Friday, January 17, 2020

MAKALAH Pancasila Sebagai Sistem Filsafat Bangsa Indonesia


MAKALAH
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata kuliah Pancasila
Dosen Pembimbing: Farid Hidayat, S.H., M.S.I

Disusun oleh:

Fajar Sodik                              (19108020003)
Nur Aulia                                (19108020004)
Mauidhotun Nisa’                   (19108020006)
Muhammad N Hanif               (19108020030)


PRODI PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2019

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
          Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya  kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam juga penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW., kepada para sahabat dan keluarganya, dan semoga sampai kepada kita semua sebagai umatnya  yang masih konsekuen terhadap ajaran yang diajarkan oleh Beliau.
          Ucapan terima kasih Kami sampaikan kepada Dosen mata kuliah Pancasila, orang tua tercinta, serta para sahabat dan teman-teman. Sehingga, penulis dapat menyelesaikan makalah ini dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Pancasila materi "Pancasila Sebagai Sistem Filsafat" UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
          Tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pancasila. Disamping itu makalah ini diharapkan dapat menjadi sarana pembelajaran serta dapat menambah wawasan dan pengetahuan. Penyusun berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya.
          Dalam  penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini, baik dalam segi penulisan maupun isinya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk dijadikan pedoman pada penulisan makalah selanjutnya.

                                                                        Yogyakarta,  17 Oktober 2019
                                                                                   
                                                                                         Penulis

DAFTAR ISI


HALAMAN  JUDUL.............................................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii...........
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pancasila dan Filsafat................................................................ 3
2.1.1 Pengertian Pancasila..................................................................... 3
2.1.2 Pengertian Filsafat....................................................................... 8
2.1.3 Pengertian Pancasila sebagai sistem Filsafat.............................. 13
2.2 Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem................... 16
2.2.1 Kesatuan Sila-sila Pancasila....................................................... 18
2.2.2 Rumusan Pancasila yang bersifat Hierarkis dan Berbentuk
Piramidal.................................................................................... 18
2.2.3 Hubungan Sila-sila Pancasila yang Saling Mengisi dan
Saling Mengkualifikasi.............................................................. 19
2.3 Kebenaran Ilmiah dalam Pancasila........................................................... 21...........
2.4 Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat...................... 22
2.4.1 Dasar Antropologis Sila-sila Pancasila....................................... 22
2.4.2 Dasar Epistimologis Sila-sila Pancasila...................................... 24 
2.4.3 Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila........................................... 25
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan ......................................................................................... 27
3.2. Saran ................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 28


BAB I

PENDAHULUAN



1.1         Latar Belakang

Pancasila adalah dasar filsafat negara Republik Indonesia yang resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No.7 bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945.

Dalam perjalanan sejarah eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung di balik legitimasi ideologi negara Pancasila. Dengan lain perkataan dalam kedudukan yang seperti ini Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia melainkan direduksi, dibatasi, dan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa saat itu.

Berdasarkan kenyataan tersebut di atas gerakan reformasi berupaya untuk mengembalikan kedudukan dan fungsi pancasila yaitu sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang hal ini direalisasikan melalui Ketepatan sidang Istimewa MPR tahun 1998 No.XVIII/MPR/1998 disertai dengan pencabutan P-4 dan sekaligus juga pencabutan pancasila sebagai satu-satunya asas bagi Orsospol di Indonesia. Ketetapan tersebut sekaligus juga mencabut mandat MPR yang diberikan kepada Presiden dan kewenangannya untuk membudayakan Pancasila melalui P-4 dan asas tunggal Pancasila. Monopoli Pancasila demi kepentingan kekuasaan oleh penguasa inilah yang harus segera diakhiri, kemudian dunia pendidikan tinggi memiliki tugas untuk mengkaji dan memberikan pengetahuan kepada semua mahasiswa untuk benar-benar mampu memahami Pancasila secara ilmiah dan objektif.

As an integral component of this nation, we must agree that Pancasila is a revolutionary concept that advanced civilizations, especially for Indonesia, Pancasila as well as forming the character and identity of a great nation, modern, dignified and civilized. Pancasila is the ideology of the nation that should be the spirit of every pulse of life of citizens and constitutional activity, because the Pancasila is seen as media acculturation in various partial thoughts on religion, education, cultural, political, social and even economic. So by making the philosophy of Pancasila as a nation, we can realize Indonesian nationalism.[1]

1.2   Rumusan Masalah

1        Apa pengertian Pancasila dan Filsafat ?

2.      Apa saja rumusan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem ?

3.      Bagaimana Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat melalui dasar Antropologis, Epistemologis, serta Aksiologis ?

