MAKALAH
PANCASILA
SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
Disusun
untuk memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata kuliah Pancasila
Dosen
Pembimbing: Farid Hidayat, S.H., M.S.I
Disusun
oleh:
Fajar Sodik (19108020003)
Nur Aulia (19108020004)
Mauidhotun Nisa’ (19108020006)
Muhammad N Hanif (19108020030)
PRODI PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN
BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2019
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum
Wr. Wb
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat
serta salam juga penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.,
kepada para sahabat dan keluarganya, dan semoga
sampai kepada kita semua sebagai umatnya yang
masih konsekuen terhadap ajaran yang diajarkan
oleh Beliau.
Ucapan
terima kasih Kami sampaikan
kepada Dosen mata kuliah Pancasila,
orang tua tercinta, serta para sahabat
dan teman-teman. Sehingga, penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Pancasila materi "Pancasila Sebagai Sistem Filsafat"
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Tujuan penulisan
makalah ini untuk memenuhi
salah satu tugas Mata Kuliah Pancasila. Disamping itu makalah
ini diharapkan dapat menjadi sarana pembelajaran serta dapat menambah wawasan
dan pengetahuan. Penyusun
berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan
para pembaca pada umumnya.
Dalam
penulisan makalah ini,
penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah
ini, baik dalam segi penulisan maupun isinya. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk dijadikan pedoman pada
penulisan makalah selanjutnya.
Yogyakarta, 17 Oktober 2019
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
KATA
PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR
ISI.......................................................................................................... iii...........
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2.
Rumusan Masalah...................................................................................... 2
1.3.
Tujuan Penulisan........................................................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pancasila dan Filsafat................................................................ 3
2.1.1 Pengertian Pancasila..................................................................... 3
2.1.2 Pengertian Filsafat....................................................................... 8
2.1.3 Pengertian Pancasila sebagai sistem Filsafat.............................. 13
2.2
Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem................... 16
2.2.1
Kesatuan Sila-sila Pancasila....................................................... 18
2.2.2 Rumusan Pancasila yang bersifat
Hierarkis dan Berbentuk
Piramidal.................................................................................... 18
2.2.3 Hubungan Sila-sila
Pancasila yang Saling Mengisi dan
Saling
Mengkualifikasi.............................................................. 19
2.3
Kebenaran Ilmiah dalam Pancasila........................................................... 21...........
2.4
Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat...................... 22
2.4.1
Dasar Antropologis Sila-sila Pancasila....................................... 22
2.4.2
Dasar Epistimologis Sila-sila Pancasila...................................... 24
2.4.3
Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila........................................... 25
BAB
III PENUTUP
3.1.
Kesimpulan ......................................................................................... 27
3.2.
Saran ................................................................................................... 27
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................... 28
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pancasila adalah dasar filsafat negara Republik
Indonesia yang resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, diundangkan dalam Berita Republik Indonesia
tahun II No.7 bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945.
Dalam perjalanan sejarah eksistensi Pancasila
sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia mengalami berbagai macam
interpretasi dan manipulasi politik sesuai dengan kepentingan penguasa demi
kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung di balik legitimasi ideologi
negara Pancasila. Dengan lain perkataan dalam kedudukan yang seperti ini
Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa
dan negara Indonesia melainkan
direduksi, dibatasi, dan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa saat
itu.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas gerakan
reformasi berupaya untuk mengembalikan kedudukan dan fungsi pancasila yaitu
sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang hal ini direalisasikan melalui
Ketepatan sidang
Istimewa MPR tahun 1998 No.XVIII/MPR/1998 disertai dengan pencabutan P-4 dan
sekaligus juga pencabutan pancasila sebagai satu-satunya asas bagi Orsospol di
Indonesia. Ketetapan tersebut sekaligus juga mencabut mandat MPR yang diberikan
kepada Presiden dan kewenangannya untuk membudayakan Pancasila melalui P-4 dan
asas tunggal Pancasila. Monopoli Pancasila demi kepentingan kekuasaan oleh
penguasa inilah yang harus segera diakhiri, kemudian dunia pendidikan tinggi
memiliki tugas untuk mengkaji dan memberikan pengetahuan kepada semua mahasiswa
untuk benar-benar mampu memahami Pancasila secara ilmiah dan objektif.
As
an integral component of this nation, we must agree that Pancasila is a
revolutionary concept that advanced civilizations, especially for Indonesia,
Pancasila as well as forming the character and identity of a great nation,
modern, dignified and civilized. Pancasila is the ideology of the nation that
should be the spirit of every pulse of life of citizens and constitutional
activity, because the Pancasila is seen as media acculturation in various
partial thoughts on religion, education, cultural, political, social and even
economic. So by making the philosophy of Pancasila as a nation, we can realize
Indonesian nationalism.[1]
1.2
Rumusan Masalah
1
Apa pengertian
Pancasila dan Filsafat ?
2. Apa
saja rumusan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem ?
3. Bagaimana
Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat melalui dasar
Antropologis, Epistemologis, serta Aksiologis ?
1.3
Tujuan
1 Untuk
mengetahui pengertian dari Pancasila dan filsafat
2. Untuk
mengetahui dan memahami Rumusan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem
3. Untuk
mengetahui dan memahami Pancasila melalui dasar Antropologis, Epistimologis,
serta Aksiologis
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pancasila dan Filsafat
2.1.1 Pengertian
Pancasila
1). Secara Etimologis
Secara
etimologis istilah “pancasila” berasal dari sansekerta dari India (bahasa kata
brahmana) adapun bahasa
rakyat biasa adalah bahasa Prakerta. Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa sansekerta
perkataan “pancasila” memiliki dua macam arti secara leksikal yaitu, Panca artinya lima syila vokal i pendek
artinya batu sendi, alas atau dasar, “syiila” vokal i panjang
artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau senonoh (Suhadi, 1986).[2]
Etymologically, the word "Pancasila" is derived
from Sanskrit, Indian (the language of the Brahmin caste). According to Prof.
Muhammad Yamin, in Sanskrit the word "Pancasila" has two kinds of meaning, namely: Panca means
'five', whereas, syiila deals with the rules of good or important attitude.
Thus, Pancasila has moral and ethical principles.[3]
Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama
bahasa Jawa diartikan susila yang memiliki hubungan dengan moralitas. Oleh karena
itu secara etimologis kata pancasila yang dimaksudkan adalah istilah Panca
Syiila dengan vokal i pendek yang memiliki makna leksikal berbatu sendi lima
atau secara harfiah dasar yang memiliki lima unsur. Adapun istilah Panca Syiila dengan huruf Dewanagari
bermakna 5 aturan tingkah laku yang penting.
Pancasila adalah anugerah yang luar biasa sebagai karya
falsafah bangsa yang khas digali dan dirumuskan secara par-excellence oleh para
pendiri bangsa (the founding fathers). Profesor Dr. Notonegoro sampai pada
kesimpulan bahwa Pancasila itu bersifat final and absolute truth. (Notonegoro
(1957; 26).[4]
Pancasila merupakan suatu pandangan hidup bangsa
yang nilai-nilainya
sudah ada sebelum secara yuridis bangsa Indonesia membentuk negara. Bangsa
Indonesia secara historis ditakdirkan oleh Tuhan YME, berkembang melalui suatu
proses dan menemukan bentuknya sebagai suatu bangsa dengan jati dirinya sendiri. Secara
kultural dasar-dasar pemikiran tentang Pancasila dan nilai-nilai Pancasila
berakar pada nilai-nilai kebudayaan dan nilai-nilai religius yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia sendiri sebelum mendirikan negara”. (Kaelan, 2011: 8).[5]
Nilai-nilai Pancasila adalah sebagai sumber nilai
dalam realisasi normatif dan praksis dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan.
