkk. “Analilis kepentingan dari
sudut kehidupan beragama”, GEOGRAFIA Malaysia Journal of Society, Space 8
issue 3, hlm. 43-51.
Hamidullah,
Muhammad. 1974. Pengantar Studi Islam.
Jakarta: Bulan Bintang.
Kusnadi dkk. 2009. Buku Saku Biologi SMA 1,2,3. Bandung: Kawan Pustaka.
M. Echols, John dan Hassan
Shadily. 2012. Kamus Inggris Indonesia.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Madjid,
Nurcholis. 2011. Islam Doktrin &
Peradaban, Bandung: Remgia resada karya.
Praditha,
Riza. 2018. Akuntansi Spiritual : Usaha
Berbasis Akhirat. Akuntansi Peradaban, Vol. IV No. 2 , hlm. 65-74.
Rijal,
Hamid. 2010. Buku Pintar Agama Islam,
Bogor: LPKAI CAHAYA SALAM.
Supadi,
Ahmad D dkk. 2011. PengantarStudi Islam.
Jakarta: Rajawali Pers.
Thaha,
Hisban dan Edhy Rustan. 2017. Orientasi Religiusitas
dan Efikasi Diri dalam Hubungannya dengan Kebermaknaan Pendidikan Agama Islam
pada Mahasiswa IAIN Palopo. Jurnal
Studi Agama dan Masyarakat, Vol. 13, No. 2.
Toni, Agus. 2018.
Islam Dan Tata Nilai Kehidupan di Era
Modern. Jurnal Studi Agama, Vol. 6, No. 1.
Warson
Munawwir, Ahmad. 1984. Kamus
Indonesia-Arab. Surabaya : Pustaka Progresif.
[1] Prof. Dr. Muhammad Hamidullah, Pengantar Studi Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, cet 1, 1974), hal. 59.
[2] K.H. Ahmad
Warson Munawwir, Kamus Indonesia-Arab,
(Surabaya : Pustaka Progresif, cet 1, 1984), hal. 167.
[3] John M. Echols dan Hassan
Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta
: Gramedia Pustaka Utama,Cet XXX, 2012.), Hal. 270.
[4]
Tim
Penyusun Pusat, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, ( Jakarta : Balai Pustaka,1987), hal.128.
[5]
Hisban Thaha dan Edhy
Rustan, “Orientasi Religiusitas dan
Efikasi Diri dalam Hubungannya dengan Kebermaknaan Pendidikan Agama Islam
pada Mahasiswa IAIN Palopo”, Jurnal
Studi Agama dan Masyarakat, Vol. 13, No. 2, Desember 2017.
[6] Kusnadi, S.Pd., M.Si., Soni
Muhsinin, S.Si., Yayan Sanjaya, S.P., M.Si, Buku
Saku Biologi SMA 1,2,3, (Bandung: Kawan Pustaka, 2009). hal. 37.
[8] Didiek Ahmad Supadie, Pengantar
Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Pers, 2011), hlm. 183-184.
[9] Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, (Bogor: LPKAI
CAHAYA SALAM,2010), hlm 98.
[10]Prof. Dr. Muhammad Hamidullah, Pengantar Studi Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, cet 1, 1974), hal. 68.
[11]Prof. Dr. Muhammad Hamidullah, Pengantar Studi Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, cet 1, 1974), hal. 62.
[12] Ibid., hal. 69.
[13]
Prof. Dr. Muhammad
Hamidullah, Pengantar Studi Islam,
(Jakarta: Bulan Bintang, cet 1, 1974),
hal. 71.
[14]
Idrus Ruslan, di dalam Muhammad
Alfatih Suryadilaga, “Kontekstualisasi Hadis Dalam
Kehidupan Berbangsa Dan Berbudaya”,KALAM,
Vol.11, No. 1, juni 2017, Hlm. 215.
[15]Sekjend MPR RI, Empat Pilar
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, 2012 di dalam Muhammad Alfatih Suryadilaga,
“Kontekstualisasi
Hadis Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Berbudaya”,KALAM, Vol.11, No. 1, juni 2017,
Hlm. 215.
[16]
Muhammad Alfatih
Suryadilaga, “Kontekstualisasi Hadis Dalam
Kehidupan Berbangsa Dan Berbudaya”,KALAM,
Vol.11, No. 1, juni 2017, Hlm. 215.
[17]Prof. Dr. Muhammad Hamidullah, Pengantar Studi Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, cet 1, 1974), hal. 72.
[18]
Prof. Dr. Muhammad
Hamidullah, Pengantar Studi Islam,
(Jakarta: Bulan Bintang, cet 1, 1974),
hal. 73..
[19] Dzuhailmi Dahalan dkk. “Analilis kepentingan dari sudut kehidupan
beragama”, GEOGRAFIA Malaysia Journal of Society, Space 8 issue 3, 2012,
hlm. 43-51.
[20] Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, (Bogor: LPKAI
CAHAYA SALAM,2010), hlm 609.
[21] Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, (Bogor:
LPKAI CAHAYA SALAM,2010), hlm 604.
[22]Hedricks dkk, 2003:23-25 dalam Riza
Praditha, “Akuntansi Spiritual : Usaha Berbasis Akhirat”, Akuntansi Peradaban,
Vol. IV No. 2 Desember 2018 , hlm. 65-74.
[23] Didiek Ahmad Supadie, Pengantar Studi Islam,(Jakarta:Rajawali
Pers,2011), hlm 185.
[24]
Agus Toni, “Islam Dan Tata Nilai Kehidupan di Era Modern”,
Jurnal Studi Agama, Vol. 6, No. 1, Juni 2018,
[25] Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, (Jakarta: Gema Insani,2004),
hlm 164-165.
[26] Didiek Ahmad Supadie, Pengantar Studi Islam, (Jakarta:Rajawali
Pers,2011), hlm 183-184.
[27] Didiek Ahmad Supadie, Pengantar
Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm 184-185.
Terimakasih sangat bermanfaat
ReplyDelete