1.3         Tujuan

1      Untuk mengetahui pengertian dari Pancasila dan filsafat

2.    Untuk mengetahui dan memahami Rumusan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem

3.    Untuk mengetahui dan memahami Pancasila melalui dasar Antropologis, Epistimologis, serta Aksiologis

BAB II

PEMBAHASAN


2.1       Pengertian Pancasila dan Filsafat

2.1.1    Pengertian Pancasila

   1).     Secara Etimologis

Secara etimologis istilah “pancasila” berasal dari sansekerta dari India (bahasa kata brahmana) adapun bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta. Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa sansekerta perkataan “pancasila” memiliki dua macam arti secara leksikal yaitu, Panca artinya lima syila vokal i pendek artinya batu sendi, alas atau dasar, “syiila” vokal i panjang artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau senonoh (Suhadi, 1986).[2]

Etymologically, the word "Pancasila" is derived from Sanskrit, Indian (the language of the Brahmin caste). According to Prof. Muhammad Yamin, in Sanskrit the word "Pancasila" has  two kinds of meaning, namely: Panca means 'five', whereas, syiila deals with the rules of good or important attitude. Thus, Pancasila has moral and ethical principles.[3]

Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa Jawa diartikan susila yang memiliki hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologis kata pancasila yang dimaksudkan adalah istilah Panca Syiila dengan vokal i pendek yang memiliki makna leksikal berbatu sendi lima atau secara harfiah dasar yang memiliki lima unsur. Adapun istilah Panca Syiila dengan huruf Dewanagari bermakna 5 aturan tingkah laku yang penting.

Pancasila adalah anugerah yang luar biasa sebagai karya falsafah bangsa yang khas digali dan dirumuskan secara par-excellence oleh para pendiri bangsa (the founding fathers). Profesor Dr. Notonegoro sampai pada kesimpulan bahwa Pancasila itu bersifat final and absolute truth. (Notonegoro (1957; 26).[4]

Pancasila merupakan suatu pandangan hidup bangsa yang nilai-nilainya sudah ada sebelum secara yuridis bangsa Indonesia membentuk negara. Bangsa Indonesia secara historis ditakdirkan oleh Tuhan YME, berkembang melalui suatu proses dan menemukan bentuknya sebagai suatu bangsa dengan jati dirinya sendiri. Secara kultural dasar-dasar pemikiran tentang Pancasila dan nilai-nilai Pancasila berakar pada nilai-nilai kebudayaan dan nilai-nilai religius yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri sebelum mendirikan negara”. (Kaelan, 2011: 8).[5]

Nilai-nilai Pancasila adalah sebagai sumber nilai dalam realisasi normatif dan praksis dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan. Dalam pengertian seperti ini nilai-nilai Pancasila merupakan das sollen bagi bangsa Indonesia, sehingga seluruh derivasi normatif dan praksis berbasis pada nilai-nilai Pancasila (Kaelan, 2007: 10).[6]

  2).      Secara Historis

Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr. Radjiman Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah, khususnya akan dibahas pada sidang tersebut. Masalah tersebut adalah tentang suatu calon rumusan dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Kemudian tampilah pada sidang tersebut tiga orang pembicara yaitu Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno.

Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam sidang tersebut Ir. Soekarno berpidato secara lisan mengenai calon rumusan dasar negara Indonesia. Kemudian untuk memberikan nama “Pancasila” yang artinya lima dasar, hal ini menurut Soekarno atas saran dari salah seorang temannya yaitu seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan namanya.

Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, kemudian keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 disahkannya Undang-Undang Dasar 1945 termasuk pembukaan UUD 1945 dimana didalamnya termuat isi rumusan lima prnsip sebagai satu dasar negara yang diberi nama Pancasila. Sejak saat itulah perkataan Pancasila menjadi bahasa Indonesia dan merupakan istilah umum. Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah “Pancasila”, namun yang dimaksudkan Dasar Negara Republik Indonesia adalah disebut dengan istilah “Pancasila”. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis terutama alam rangka pembentukan calon rumusan dasar negara, yang secara spontan diterima oleh peserta sidang secara bulat.

C.        Secara Terminologis

Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 itu telah melahirkan negara Republik Indonesia. Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan negara sebagaimana lazimnya negara-negara yang merdeka, maka Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera megadakan sidang. Dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan UUD negara Republik Indonesia yang dikenal dengan UUD 1945. Adapun UUD 1945 yang berisi 37

pasal, 1 Aturan Peralihan yang terdiri atas 4 pasal dan 1 Aturan Tambahan terdiri atas 2 ayat.