Dalam pengertian seperti ini nilai-nilai Pancasila merupakan das sollen bagi
bangsa Indonesia, sehingga seluruh derivasi normatif dan praksis berbasis pada
nilai-nilai Pancasila (Kaelan, 2007: 10).[6]
2). Secara Historis
Proses
perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr. Radjiman
Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah, khususnya akan dibahas pada sidang
tersebut. Masalah tersebut adalah tentang suatu calon rumusan dasar negara Indonesia yang akan
dibentuk. Kemudian tampilah pada sidang tersebut tiga orang pembicara yaitu
Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno.
Pada
tanggal 1 Juni 1945 di dalam sidang tersebut Ir. Soekarno berpidato secara
lisan mengenai calon rumusan dasar negara Indonesia. Kemudian untuk memberikan
nama “Pancasila” yang artinya lima dasar, hal ini menurut Soekarno atas saran
dari salah seorang temannya yaitu seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan
namanya.
Pada
tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, kemudian
keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 disahkannya Undang-Undang Dasar 1945
termasuk pembukaan
UUD 1945 dimana didalamnya termuat isi rumusan lima prnsip sebagai satu dasar
negara yang diberi nama Pancasila. Sejak saat itulah perkataan Pancasila
menjadi bahasa Indonesia dan merupakan istilah umum. Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD
1945 tidak termuat istilah “Pancasila”, namun yang dimaksudkan Dasar Negara
Republik Indonesia adalah disebut dengan istilah “Pancasila”. Hal ini
didasarkan atas interpretasi historis terutama alam rangka pembentukan calon rumusan dasar
negara, yang secara spontan diterima oleh peserta sidang secara bulat.
C. Secara Terminologis
Proklamasi
kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 itu telah melahirkan negara Republik
Indonesia. Untuk melengkapi
alat-alat perlengkapan negara sebagaimana lazimnya negara-negara yang merdeka,
maka Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera megadakan sidang.
Dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan UUD negara
Republik Indonesia yang dikenal dengan UUD 1945. Adapun UUD 1945 yang berisi 37
pasal, 1 Aturan
Peralihan yang terdiri atas 4 pasal dan 1 Aturan Tambahan terdiri atas 2 ayat.
Dalam bagian pembukaan
UUD 1945 yang terdiri atas empat alinea tersebut tercantum rumusan Pancasilla
sebagai berikut :
1) Ketuhanan
Yang Maha Esa
2) Kemanusiaan
yang adil dan
beradab
3) Persatuan
Indonesia
4) Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5) Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945 inilah yang secara konstitusional sah dan benar sebagai
dasar negara Republik Indonesia, yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh
rakyat Indonesia. Notonegoro selaku ahli mengenai Pancasila berpandangan
bahwa Pancasila sebagai kebenaran absolut itu menghablur dalam paham
organicisme, organic notion of state. Bahkan menyatunya Pancasila sebagai
istilah itu, Notonegoro tidak membenarkan dua suku kata dari Panca dan sila itu
ditulis Panca dan Sila, tetapi harus ditulis menyatu menjadi Pancasila.[7]
D. The
Meaning Of Pancasila
Pancasila,
meaning five precepts or five foundations, has important goals and objectives
in all aspects of Indonesian society. The five principles that became the point
of agreement (common denominator) of all elements of the nation, in the view of
Soekarno are as follows:
1.
Nationality of Indonesia
The basis of
Indonesian nationality according to Soekarno is a form of consensus between the
nationalities and the Muslims. The result agreed to establish a state "all
for all", not just for one person or a particular class, either the
royalty, or the rich. So the first basis which, according to Soekarno both used
as the basis of the State of Indonesia is the basis of nationality.
2.
Internationalism or Humanity
The basis of
Internationalism or Humanity initiated by Sukarno has to do with the basis of
Indonesian nationality. The national basis of Indonesia is not the basis of a
solitary nationality, not chauvinism. The nation of Indonesia must lead to
world unity, world fraternity. Because the struggle for independence not only
established an independent state of Indonesia, it must also lead to the kinship
of nations.
3.
Democracy
Democracy
initiated by Sukarno as the basis of representation, the basis of deliberation.
The requirement for the strength of the State of Indonesia is deliberation and
representation. All unresolved and unsatisfactory issues are resolved by
discussion within the framework of deliberations.
4.
Social Welfare
The foundation
of Social Welfare initiated by Soekarno has a connection with the foundation of
Democracy. Soekarno explained that if seeking democracy, it should not be
Western democracy. But a life-giving democracy, a democratic economicpolitics
capable of bringing about social welfare. This principle is also known as
sociale rechtvaardigheid, not only political equality, but also in the field of
economy should also be held equations that aim at the best prosperity together.
5.
Belief based on Culture
Belief based
on Cultureinitiated by Sukarno is a principle of acknowledging and believing in
the existence of God. The principle of freedom is based on devotion to God
Almighty. The Basic of the Belief based on Culture reflects the minds, mutual
respect for each other in the diversity of religions and beliefs.[8]
E. Pancasila Is The Traditional Values Of The Indonesian
Nation
Pancasila
if viewed from the aspect of sociogical, is a crystallization of the values
that exist in the public society. Pancasila reflects values that constant and
common in community. These values exist beneath and in the general society and
its calledthe national traditions.v
The
National Tradition is fundamental in the life of the nation. Fundamental means
that the tradition is the most fundamental / most basic and has been attached
to every soul and heart of the Indonesian nation. Every citizen of the nation
is fully and consistently aware that the tradition must be inherited, preserved
in everyday life, so that tradition is always present in every generation.
In
examining Pancasila as a tradition, we can see Karl Poper's opinion that
tradition has functions in line with the formation of formal law with the aim
of providing order to society. There is no contradiction between tradition and
legislation related to the function of order. On that basis, some traditions
have evolved into customs that the Communities follow as a legal norm,
hereinafter referred to as customary law (costomary law).vi Poper's statement
is also supported by Patrick Glenn, which he said:
“The
concept of legal tradition is explained as non-conflictual in character and
compatible with new and inclusive forms of logic”.
John
Austin, on the other hand, argues that between formal and informal law has the
same function of providing social order, but the binding forces between the two
are different. As Austin argues that, before being accepted by a court or
legislation, habits or traditions merely as a rule of positive morality.
Based
on the opinions of experts who have been authors described above, it can be
concluded that tradition as an informal law can develop into a formal law. The
"evolution" process of tradition (informal law) into formal law takes
a long time. There is no contradiction between lifting traditions (informal
law) into formal law that is adhered to in a complex society.[9]
2.1.2 Pengertian Filsafat
Secara etimologis, kata filsafat memiliki arti yang
sepadan dengan kata falsafah dalam bahasa Arab atau kata philosphy dalam bahasa
Inggris, atau kata philoshopie dalam bahasa Prancis dan Belanda, atau
philoshophier dalam bahasa Jerman. Semua kata tersebut berasal dari kata
Latin philosophia sebuah kata benda yang merupakan hasil dari kegiatan
philoshopien sebagai kata kerjanya. Kata philosphia sendiri berasal dari bahasa bahasa yunani ”Philein” yang artinya cinta dan
sophos yang artinya hikmah atau kebijaksanaan atau wisdom. Dalam pengertian lain, dijelaskan bahwa kata
filsafat berasal dari bahasa Yunani, Philosophia. Terdiri dari dua bentukan
kata, philos dan sophos atau philein dan sophia. Philos dapat bermakna "sahabat"
atau "teman", sedangkan sophos berarti "kearifan".
Sementara itu, philein tidak lain daripada "mencintai" dan sophia
adalah "kebijaksanaan". [10]
Pengertian filsafat secara umum bisa diartikan
sebagai suatu kebijaksanaan hidup (filosofia) untuk memberikan suatu
pandangan hidup yang menyeluruh berdasarkan refleksi atas pengalaman hidup
maupun pengalaman ilmiah. Filsafat
bisa juga diartikan sebagai ilmu yang berusaha mencari sebab yang
sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran atau rasio. Filsafat
adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep
dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan.
Ilmu filsafat adalah pengetahuan yang bersifat radikal
(mendasar) dan umum menyangkut masalah-masalah hakiki tentang manusia, alam dan
Tuhan. Ilmu agama adalah pengetahuan manusia yang didasarkan pada sumber berupa kitab suci dengan landasam kekayakinan
iman. Tekhnologi adalah pengetahuan manusia yang awalnya ditunjukan untuk
mempermudah manusia dalam memanfaatkan hasil-hasil alam, mengolah dan juga
mengeksploitasi alam. Seni adalah pengetahuan dan ekspresi rasa keindahan
manusia sebagai makhluk sosial.
Pancasila sebagai pengetahuan manusia merupakan
pengetahuan yang reflektif, bukan pengetahuan spontan. Proses penemuan
pengetahuan pancasila ini diperoleh mnelalui kajian empiris dan filsofis
terhadap berbagai ide atau gagasan, peristiwa dan fenomena sosio-kultural
religius masyarakat Indonesia. Pancasila sebagai pengetahuan ilmiah-filsofis
dapat dipahami dari sisi verbalis, konotatif,
dan denotatif. Pengetahuan Verbalis yaitu upaya memahami pancasila drai
aspek rangkain kata yang diucapkan. Pengetahuan Konotatif yaitu upaya memahami
pancasila dengan menggunakan rasio. Pengetahuan
Denotatif yaitu memahami pancasila berkaitan dengan fakta, realita yang
menunjukan adanya perwujud-an nilai-nilai pancasila dalam kehidupan dapat
berupa perbuatan, tindakan ataupun bukti-bukti fisik. Filsafat
sendiri merupakan suatu ilmu pengetahuan karena memiliki logika, metode dan
sistem. Namun filsafat berbeda dari ilmu-ilmu pengetahuan kehidupan lainnya
oleh karena memiliki obyek tersendiri yang sangat luas.
Falsafah Pancasila,
manusia Indonesia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang mempunyai naluri, akhlak,
daya pikir, dan sadar akan
keberadaannya yang serba terhubung dengan sesamanya, lingkungannya, alam
semesta, dan penciptanya. Kesadaran ini menumbuhkan cipta, karsa, dan karya
untuk mempertahankan eksistensi dan kelangsungan hidupnya dari generasi ke
generasi (Sumarsono dkk 2007).
Daniel memberikan alasan soal itu karena Pamcasila sejak
dirumuskan didalam badan persiapan kemerdekaan telah menjadi pertandingan
diskursus antara kalangan nasionalis dan kalangan Islam. Perang diskursus itu juga diyakini terjadi
diantara kalangan Islam dan Islam lainnya atau juga diantara kalangan
nasionalis dan kalangan nasionalis lainnya.[11]
A.
Arti filsafat menurut para ahli
1.
Harold H. Titus
Filsafat
adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yg biasanya
diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau
pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yg dijunjung tinggi;
2.
Hasbullah Bakry
Ilmu
Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai
Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan
tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan
itu.
3.
Prof. Dr.Mumahamd Yamin
Filsafat
ialah pemusatan pikiran, sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya didalam
kepribadiannya itu dialaminya kesungguhan.
4.
Prof. Dr. Ismaun, M.Pd
Filsafat
ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan qalbunya secara
sungguh-sungguh, yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal,
integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki
(pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang sejati).
Ajaran filsafat
itu sedemikian kuat mempengaruhi alam pikiran manusia Indonesia, berupa cara
pandangnya mengenai arti hidup dan kehidupan masyarakat dan negara.[12]
5.
Pudjo Sumedi AS., Drs.,M.Ed. & Mustakim,
S.Pd.,MM
Istilah
dari filsafat berasal bahasa Yunani: ”philosophia”. Seiring perkembangan zaman
akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti: ”philosophic” dalam
kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa
Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab.
6.
Plato
Filsafat
adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli.
7.
Aristoteles
Filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya
ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
8.
Cicero
Filsafat
adalah sebagai “ibu dari semua seni “ (the mother of all the arts). Ia juga
mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan ).
Pakar
filsafat UGM Prof. Kaelan (2007) menulis bahwa sebenarnya filsafat itu mudah
dipahami. Dalam kehidupan sebenarnya manusia senantiasa berfilsafat. Misalnya,
jika seseorang memandang bahwa kenikmatan dunia merupakan nilai terpenting dan
tertinggi dalam kehidupan, maka ia bisa disebut berfilsafat hedonisme.[13]
B. Lingkup
pengertian filsafat
Filsafat memiliki bidang bahasan yang sangat luas
yaitu segala sesuatu baik bersifat kongkrit maupun yang bersifat abstark. Maka
untuk mengetahui lingkup pengertian filsafat, terlebih dahulu perlu dipahami
objek material dan formal ilmu filsafat sebagai berikut :
1)
Objek
material filsafat, yaitu objek
pembahasan filsafat yang meliputi segala sesuatu baik yang bersifat material
kongkrit seperti manusia, alam, benda, binatang san lain sebagainya, maupun
sesuatu yang bersifat abstark misalnya nilai, ide-ide, ideologi, moral,
pandangan hidup dan
lain sebagainya.
2)
Objek
formal filsafat, yaitu cara memandang
seorang peneliti terhadap objek material tersebut, suatu objek material
tertentu dapat ditinjau dari berbagai macam sudut pandang yang berbeda. Oleh
karena itu, terdapat berbagai macam sudut pandang filsafat yang merupakan cabang-cabang
filsafat, antara lain dari sudut pandang nilai terdapat bidang aksiologi, dari
sudut pandang pengetahuan terdapat bidang epistemologi, keberadaan bidang
ontologi, tingkah laku baik dan buruk bidang etika, keindahan bidang estetika
dan masih terdapat sudut pandang lainnya yang lebih khusus misalnya filsafat
sosial, filsafat hukum, filsafat bahasa dan sebagainya.