Dalam bagian pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas empat alinea tersebut tercantum rumusan Pancasilla sebagai berikut :

1)   Ketuhanan Yang Maha Esa

2)   Kemanusiaan yang adil dan beradab

3)   Persatuan Indonesia

4)   Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam  permusyawaratan/perwakilan

5)   Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang secara konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh rakyat Indonesia. Notonegoro selaku ahli mengenai Pancasila berpandangan bahwa Pancasila sebagai kebenaran absolut itu menghablur dalam paham organicisme, organic notion of state. Bahkan menyatunya Pancasila sebagai istilah itu, Notonegoro tidak membenarkan dua suku kata dari Panca dan sila itu ditulis Panca dan Sila, tetapi harus ditulis menyatu menjadi Pancasila.[7]

D.        The Meaning Of Pancasila

Pancasila, meaning five precepts or five foundations, has important goals and objectives in all aspects of Indonesian society. The five principles that became the point of agreement (common denominator) of all elements of the nation, in the view of Soekarno are as follows:

1.    Nationality of Indonesia

The basis of Indonesian nationality according to Soekarno is a form of consensus between the nationalities and the Muslims. The result agreed to establish a state "all for all", not just for one person or a particular class, either the royalty, or the rich. So the first basis which, according to Soekarno both used as the basis of the State of Indonesia is the basis of nationality.

2.    Internationalism or Humanity

The basis of Internationalism or Humanity initiated by Sukarno has to do with the basis of Indonesian nationality. The national basis of Indonesia is not the basis of a solitary nationality, not chauvinism. The nation of Indonesia must lead to world unity, world fraternity. Because the struggle for independence not only established an independent state of Indonesia, it must also lead to the kinship of nations.

3.    Democracy

Democracy initiated by Sukarno as the basis of representation, the basis of deliberation. The requirement for the strength of the State of Indonesia is deliberation and representation. All unresolved and unsatisfactory issues are resolved by discussion within the framework of deliberations.

4.    Social Welfare

The foundation of Social Welfare initiated by Soekarno has a connection with the foundation of Democracy. Soekarno explained that if seeking democracy, it should not be Western democracy. But a life-giving democracy, a democratic economicpolitics capable of bringing about social welfare. This principle is also known as sociale rechtvaardigheid, not only political equality, but also in the field of economy should also be held equations that aim at the best prosperity together.

5.    Belief based on Culture

Belief based on Cultureinitiated by Sukarno is a principle of acknowledging and believing in the existence of God. The principle of freedom is based on devotion to God Almighty. The Basic of the Belief based on Culture reflects the minds, mutual respect for each other in the diversity of religions and beliefs.[8]

E. Pancasila Is The Traditional Values Of The Indonesian Nation

Pancasila if viewed from the aspect of sociogical, is a crystallization of the values that exist in the public society. Pancasila reflects values that constant and common in community. These values exist beneath and in the general society and its calledthe national traditions.v

The National Tradition is fundamental in the life of the nation. Fundamental means that the tradition is the most fundamental / most basic and has been attached to every soul and heart of the Indonesian nation. Every citizen of the nation is fully and consistently aware that the tradition must be inherited, preserved in everyday life, so that tradition is always present in every generation.

In examining Pancasila as a tradition, we can see Karl Poper's opinion that tradition has functions in line with the formation of formal law with the aim of providing order to society. There is no contradiction between tradition and legislation related to the function of order. On that basis, some traditions have evolved into customs that the Communities follow as a legal norm, hereinafter referred to as customary law (costomary law).vi Poper's statement is also supported by Patrick Glenn, which he said:

“The concept of legal tradition is explained as non-conflictual in character and compatible with new and inclusive forms of logic”.

John Austin, on the other hand, argues that between formal and informal law has the same function of providing social order, but the binding forces between the two are different. As Austin argues that, before being accepted by a court or legislation, habits or traditions merely as a rule of positive morality.

Based on the opinions of experts who have been authors described above, it can be concluded that tradition as an informal law can develop into a formal law. The "evolution" process of tradition (informal law) into formal law takes a long time. There is no contradiction between lifting traditions (informal law) into formal law that is adhered to in a complex society.[9]

2.1.2    Pengertian Filsafat

Secara etimologis, kata filsafat memiliki arti yang sepadan dengan kata falsafah dalam bahasa Arab atau kata philosphy dalam bahasa Inggris, atau kata philoshopie dalam bahasa Prancis dan Belanda, atau philoshophier dalam bahasa Jerman. Semua kata tersebut berasal dari kata Latin philosophia sebuah kata benda yang merupakan hasil dari kegiatan philoshopien sebagai kata kerjanya. Kata philosphia sendiri berasal dari bahasa  bahasa yunani ”Philein” yang artinya cinta dan sophos yang artinya hikmah atau kebijaksanaan atau wisdom.  Dalam pengertian lain, dijelaskan bahwa kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, Philosophia. Terdiri dari dua bentukan kata, philos dan sophos atau philein dan sophia. Philos dapat bermakna "sahabat" atau "teman", sedangkan sophos berarti "kearifan". Sementara itu, philein tidak lain daripada "mencintai" dan sophia adalah "kebijaksanaan". [10]

Pengertian filsafat secara umum bisa diartikan sebagai suatu kebijaksanaan hidup (filosofia) untuk memberikan suatu pandangan hidup yang menyeluruh berdasarkan refleksi atas pengalaman hidup maupun pengalaman ilmiah. Filsafat bisa juga diartikan sebagai ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran atau rasio. Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan.