Berdasarkan objek material dan formal ilmu filsafat
tersebut maka lingkup pengertian filsafat menjadi sangat luas. Berikut ini dijelaskan
berbagai bidang lingkup pengertian filsafat.
1. Filsafat sebagai produk
mencakup pengertian:
a) Pengertian
filsafat yang mencakup arti-arti filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu,
konsep dari para filsuf pada zaman dahulu, teori, sistem atau tertentu, yang
merupakan hasil dari proses berfilsafat dan yang mempunyai ciri-ciri tertentu.
b) Filsafat
sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari
aktifitas berfilsafat. Filsafat dalam pengertian jenis ini mempunyai ciri-ciri
khas tertentu sebagai suatu hasil kegiatan berfilsafat dan pada umumnya proses
pemecahan persoalan filsafat ini diselesaikan dengan kegiatan berfilsafat
(dalam pengertian sebagai proses yang dinamis).
2. Filsafat
sebagai suatu proses yang
Dalam hal ini filsafat
diartikan dalam bentuk suatu aktivitas berfilsafat, dalam proses pemecahan
suatu permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang
sesuai dengan objek permasalahannya.
C. Cabang-cabang Filsafat dan
Aliran-alirannya
Cabang-cabang
filsafat yang tradisional terdiri atas empat (4) yaitu: logika, metafisika,
epistemologi,
dan etika. (lihat titus, 1984:17), namun demikian berangsur-angsur berkembang
sejalan dengan persoalan yang dihadapi oleh manusia. Maka untuk mempermudah
pemahaman kita perlu diutarakan cabang-cabang filsafat yang pokok:
1. Metafisika :
yang berkaitan dengan persoalan tentang hakikat yang ada
(segala sesuatu
yang ada)
2. Epistemologi
:
yang berkaitan dengan persoalan hakikat pengetahuan.
3. Metodologi :
yang berkaitan dengan persoalan hakikat metode ilmiah.
4. Logika :
yang berkaitan dengan persoalan penyimpulan.
5. Etika :
yang berkaitan dengan persoalan moralitas
6.
Estetika :
yang berkaitan dengan persoalan keindahan.
2.1.3
Pengertian Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafat adalah suatu konsep
tentang dasar negara yang terdiri dari lima sila sebagai unsur yang mempunyai
fungsi masing-masing dan satu tujuan yang sama untuk mengatur dan
menyelenggarakan kehidupan bernegara di indonesia. Sebagai dasar negara kita
Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di negara
kita. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa indonesia dapat mempersatukan
kita, serta memberi petunjuk dalam mencapai kesejahteraaan dan kebahagiaan
lahir dan batin dalam masyarakat kita yang beraneka ragam sifatnya. Filsafat
Pancasila adalah filsafat yang mempunyai obyek Pancasila, yaitu objek Pancasila
yang benar dan sah sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alenia ke-4.
Sistem dapat diartikan sebagai bagian yang
berbeda-beda yang berhubungan satu sama lain menjadi satu kesatuan untuk menuju
satu fungsi tertentu. Satu sistem menunjuk pada konotasi: pertama, adanya satu
hal atau tata aturan atau susunan struktural dari bagiannya; kedua, adanya satu
rencana, metode, alat, atau tata cara untuk mencapai sesuatu (Amrin dalam
Pelly, 1994).[14]
Menurut Soekarno, Pancasila sesungguhnya adalah intisari
sari sejarah peradaban bangsa Indonesia yang sama sekali tidak terpisah dari
peradaban dunia. Oleh karena itu Pancasila seharusya juga menjadi falsafah
dunia. Artinya sejak awal-awal kemerdekaan, Soekarno sudah melakukan
usaha-usaha agar Pancasila yang menajdi dasar negara Indonesia itu dikenal
diseluruh dunia. Ada upaya internasionalisasi nilai-nilai Pancasila dalam
pentas pergaulan dunia.[15]
Pancasila sebagai Sistem Filsafat adalah
kesatuan dari berbagai unsur yang memiliki fungsi tersendiri, tujuan yang sama,
saling keterikatan dan ketergantungan. Filsafat adalah upaya manusia mencari
kebijaksanaan hidup dalam membangun peradaban manusia. Pancasila adalah
ideologi dasar dalam kehidupan bernegara Indonesia. Ideologi Pancasila, adalah
operasionalisasi filsafat bangsa Indonesia. Kedudukan Pancasila sebagai ideologi
dan dasar negara ibarat dua sisi dari satu mata uang yang sama, maing-masing menempati
kedudukannya sendiri tetapi keduanya dalam kesatuan fungsi dalam praktik
ketatanegaraan.[16]
Pancasila
dalam filsafat digunakan sebagai objek dan subjek. Objek untuk dicari landasan
filosofi nya dan subjek untuk mengkritisi aliran filsafat yang berkembang. Maka
dari itu Pancasila harus menjadi orientasi pelaksanaan sistem politik dan
pembangunan nasional. Konsekuensi
logis implementasi Pancasila sebagai sistem filsafat maka ia akan mendasari
pelaksanaan konkret kehidupan bernegara Indonesia, baik itu akan tercermin
dalam sistem ekonomi, budaya, hukum, pertahanan, etika sosial, teknologi,
pendidikan.
Pancasila sebagai falsafah bangsa, ideologi negara,
pandangan hidup (weltanchaung), dan
dasar negara Republik Indonesia itu memiliki sejumlah dimensi dan keunggulan
dibanding ideologi-ideologi lain yang ada di dunia. Sebagai suatu ideologi,
Pancasila memiliki dan memenuhi prasyarat sebagi ideology yang baik, ideologi
yang mampu menghadapi perubahan dunia yang bergerak sangat dinamis.[17]
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya
merupakan sistem filsafat. Yang dimaksud dengan sistem ialah suatu kesatuan
bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan
tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Sila-sila
pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu
kesatuan organis. Antara sila-sila pancasila itu saling berkaitan, saling
berhubungan bahkan saling mengkualifikasi. Dengan bahasa yang lebih sederhana
bisa dijelaskan bahwa, lima sila pancasila saling berhubungan sekaligus saling
membuat masing-masing sila menjadi lebih mulia maknanya. Jadi dengan demikian maka pancasila pada hakikatnya
merupakan sistem filsafat, dalam pengertian bahwa bagian-bagian, sila-silanya
saling bertalian erat sehingga membentuk
suatu struktrur yang menyeluruh. Struktur tersebutlah yang mengandung nilai kebijaksaaan
dan cinta.[18]
Ada dua pertanyaan penting menyangkut implementasi
sistem filsafat Pancasila, yakni: pertama, bagaimanakah sistem filsafat
Pancasila sebenarnya yang membedakannya dengan sistem filsafat lain?; kedua,
sejauhmana transformasi sistem filsafat Pancasila tersebut ke dalam berbagai
bidang? Untuk pertanyaan pertama, Sistem
Filsafat Pancasila. Sistem filsafat
Pancasila berbeda dengan sistem filsafat yang lain (liberal maupun komunis).[19]
Belajar filsafat Pancasila merupakan keharusan bagi mahasiswa
terlepas dari latar belakang pendidikan tinggi yang diseriusinya. Sebagai
kajian teoritis, filsafat Pancasila bisa dipahami dengan lebih mudah dengan
cara melihat nilai-nilai yang terkandung dalam kata filsafat dan ideologi
Pancasila itu sendiri. Mempelajari filsafat Pancasila erat kaitannya dengan
memahami pergerakan mahasiswa dari sudut pandang ideologi yang dianut sejak
lama oleh bangsa Indonesia dan sudah diformalkan sejak kemerdekaan Republik
Indonesia sampai saat ini. Lebih jauh, nilai-nilai ketuhanan yang ada dalam
Pancasila juga berfungsi sebagai landasan spiritual dan moral bagi peningkatan
taraf hidup masyarakat Indonesia melalui pemahaman yang mendalam tentang sistem
ekonomi Pancasila. Dengan kata lain,
nilai nilai filsafat, filsafat Pancasila, ideologi Pancasila sudah banyak ditemukan dalam
realitas pola pikir, kehidupan sosial, dan kehidupan bisnis masyarakat
Indonesia.[20]
2.2 Rumusan Kesatuan Sila-sila
Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada
hakikatnya merupakan suatu sistem filsafat. Pancasila
pada hakikatnya merupakan sistem filsafat, dalam pengertian bahwa
bagian-bagian, sila-silanya saling bertalian
erat sehingga membentuk suatu struktrur yang menyeluruh. Struktur
tersebutlah yang mengandung nilai kebijaksanaan dan cinta.[21]
Pengertian sistem adalah suatu kesatuan
bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerja sama untuk suatu tujuan
tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. System
lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Suatu
kesatuan bagian-bagian
2) Bagian-bagian
tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
3) Saling
berhubungan dan saling ketergantungan
4) Keseluruhannya
dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (tujuan sistem)
5) Terjadi
dalam suatu lingkungan yang kompleks (Shore dan Voicb., 1974)
Pancasila yang terdiri dari bagian-bagian yaitu
sila-sila Pancasila setiap sila pada hakikatnya merupakan suatu asas sendiri,
fungsi sendiri-sendiri namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang
sistematis.