Ilmu filsafat adalah pengetahuan yang bersifat radikal (mendasar) dan umum menyangkut masalah-masalah hakiki tentang manusia, alam dan Tuhan. Ilmu agama adalah pengetahuan manusia yang didasarkan pada sumber  berupa kitab suci dengan landasam kekayakinan iman. Tekhnologi adalah pengetahuan manusia yang awalnya ditunjukan untuk mempermudah manusia dalam memanfaatkan hasil-hasil alam, mengolah dan juga mengeksploitasi alam. Seni adalah pengetahuan dan ekspresi rasa keindahan manusia sebagai makhluk sosial.   

Pancasila sebagai pengetahuan manusia merupakan pengetahuan yang reflektif, bukan pengetahuan spontan. Proses penemuan pengetahuan pancasila ini diperoleh mnelalui kajian empiris dan filsofis terhadap berbagai ide atau gagasan, peristiwa dan fenomena sosio-kultural religius masyarakat Indonesia. Pancasila sebagai pengetahuan ilmiah-filsofis dapat dipahami dari sisi verbalis, konotatif,  dan denotatif. Pengetahuan Verbalis yaitu upaya memahami pancasila drai aspek rangkain kata yang diucapkan. Pengetahuan Konotatif yaitu upaya memahami pancasila dengan menggunakan rasio. Pengetahuan  Denotatif yaitu memahami pancasila berkaitan dengan fakta, realita yang menunjukan adanya perwujud-an nilai-nilai pancasila dalam kehidupan dapat berupa perbuatan, tindakan ataupun bukti-bukti fisik. Filsafat sendiri merupakan suatu ilmu pengetahuan karena memiliki logika, metode dan sistem. Namun filsafat berbeda dari ilmu-ilmu pengetahuan kehidupan lainnya oleh karena memiliki obyek tersendiri yang sangat luas.

Falsafah Pancasila, manusia Indonesia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang mempunyai naluri, akhlak, daya pikir, dan sadar akan keberadaannya yang serba terhubung dengan sesamanya, lingkungannya, alam semesta, dan penciptanya. Kesadaran ini menumbuhkan cipta, karsa, dan karya untuk mempertahankan eksistensi dan kelangsungan hidupnya dari generasi ke generasi (Sumarsono dkk 2007).

Daniel memberikan alasan soal itu karena Pamcasila sejak dirumuskan didalam badan persiapan kemerdekaan telah menjadi pertandingan diskursus antara kalangan nasionalis dan kalangan Islam.   Perang diskursus itu juga diyakini terjadi diantara kalangan Islam dan Islam lainnya atau juga diantara kalangan nasionalis dan kalangan nasionalis lainnya.[11]

A.           Arti filsafat menurut para ahli

1.      Harold H. Titus

              Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yg biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yg dijunjung tinggi;

2.      Hasbullah Bakry

             Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu.

3.      Prof. Dr.Mumahamd Yamin

            Filsafat ialah pemusatan pikiran, sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialaminya kesungguhan.

4.      Prof. Dr. Ismaun, M.Pd

            Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan qalbunya secara sungguh-sungguh, yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang sejati).

Ajaran filsafat itu sedemikian kuat mempengaruhi alam pikiran manusia Indonesia, berupa cara pandangnya mengenai arti hidup dan kehidupan masyarakat dan negara.[12]

5.      Pudjo Sumedi AS., Drs.,M.Ed. & Mustakim, S.Pd.,MM

            Istilah dari filsafat berasal bahasa Yunani: ”philosophia”. Seiring perkembangan zaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti: ”philosophic” dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab.

6.      Plato

            Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli.

7.      Aristoteles

            Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.

8.      Cicero

            Filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “ (the mother of all the arts). Ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan ).