Dalam kaitan usaha mendorong Pancasila kepada pemahaman
dunia akan nilai-nilainya yang dibutuhkan semua bangsa, Indonesia membutuhkan
para pemasar (marketer) ideologi dan falsafah Pancasila kepada warga dunia.
Untuk itu peran politik internasional Indonesia harus lebih ditingkatkan lagi
agar mampu meningkatkan perannya dalam menciptakan ketertiban dunia yang penuh
perdamaian. Pengalaman menunjukkan bahwa
keanggotaan di Dk-PBB telah mengangkat prestise dan derajat negara bersangkutan
serta meningkatkan daya tawar dalam masalahmasalah percaturan politik global.
Bila indonesia terpilih dalam acara pemilihan anggota dewan keamanan PBB di
Majelis Umum PBB Juni 2018 yang bersaing dengan Maldives, yang mewakili Asia,
maka mulai 1 Januari 2019 sampai dengan 31 Desember 2020.[22]
Indonesia akan dapat menjalankan amanah Konstitusional
secara langsung sebagai anggota DK-PBB untuk masa 2 tahun. Indonesia diyakini
akan lebih berpengaruh dalam proses reformasi PBB secara keseluruhan: Indonesia
akan memetik efek berantai dari keanggotaannya di DK-PBB. Indonesia dapat
menjadikan Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa untuk meredakan konflik
menyangkut agama, misalnya, antara Arab Saudi dengan Yaman. Sila kedua,
kemanusiaan yang adil dan beradab dapat dipergunakan untuk mencegah
kesewenangwenangan dan menghargai hak-hak nasional sebagai bangsa berdaulat.
Sila ketiga yakni persatuan Indonesia dapat membawa inspirasi untuk mencegah
pelanggaran hak asasi manusia dan kemanusiaan. Sila keempat dapat menciptakan
kondisi terbentuknya lingkungan kondusif bagi proses pengambilan keputusan yang
demokratis.[23]
Sedangkan Sila kelima yakni keadilan social bagi selruh
rakyat Indonesia dapat menjembatani kesenjangan yang ada di dunia. Apakah itu
kesenjangan ekonomi, kesenjangan informasi antara negara yang pemilik jejaring digital serta komunikasi canggih
dengan negara yang terbelakang di bidang informasi dan komunikasi. Juga dapat
mengatasi kesenjangan antara negara maju dengan negara terbelakang di bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi. Pancasila sangta berpotensi untuk memberikan
sumbangan berupa spirit baru yang mampu merevitalisasi lembaga perserikatan
bangsabangsa guna mempersatukan keberagaman (pluralism).[24]
2.2.1
Kesatuan
Sila-sila Pancasila
1)
Susunan
Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Bersifat Organis
Dasar filsafat negara Indonesia terdiri atas lima
sila yang masing-masing merupakan suatu asas peradaban, namun demikian
sila-sila Pancasila merupakan suatu kesatuan dan keutuhan yaitu setiap sila
merupakan unsur (bagian yang mutlak) dari Pancasila. Maka Pancasila merupakan
suatu kesatuan yang majemuk tunggal. Isi dari sila-sila Pancasila yaitu hakikat
manusia ‘monopluralis’ yang memiliki
unsur-unsur, ‘susunan kodrat’ jasmani-rohani, ‘sifat kodrat’ individu-makhluk social, dan ‘kedudukan kodrat’ sebagai pribadi bediri sendiri-makhluk Tuhan yang
Maha Esa.
2)
Susunan Kesatuan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
Susunan Pancasila adalah hierarkhis dan mempunyai
bentuk piramidal. Pengertian matematika pyramidal digunakan untuk menggambarkan
hubungan hierarkhis sila-sila dari Pancasila dalam urut-urutan luas (kwantitas)
dan juga dalam hal sifat-sifatnya (kwalitas). Kalau dilihat dari intinya,
urut-urutan lima sila menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya dan
isi-sifatnya, merupakan pengkhususan dari sila-sila yang dimukanya.
Dalam susunan hierakhis dan
piramidal ini, maka Ketuhanan yang Maha Esa menjadi basis kemanusiaan,
persatuan Indonesia, kerakyatan dan keadilan sosial. Sebaliknya, Ketuhanan yang Maha Esa
adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan,
yang membangun, memelihara, dan mengembangkan persatuan Indonesia, yang berkerakyatan
dan berkeadilan sosial
demikian selanjutnya, sehingga tiap-tiap sila di dalamnya mengandung sila-sila
lainnya.
2.2.2 Rumusan Pancasila yang
Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
1. Sila
pertama : Ketuhanan yang Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, keadlian sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Sila
kedua : Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah diliputi dan dijiwai sila
Ketuhanan yang Maha Esa adalah menjiwai sila-sila persatuan Indonesia,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Sila
ketiga : persatuan Indonesia adalah diliputi Ketuhanan yang Maha Esa adalah
meluputi dan menjiwai sila-sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
4. Sila
keempat : kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dan
permusyawaratan/perwakilan, adalah diliputi dan dijiwai oleh sila-sila
Ketuhanan yang Maha Esa kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,
meliputi dan menjiwai sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Sila
kelima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah diliputi dan
dijiwai oleh sila-sila Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dan permusyawaratn/perwakilan
2.2.3
Hubungan
Sila-sila Pancasila yang Saling Mengisi dan Saling Mengkualifikasi
Sila-sila Pancasila sebagai kesatuan dapat dirumuskan pula dalam
hubungannya saling mengisi atau mengkualifikasi dalam rangka hubungan
hierarkhis piramidal
tadi. Tiap-tiap sila seperti sudah disebutkan di atas mengandung empat sila
lainnya, dikualifikasi oleh empat sila lainnya. Untuk kelengkapan dari hubungan
kesatuan keseluruhan dari sila-sila Pancasila dipersatukan dengan rumus
hierarkhis tersebut di atas.
1. Sila
pertama; Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan yang adil
dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang berkeadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Sila
kedua; Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab adalah kemanusiaan yang ber-Ketuhanan
Yang Maha Esa, yang berpesatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang berkeadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Sila
ketiga; Persatuan Indonesia adalah persatuan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat indonesia.
4. Sila
keempat; Kerakyatan Yang
Dipimpin Oleh Hikmat dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, adalah kerakyatan yang
ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, Berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang
berpersatuan Indonesia, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5.
Sila kelima; Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia adalah keadilan yang ber-Ketuhanan Yang
Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan bearadab, yang berpersatuan Indonesia,
yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan/ perwakilan
(Notonagoro, 1975:43-44).
Prof. Drs. Sunarjo Wreksosuhardjo mengajak kita
untuk melihat sila kelima Pancasila, Keadilan sosial bagi seluruh rakyak
Indonesia. Kalau ”memperoleh pekerjaan itu sulit” maka itu berarti bahwa kita wajib bersama-sama
berusaha mewujudkan sila kelima butir ke 12 (versi 36 butir) yakni kemajuan
yang merata dan berkeadilan sosial. Hal
itu harus diperjuangkan secara bersama baik oleh Pemerintah Negara, pengusaha
swasta, dunia pendidikan dan pelatihan, maupun rakyat pada umumnya. Analisis Prof. Drs. Sunarjo bisa dipahami
sebagai kritik terhadap beberapa kalangan yang memahami bahwa pengangguran
adalah kesalahan pemerintah negara semata. Artinya, pemerintah memang
bertanggungjawab untuk menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya. Namun kalau
tidak didukung, terutama oleh individu yang bekerja keras untuk meningkatkan
kualitas dirinya baik keterampilan nyata ataupun sotfskill maka sekeras apapun
upaya pemerintah untuk menaggulangi pengangguran, tidak akan berdampak nyata
bagi kesejahteraaan masyarakatnya.[25]
2.3. Kebenaran Ilmiah dalam Pancasila
Ada
beberapa kriteria tentang kebenaran yang sejak dulu dijadikan acuan para
ilmuwan dalam mendapatkan pengetahuan. Pengetahuan manusia merupakan proses
panjang yang dimulai dari purwa-madya-wasana (awal-proses-akhir). Akhir proses
pemgetahuan manusia di ungkapkan melalui
pertanyaan-pernyataan yang bener. Dari kriteria ini diperoleh empat
macam teori kebenaran:
1. Teori kebenaran koherensi
Kebenaran
koherensi ditandai dengan pernyataan yang satu dengan pernyataan yang lain
salin berkaitan, konsisten, dan runtut (logis). Pernyataan yang satu dengan
yang lain tidak boleh bertentangan. Contoh
kebenaran koherensi Pancasila: Pancasila merupakan dasar negara RI. Oleh
karena itu segala peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
bersumber dari Pancasila. Seperti air cucuran atap jatuhnya ke palimbahan
2. Teori kebenaran korespondensi
Ditandai
dengan adanya kesesuaian antara pernyataan dan kenyataan. Contoh pernyataan
benar secara korespondensi, yaitu Indonesia terletak pada posisi silang dunia.
Hal ini sesuai dengan kondisi geografis indonesia yang berada diantara dua
benua, yaitu benua Asia dan Benua Australia dan dua samudera, yaitu samudera Indonesia dan Pasifik. Contoh
kebenaran korespondensi untuk pancasila, yaitu sila Ketuhanan Yang Maha Esa
sesuai (cocok) dengan keadaan bangsa indonesia terdapat berbagai penyembahan
terhadap sang pencipta.
3. Teori
kebenaran pragmatisme
Kebenaran
pragmatis berdasarkan kriteria bahwa pernyataan-pernyataan yang dibuat harus
membawa kemanfaatan bagi sebagian besar umat manusia. Contoh kebenaran
pragmatis dalam pancasila dapat dilihat dari fungsi nyata Pancasila sebagai
pemersatu bangsa yang ada di indonesia.
4. Teori kebenaran konsensus
Kebenaran konsensus
didasarkan pada kesepakatan bersama.
Suatu pernyataan dinilai benar apabila disepakati oleh masayarakat atau
komunitas tertentu yang menjadi bagian dari proses konsensus.
2.4
Kesatuan
Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat
Sebagaimana dijelaskan
bahwa kesatuan nilai-nilai Pancasila adalah bersifat hierarkis dan
mempunyai bentuk piramidal, di gunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkis
sila-sila Pancasila dalam urut-urutan luas (kuantitas) dan dalam pengertian
inilah hubungan kesatuan sila-sila Pancasila itu dalam arti formal logis.
Kesatuan yang demikian ini meliputi kesatuan dalam hal dasar ontologis, dasar
episternologis dari sila-sila Pancasila (lihat Notonagoro. 1980 : 61 dan 1975 :
52, 57). Secara filosofis Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat
memiliki, dasar ontologis, dasar epistemologis dan dasar aksiologis sendiri
yang berbeda dengan sistem filsafat yang lainya.
2.4.1
Dasar Antropologis (Hakikat Manusia) Sila–sila Pancasila
Manusia sebagai pendukung pokok sila–sila pancasila secara ontologis
memiliki hal–hal yg mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa
jasmani dan rohani, sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial, serta kedudukan
kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan yang maha esa. Oleh karena
kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai
makhluk tuhan inilah maka secara hierarkis sila pertama ketuhanan yang Maha Esa mendasari dan
menjiwai keempat sila-sila
pancasila yang
lainnya (Notonagoro, 1975:53).
Pendekatan ontologis, nilai-nilai Pancasila mengandung
sifat intrinsik dan ekstrinsik. Bersifat intrinsik, nilai-nilai Pancasila berwujud
filsafati, keseluruhan nilai-nilai dasarnya sistematis dan rasional. Berupa
sistem pemikiran, yang dijadikan dasar bagi manusia dalam mengkonsepsikan
realitas alam semesta, sang pencipta, manusia, makna kehidupan, masyarakat,
bangsa dan negara. Bersifat ekstrinsik (praktis) karena berupa pandangan hidup,
di dalamnya mengandung sistem nilai, kebenaran yang diyakini, merupakan
kebulatan ajaran tentang berbagai bidang kehidupan masyarakat bangsa Indonesia.