Pakar filsafat UGM Prof. Kaelan (2007) menulis bahwa sebenarnya filsafat itu mudah dipahami. Dalam kehidupan sebenarnya manusia senantiasa berfilsafat. Misalnya, jika seseorang memandang bahwa kenikmatan dunia merupakan nilai terpenting dan tertinggi dalam kehidupan, maka ia bisa disebut berfilsafat hedonisme.[13]

B.       Lingkup pengertian filsafat

Filsafat memiliki bidang bahasan yang sangat luas yaitu segala sesuatu baik bersifat kongkrit maupun yang bersifat abstark. Maka untuk mengetahui lingkup pengertian filsafat, terlebih dahulu perlu dipahami objek material dan formal ilmu filsafat sebagai berikut :

1)      Objek material filsafat, yaitu objek pembahasan filsafat yang meliputi segala sesuatu baik yang bersifat material kongkrit seperti manusia, alam, benda, binatang san lain sebagainya, maupun sesuatu yang bersifat abstark misalnya nilai, ide-ide, ideologi, moral, pandangan hidup dan lain sebagainya.

2)      Objek formal filsafat, yaitu cara memandang seorang peneliti terhadap objek material tersebut, suatu objek material tertentu dapat ditinjau dari berbagai macam sudut pandang yang berbeda. Oleh karena itu, terdapat berbagai macam sudut pandang filsafat yang merupakan cabang-cabang filsafat, antara lain dari sudut pandang nilai terdapat bidang aksiologi, dari sudut pandang pengetahuan terdapat bidang epistemologi, keberadaan bidang ontologi, tingkah laku baik dan buruk bidang etika, keindahan bidang estetika dan masih terdapat sudut pandang lainnya yang lebih khusus misalnya filsafat sosial, filsafat hukum, filsafat bahasa dan sebagainya.

Berdasarkan objek material dan formal ilmu filsafat tersebut maka lingkup pengertian filsafat menjadi sangat luas. Berikut ini dijelaskan berbagai bidang lingkup pengertian filsafat.

1. Filsafat sebagai produk mencakup pengertian:

a)      Pengertian filsafat yang mencakup arti-arti filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep dari para filsuf pada zaman dahulu, teori, sistem atau tertentu, yang merupakan hasil dari proses berfilsafat dan yang mempunyai ciri-ciri tertentu.

b)      Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari aktifitas berfilsafat. Filsafat dalam pengertian jenis ini mempunyai ciri-ciri khas tertentu sebagai suatu hasil kegiatan berfilsafat dan pada umumnya proses pemecahan persoalan filsafat ini diselesaikan dengan kegiatan berfilsafat (dalam pengertian sebagai proses yang dinamis­).

2. Filsafat sebagai suatu proses yang

Dalam hal ini filsafat diartikan dalam bentuk suatu aktivitas berfilsafat, dalam proses pemecahan suatu permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objek permasalahannya.

C. Cabang-cabang Filsafat dan Aliran-alirannya

Cabang-cabang filsafat yang tradisional terdiri atas empat (4) yaitu: logika, metafisika, epistemologi, dan etika. (lihat titus, 1984:17), namun demikian berangsur-angsur berkembang sejalan dengan persoalan yang dihadapi oleh manusia. Maka untuk mempermudah pemahaman kita perlu diutarakan cabang-cabang filsafat yang pokok:

1.      Metafisika       : yang berkaitan dengan persoalan tentang hakikat yang ada

  (segala sesuatu yang ada)

2.      Epistemologi   : yang berkaitan dengan persoalan hakikat pengetahuan.

3.      Metodologi     : yang berkaitan dengan persoalan hakikat metode ilmiah.

4.      Logika             : yang berkaitan dengan persoalan penyimpulan.

5.      Etika                : yang berkaitan dengan persoalan moralitas

6.      Estetika           : yang berkaitan dengan persoalan keindahan.



2.1.3        Pengertian Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

Pancasila sebagai sistem filsafat adalah suatu konsep tentang dasar negara yang terdiri dari lima sila sebagai unsur yang mempunyai fungsi masing-masing dan satu tujuan yang sama untuk mengatur dan menyelenggarakan kehidupan bernegara di indonesia. Sebagai dasar negara kita Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di negara kita. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa indonesia dapat mempersatukan kita, serta memberi petunjuk dalam mencapai kesejahteraaan dan kebahagiaan lahir dan batin dalam masyarakat kita yang beraneka ragam sifatnya. Filsafat Pancasila adalah filsafat yang mempunyai obyek Pancasila, yaitu objek Pancasila yang benar dan sah sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alenia ke-4.