Ajaran filsafat itu sedemikian kuat mempengaruhi alam pikiran manusia
Indonesia, berupa cara pandangnya mengenai arti hidup dan kehidupan masyarakat
dan negara. Sebagai manifestasinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
nilai-nilai Pancasila diyakini sebagai nilai dasar, dan puncak budaya bangsa, jiwa
dan kepribadian bangsa. Sedemikian mendasar nilai-nilai tersebut dalam menjiwai
dan memberi watak bangsa Indonesia, maka sangat beralasan untuk memberikan
pengakuan terhadap kedudukan Pancasila sebagai filsafat bangsa Indonesia
(Iriyanto, 2009:9).[26]
Landasan ontologis ini menjadi basis kekuatan hukum bagi
kedudukan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia sebagaimana
dituangkan ke dalam Pembukaan UUD. N.R.I.1945. alenia IV yang ditetapkan oleh
PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Implikasinya, UUD.N.R.I 1945 sebagai konsitusi
negara Indonesia, disamping menjadi dasar pembentukan negara Indonesia, juga
memuat landasan yuridis Pancasila sebagai norma dasar negara yang fundamental
(staatsfundamental norm) yang merupakan cita hukum (rechidee) NKRI.[27]
Berdasarkan uraian tersebut maka hakikat kesatuan sila-sila Pancasila, yang
bertingkat dan berbentuk piramidal dapat dijelaskan sebagai berikut.
1.
Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha
Esa mendasari dan menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan serta keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tuhan
adalah sebagai asal mula segala sesuatu, tuhan adalah mutlak, sempurna dan
kuasa, tidak berubah, tidak terbatas pula sebagai pengatur tata tertib alam
(Notonagoro, 1975:78).
2.
Sila kedua: Kemanusiaan yg adil dan
beradab di dasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan yang maha esa, serta mendasari dan menjiwai sila persatuan indonesia.
Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut,
negara adalah lembaga kemanusiaan, yg diadakan oleh manusia (Notonagoro,
1975:55).
3.
Sila ketiga: Persatuan Indonesia di dasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan yang maha esa.
Persatuan adalah sebagai akibat adanya manusia sebagai makhluk tuhan yg maha
esa,adapun hasil persatuan adalah rakyat sehingga rakyat adalah merupakan unsur
pokok Negara.
4.
Sila keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratn perwakilan, di dasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan yang maha
esa, kemanusiaan dan persatuan. Maka pokok sila keempat ialah kerakyatan
yaitu kesesuaiannya dengan hakikat rakyat dengan terwujudnya masyarakat yang
berkeadilan terwujudnya keadilan dalam hidup bersama (keadilan sosial).
5.
Sila kelima: Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila kelima ini didasari oleh keempat sila
lainya. Sila keadilan sosial adalah tujuan dari keempat sila lainya. Dengan
demikian logikanya keadilan sosial didasari dan dijiwai oleh sila kedua yaitu
kemanusiaan yg adil dan beradab (Notonagoro, 1975:140,141).
2.4.2 Dasar Epistemologis (Pengetahuan)
Sila–sila Pancasila
Dalam kehidupan sehari-hari
Pancasila adalah pedoman atau dasar bagi bangsa indonesia dalam memandang realitas
alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan negara tentang makna hidup serta
sebagai dasar bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam
hidup dan kehidupan. Hal ini berarti filsafat telah menjelma menjadi ideologi
(J Abdulgani, 1986).
Secara
epistemologis, Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara merupakan sebuah
kebenaran, dan keberadaannya melalui proses waktu dan jaman yang panjang. Dalam
sejarah perjalanan bangsa Indonesia, perkembangan Pancasila mengalami pasang
surutnya. Bagaimana proses pertumbuhan
dan perkembangan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara. Dalam teori
perkembangan dikenal adanya ragam pola perkembangan, yaitu perkembangan yang
menganut pola : (a) linier kontinyu, (b) siklus sirkuler, (c) dialektik diskontinyu.[28] Sebagai suatu ideologi maka pancasila
memiliki tiga unsur pokok agar dapat menarik loyalitas dan pendukungnya yaitu:
1.
Logos yaitu rasionalitas atau penalarannya.
2.
Pathos yaitu penghayatannya.
3.
Ethos yaitu kesusilaannya (wibisono, 1996:3).
Dasar epistemologis pancasila pada hakikatnya tidak
dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Pancasila sebagai suatu ideologi
bersumber pada nilai-nilai dasarnya yaitu filsafat pancasilaa (Soeryanto,
1991:51). Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi yaitu:
pertama tentang sumber pengetahuan
manusia, kedua tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tentang
watak pengetahuan manusia (titus, 1984:20). Adapun potensi atau daya untuk
meresapkan pengetahuan atau dengan lain perkataan transformasi pengetahuan
terdapat tingkatan sebagai berikut: demonstrasi, imajinasi,
asosiasi, analogi, refleksi, intuisi, inspirasi dan ilham (Notonagoro, tanpa
tahun:3).
2.4.3 Dasar Aksiologis (nilai) Sila-sila Pancasila
Aksiologi
merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia
menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani
yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu.
Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartika
aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan
yang diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai
merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama.
sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh
setiap insan.
Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang
tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang
mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan
sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa
memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan
yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan
yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.
Pendekatan aksiologis, memberikan dasar-dasar
pertimbangan normatif tentang keberadaan Pancasila sebagai ideologi dan dasar
negara. Undang Undang Dasar N.R.I. 1945 memuat landasan yuridis Pancasila
sebagai norma fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm), yang merupakan cita
hukum (rechtidee) Negara Kesatuan Republik Indonesia.Pancasila sebagai cita
hukum, dijabarkan dan dirumuskan kedalam pasal-pasal batang tubuh UUD. N.R.I
1945. Pancasila sebagai cita hukum
membawa konsekuensi Pancasila menjadi sumber tertib hukum atau sumber dari
segala sumber hukum dalam sistem ketatanegaraan R.I. Keseluruhan produk hukum
di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Pancasila
harus dijadikan sumber orientasi bagi pengembangan hukum di Indonesia.[29]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Filsafat merupakan ilmu yang paling umum yang mengandung usaha mencari
kebijaksanaan dan cinta akan kebijakan. Pancasila dapat digolongkan sebagai
filsafat dalam arti produk, Filsafat
sebagai pandangan hidup, dan filsafat dalam arti praktis. Hal ini berarti
pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai peranan dan pedoman dan pegangan
dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari. Dan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa indonesia
dimanapun mereka berada.
Pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk
mengatur pemerintahan Negara atau dengan kata lain pancasila merupakan suatu
dasar untuk mengatur penyelenggaraan Negara. Pancasila merupakan sumber dari
segala sumber hukum, Pancasila merupakan kaidah hukum negara yang secara
konstitusional mengatur Negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai Filsafat
negara Indonesia adalah hasil pemikiran mendalam dari bangsa indonesia, yang
dianggap dan diyakini sebagai kenyataan nilai dan norma yang paling benar dan
adil untuk melakukan kegiatan hidup berbangsa dan bernegara di manapun mereka
berada.
3.2 Saran
Warga negara Indonesia merupakan
sekumpulan orang yang hidup dan tinggal di negara Indonesia. Oleh karena itu,
sebaiknya warga negara Indonesia harus lebih menyakini atau mempercayai,
menghormati, menghargai, menjaga, memahami, dan melaksanakan segala hal yang
telah dilakukan oleh para pahlawan bahwa falsafah Pancasila adalah sebagai
dasar falsafah negara Indonesia. Sehingga kekacauan yang sekarang terjadi ini
dapat diatasi dan lebih memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara
Indonesia ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Syafruddin. 2013. Pancasila As Integration Philosophy of Education And National Character.