Sistem dapat diartikan sebagai bagian yang berbeda-beda yang berhubungan satu sama lain menjadi satu kesatuan untuk menuju satu fungsi tertentu. Satu sistem menunjuk pada konotasi: pertama, adanya satu hal atau tata aturan atau susunan struktural dari bagiannya; kedua, adanya satu rencana, metode, alat, atau tata cara untuk mencapai sesuatu (Amrin dalam Pelly, 1994).[14]

Menurut Soekarno, Pancasila sesungguhnya adalah intisari sari sejarah peradaban bangsa Indonesia yang sama sekali tidak terpisah dari peradaban dunia. Oleh karena itu Pancasila seharusya juga menjadi falsafah dunia. Artinya sejak awal-awal kemerdekaan, Soekarno sudah melakukan usaha-usaha agar Pancasila yang menajdi dasar negara Indonesia itu dikenal diseluruh dunia. Ada upaya internasionalisasi nilai-nilai Pancasila dalam pentas pergaulan dunia.[15]

Pancasila sebagai Sistem Filsafat adalah kesatuan dari berbagai unsur yang memiliki fungsi tersendiri, tujuan yang sama, saling keterikatan dan ketergantungan. Filsafat adalah upaya manusia mencari kebijaksanaan hidup dalam membangun peradaban manusia. Pancasila adalah ideologi dasar dalam kehidupan bernegara Indonesia. Ideologi Pancasila, adalah operasionalisasi filsafat bangsa Indonesia. Kedudukan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara ibarat dua sisi dari satu mata uang yang sama, maing-masing menempati kedudukannya sendiri tetapi keduanya dalam kesatuan fungsi dalam praktik ketatanegaraan.[16]

 Pancasila dalam filsafat digunakan sebagai objek dan subjek. Objek untuk dicari landasan filosofi nya dan subjek untuk mengkritisi aliran filsafat yang berkembang. Maka dari itu Pancasila harus menjadi orientasi pelaksanaan sistem politik dan pembangunan nasional. Konsekuensi logis implementasi Pancasila sebagai sistem filsafat maka ia akan mendasari pelaksanaan konkret kehidupan bernegara Indonesia, baik itu akan tercermin dalam sistem ekonomi, budaya, hukum, pertahanan, etika sosial, teknologi, pendidikan.

Pancasila sebagai falsafah bangsa, ideologi negara, pandangan hidup (weltanchaung),  dan dasar negara Republik Indonesia itu memiliki sejumlah dimensi dan keunggulan dibanding ideologi-ideologi lain yang ada di dunia. Sebagai suatu ideologi, Pancasila memiliki dan memenuhi prasyarat sebagi ideology yang baik, ideologi yang mampu menghadapi perubahan dunia yang bergerak sangat dinamis.[17]

Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Yang dimaksud dengan sistem ialah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Sila-sila pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan organis. Antara sila-sila pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi. Dengan bahasa yang lebih sederhana bisa dijelaskan bahwa, lima sila pancasila saling berhubungan sekaligus saling membuat masing-masing sila menjadi lebih mulia maknanya. Jadi dengan  demikian maka pancasila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat, dalam pengertian bahwa bagian-bagian, sila-silanya saling bertalian  erat sehingga membentuk suatu struktrur yang menyeluruh. Struktur tersebutlah yang mengandung nilai kebijaksaaan dan cinta.[18]

Ada dua pertanyaan penting menyangkut implementasi sistem filsafat Pancasila, yakni: pertama, bagaimanakah sistem filsafat Pancasila sebenarnya yang membedakannya dengan sistem filsafat lain?; kedua, sejauhmana transformasi sistem filsafat Pancasila tersebut ke dalam berbagai bidang? Untuk pertanyaan pertama, Sistem Filsafat Pancasila.  Sistem filsafat Pancasila berbeda dengan sistem filsafat yang lain (liberal maupun  komunis).[19]

Belajar filsafat Pancasila merupakan keharusan bagi mahasiswa terlepas dari latar belakang pendidikan tinggi yang diseriusinya. Sebagai kajian teoritis, filsafat Pancasila bisa dipahami dengan lebih mudah dengan cara melihat nilai-nilai yang terkandung dalam kata filsafat dan ideologi Pancasila itu sendiri. Mempelajari filsafat Pancasila erat kaitannya dengan memahami pergerakan mahasiswa dari sudut pandang ideologi yang dianut sejak lama oleh bangsa Indonesia dan sudah diformalkan sejak kemerdekaan Republik Indonesia sampai saat ini. Lebih jauh, nilai-nilai ketuhanan yang ada dalam Pancasila juga berfungsi sebagai landasan spiritual dan moral bagi peningkatan taraf hidup masyarakat Indonesia melalui pemahaman yang mendalam tentang sistem ekonomi Pancasila.  Dengan kata lain, nilai nilai filsafat, filsafat Pancasila, ideologi Pancasila sudah banyak ditemukan dalam realitas pola pikir, kehidupan sosial, dan kehidupan bisnis masyarakat Indonesia.[20]

2.2  Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem

Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu sistem filsafat. Pancasila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat, dalam pengertian bahwa bagian-bagian, sila-silanya saling bertalian  erat sehingga membentuk suatu struktrur yang menyeluruh. Struktur tersebutlah yang mengandung nilai kebijaksanaan dan cinta.[21]

Pengertian sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerja sama untuk suatu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. System lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1)   Suatu kesatuan bagian-bagian

2)   Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri

3)   Saling berhubungan dan saling ketergantungan

4)   Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (tujuan sistem)

5)   Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks (Shore dan Voicb., 1974)

Pancasila yang terdiri dari bagian-bagian yaitu sila-sila Pancasila setiap sila pada hakikatnya merupakan suatu asas sendiri, fungsi sendiri-sendiri namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematis.

Dalam kaitan usaha mendorong Pancasila kepada pemahaman dunia akan nilai-nilainya yang dibutuhkan semua bangsa, Indonesia membutuhkan para pemasar (marketer) ideologi dan falsafah Pancasila kepada warga dunia. Untuk itu peran politik internasional Indonesia harus lebih ditingkatkan lagi agar mampu meningkatkan perannya dalam menciptakan ketertiban dunia yang penuh perdamaian.  Pengalaman menunjukkan bahwa keanggotaan di Dk-PBB telah mengangkat prestise dan derajat negara bersangkutan serta meningkatkan daya tawar dalam masalahmasalah percaturan politik global. Bila indonesia terpilih dalam acara pemilihan anggota dewan keamanan PBB di Majelis Umum PBB Juni 2018 yang bersaing dengan Maldives, yang mewakili Asia, maka mulai 1 Januari 2019 sampai dengan 31 Desember 2020.[22]

Indonesia akan dapat menjalankan amanah Konstitusional secara langsung sebagai anggota DK-PBB untuk masa 2 tahun. Indonesia diyakini akan lebih berpengaruh dalam proses reformasi PBB secara keseluruhan: Indonesia akan memetik efek berantai dari keanggotaannya di DK-PBB. Indonesia dapat menjadikan Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa untuk meredakan konflik menyangkut agama, misalnya, antara Arab Saudi dengan Yaman. Sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab dapat dipergunakan untuk mencegah kesewenangwenangan dan menghargai hak-hak nasional sebagai bangsa berdaulat. Sila ketiga yakni persatuan Indonesia dapat membawa inspirasi untuk mencegah pelanggaran hak asasi manusia dan kemanusiaan. Sila keempat dapat menciptakan kondisi terbentuknya lingkungan kondusif bagi proses pengambilan keputusan yang demokratis.[23]

Sedangkan Sila kelima yakni keadilan social bagi selruh rakyat Indonesia dapat menjembatani kesenjangan yang ada di dunia. Apakah itu kesenjangan ekonomi, kesenjangan informasi antara negara yang pemilik  jejaring digital serta komunikasi canggih dengan negara yang terbelakang di bidang informasi dan komunikasi. Juga dapat mengatasi kesenjangan antara negara maju dengan negara terbelakang di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pancasila sangta berpotensi untuk memberikan sumbangan berupa spirit baru yang mampu merevitalisasi lembaga perserikatan bangsabangsa guna mempersatukan keberagaman (pluralism).[24]


2.2.1        Kesatuan Sila-sila Pancasila

1)      Susunan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Bersifat Organis

Dasar filsafat negara Indonesia terdiri atas lima sila yang masing-masing merupakan suatu asas peradaban, namun demikian sila-sila Pancasila merupakan suatu kesatuan dan keutuhan yaitu setiap sila merupakan unsur (bagian yang mutlak) dari Pancasila. Maka Pancasila merupakan suatu kesatuan yang majemuk tunggal. Isi dari sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia ‘monopluralis’ yang memiliki unsur-unsur, ‘susunan kodrat’ jasmani-rohani, ‘sifat kodrat’ individu-makhluk social, dan ‘kedudukan kodrat’ sebagai pribadi bediri sendiri-makhluk Tuhan yang Maha Esa.

2)      Susunan Kesatuan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal

Susunan Pancasila adalah hierarkhis dan mempunyai bentuk piramidal. Pengertian matematika pyramidal digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhis sila-sila dari Pancasila dalam urut-urutan luas (kwantitas) dan juga dalam hal sifat-sifatnya (kwalitas). Kalau dilihat dari intinya, urut-urutan lima sila menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya dan isi-sifatnya, merupakan pengkhususan dari sila-sila yang dimukanya.

            Dalam susunan hierakhis dan piramidal ini, maka Ketuhanan yang Maha Esa menjadi basis kemanusiaan, persatuan Indonesia, kerakyatan dan keadilan sosial. Sebaliknya, Ketuhanan yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan, yang membangun, memelihara, dan mengembangkan persatuan Indonesia, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial demikian selanjutnya, sehingga tiap-tiap sila di dalamnya mengandung sila-sila lainnya.