International Journal Of Scientific & Technology Research Volume 2, Issue
1.
Antoni, Condra. 2012. Filsafat
Pancasila Sebagai Basis Pergerakan Mahasiswa, Kehidupan Sosial, Spirit
Kewirausahaan. Jurnal Integrasi. Vol. 04 No. 02.
Asmaroini, Puji. 2017. Menjaga Eksistansi Pancasila dan Penerapannya bagi Masyarakat di Era
Globalisasi. Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan. Vol. 01 No.02.
Fathurrahman. 2018. Potensi
Pancasila Sebagai Falsafah Dunia.Jurnal
Renaissance. Vol 03 No. 02. http://www.ejournalakademia.org./indeks.php/renaissance.
Jhoner, Franco. Pancasila: 5 Ways of Life for Indonesian People. Multidisciplinary Approach and
Studies. Vol. 05. No. 01.
Kurniawan, Indra. 2017. Pancasila as A Basis For Nation’s Character Education. Atlantis
Press. Vol 125.
Kaelan, 1996, Filsafat Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.
Kaelan, 1995, “Hakikat Sila-sila Pancasila”, dalam Ensiklopedi Pancasila Pariata
Westra (ED), Penerbit BPA, Yogyakarta.
Kaelan, 2005. Pendidikan
Pancasila. Yogyakarta: Penerbit Paradigma.
Notonagoro.1987. Pancasila
secara Ilmiah Populer. Jakarta: Pantjuran Tujuh.
Rukiyati, 2013. Pendidikan
Pancasila. Yogyakarta: UNY Press https://www.academia.edu/9135034/PANCASILA_SEBAGAI_SISTEM_FILSAFAT_MAKALAH_Disusun_untuk_Memenuhi_Tugas_Pancasila_
Soedarso. 2006. Pengembangan
Sistem Filsafat Pancasila. Jurnal Filsafat. Vol.36 No. 01. https://academic.microsoft.com/paper/2610540091/reference
Widisuseno, Irianto. 2014. Azas Filosofis Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara.
Humalika. Vol 20 No 02. https://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika/article/view/8858
Zabda, Syahrir. 2016. Aktualisasi
Milenial Pancasila sebagai Dasar Falsafah Negara dan Implementasinya dalam
Pembangunan Karakter Bangsa. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial. Vol 26. No 02. https://journals.ums.ac.id/index.php/jpis/article/view/3355
[1]Syafruddin Amir. Pancasila As Integration Philosophy of
Education And National Character. (INTERNATIONAL
JOURNAL OF SCIENTIFIC & TECHNOLOGY RESEARCH VOLUME 2, ISSUE 1, JANUARY 2013.)
page.54.
[2] Soedarso. Pengembangan Sistem Filsafat Pancasila. (Jurnal
Filsafat. Vol.36 No. 01. 2006.) Hal. 46.
https://academic.microsoft.com/paper/2610540091/reference
[3] Indra Kurniawan. Pancasila as A Basis For Nation’s Character
Education.(
Atlantis Press. Vol 125. 2017.) page.269.
[4] Fathurrahman.
Potensi Pancasila Sebagai Falsafah Dunia.
(Jurnal Renaissance. Vol. 03 No. 02. 2018) hal. 413
[5] Syahrir
Zabda. Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila
sebagai Dasar Falsafah Negara dan Implementasinya dalam Pembangunan Karakter
Bangsa. (Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial. Vol. 26 No. 02. 2016) hal.111
[7] Fathurrahman.
Potensi Pancasila Sebagai Falsafah Dunia. (Jurnal Renaissance. Vol
03 No. 02. 2018.) hal. 413
[8] Franco Jhoner. Pancasila: 5 Ways of Life for Indonesian
People. (Multidisciplinary
Approach and Studies. Vol. 05. No. 01. 2018). Page 20
[10] Antoni, Condra. Filsafat Pancasila Sebagai Basis Pergerakan Mahasiswa, Kehidupan
Sosial, Spirit Kewirausahaan.( Jurnal Integrasi. Vol. 04 No. 02. 2012) hal.129.
[11] Fathurrahman. Potensi
Pancasila Sebagai Falsafah Dunia. (Jurnal
Renaissance. Vol 03 No. 02. 2018.) hal. 414.
[12] Irianto
Widisuseno . Azas Filosofis Pancasila
Sebagai Ideologi dan Dasar Negara. (Humalika.
Vol 20 No 02. 2014.) hal. 65.
[13] Condra Antoni. Filsafat Pancasila
Sebagai Basis Pergerakan Mahasiswa, Kehidupan Sosial, Spirit Kewirausahaan.( Jurnal
Integrasi. Vol. 04 No. 02. 2012)
hal.129.
[14] Soedarso. Penembangan Sistem Filsafat Pancasila. (Jurnal
Filsafat. Vol.36 No. 01. 2006). Hal.51
[15] Fathurrahman. Potensi Pancasila Sebagai Falsafah Dunia. (Jurnal Renaissance. Vol
03 No 02. 2018.) hal. 412.
[16]Puji Asmaroini. Menjaga
Eksistansi Pancasila dan Penerapannya bagi Masyarakat di Era Globalisasi. (Jurnal
Pancasila dan Kewarganegaraan. Vol. 01 No.02. 2017). Hal. 61.
[17] Fathurrahman. Potensi Pancasila Sebagai Falsafah Dunia. (Jurnal Renaissance. Vol
03 No 02 . 2018) hal. 415.
[18] Condra
Antoni. Filsafat Pancasila Sebagai Basis
Pergerakan Mahasiswa, Kehidupan Sosial, Spirit Kewirausahaan.( Jurnal
Integrasi. Vol. 04 No. 02. 2012.) hal. 130.
[19] Soedarso. Penembangan
Sistem Filsafat Pancasila. (Jurnal Filsafat. Vol.36 No. 01. 2006). Hal.51
[20] Condra
Antoni. Filsafat Pancasila Sebagai Basis
Pergerakan Mahasiswa, Kehidupan Sosial, Spirit Kewirausahaan.( Jurnal
Integrasi. Vol. 04 No. 02. 2012.) hal. 135.
[21] Ibid.,hal.
130.
[22]
Fathurrahman. Potensi Pancasila Sebagai Falsafah Dunia. (Jurnal Renaissance. Vol
03 No 02 . 2018) hal. 417.
[24]Ibid.hal.417.
[25] Condra
Antoni. Filsafat Pancasila Sebagai Basis
Pergerakan Mahasiswa, Kehidupan Sosial,
Spirit Kewirausahaan. (
Jurnal Integrasi. Vol. 04 No. 02. 2012.) hal. 133.
[26] Iriyanto Widisuseno . Azas Filosofis Pancasila Sebagai Ideologi
dan Dasar Negara. (Humalika.
Vol 20 No 02. 2014.) hal. 65.
[27] Iriyanto Widisuseno. Azas Filosofis Pancasila Sebagai Ideologi
dan Dasar Negara. (Humalika.
Vol 20 No 02. 2014.) hal. 65.
No comments:
Post a Comment