2.2.2 Rumusan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal

1.      Sila pertama : Ketuhanan yang Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, keadlian sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2.      Sila kedua : Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah diliputi dan dijiwai sila Ketuhanan yang Maha Esa adalah menjiwai sila-sila persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

3.      Sila ketiga : persatuan Indonesia adalah diliputi Ketuhanan yang Maha Esa adalah meluputi dan menjiwai sila-sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

4.      Sila keempat : kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dan permusyawaratan/perwakilan, adalah diliputi dan dijiwai oleh sila-sila Ketuhanan yang Maha Esa kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, meliputi dan menjiwai sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

5.      Sila kelima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah diliputi dan dijiwai oleh sila-sila Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratn/perwakilan

2.2.3        Hubungan Sila-sila Pancasila yang Saling Mengisi dan Saling Mengkualifikasi

Sila-sila Pancasila sebagai kesatuan dapat dirumuskan pula dalam hubungannya saling mengisi atau mengkualifikasi dalam rangka hubungan hierarkhis piramidal tadi. Tiap-tiap sila seperti sudah disebutkan di atas mengandung empat sila lainnya, dikualifikasi oleh empat sila lainnya. Untuk kelengkapan dari hubungan kesatuan keseluruhan dari sila-sila Pancasila dipersatukan dengan rumus hierarkhis tersebut di atas.

1.      Sila pertama; Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2.      Sila kedua; Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab adalah kemanusiaan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berpesatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

3.      Sila ketiga; Persatuan Indonesia adalah persatuan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.

4.      Sila keempat; Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, adalah kerakyatan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, Berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

5.      Sila kelima; Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia adalah keadilan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan bearadab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan/ perwakilan (Notonagoro, 1975:43-44).

Prof. Drs. Sunarjo Wreksosuhardjo mengajak kita untuk melihat sila kelima Pancasila, Keadilan sosial bagi seluruh rakyak Indonesia. Kalau ”memperoleh pekerjaan itu sulit”  maka itu berarti bahwa kita wajib bersama-sama berusaha mewujudkan sila kelima butir ke 12 (versi 36 butir) yakni kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.  Hal itu harus diperjuangkan secara bersama baik oleh Pemerintah Negara, pengusaha swasta, dunia pendidikan dan pelatihan, maupun rakyat pada umumnya.  Analisis Prof. Drs. Sunarjo bisa dipahami sebagai kritik terhadap beberapa kalangan yang memahami bahwa pengangguran adalah kesalahan pemerintah negara semata. Artinya, pemerintah memang bertanggungjawab untuk menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya. Namun kalau tidak didukung, terutama oleh individu yang bekerja keras untuk meningkatkan kualitas dirinya baik keterampilan nyata ataupun sotfskill maka sekeras apapun upaya pemerintah untuk menaggulangi pengangguran, tidak akan berdampak nyata bagi kesejahteraaan masyarakatnya.[25]

2.3. Kebenaran Ilmiah dalam Pancasila

Ada beberapa kriteria tentang kebenaran yang sejak dulu dijadikan acuan para ilmuwan dalam mendapatkan pengetahuan. Pengetahuan manusia merupakan proses panjang yang dimulai dari purwa-madya-wasana (awal-proses-akhir). Akhir proses pemgetahuan manusia di ungkapkan melalui  pertanyaan-pernyataan yang bener. Dari kriteria ini diperoleh empat macam teori kebenaran:

1.      Teori kebenaran koherensi

Kebenaran koherensi ditandai dengan pernyataan yang satu dengan pernyataan yang lain salin berkaitan, konsisten, dan runtut (logis). Pernyataan yang satu dengan yang lain tidak boleh bertentangan. Contoh  kebenaran koherensi Pancasila:  Pancasila merupakan dasar negara RI. Oleh karena itu segala peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia bersumber dari Pancasila. Seperti air cucuran atap jatuhnya ke palimbahan

2.      Teori kebenaran korespondensi          

            Ditandai dengan adanya kesesuaian antara pernyataan dan kenyataan. Contoh pernyataan benar secara korespondensi, yaitu Indonesia terletak pada posisi silang dunia. Hal ini sesuai dengan kondisi geografis indonesia yang berada diantara dua benua, yaitu benua Asia dan Benua Australia dan dua samudera, yaitu  samudera Indonesia dan Pasifik. Contoh kebenaran korespondensi untuk pancasila, yaitu sila Ketuhanan Yang Maha Esa sesuai (cocok) dengan keadaan bangsa indonesia terdapat berbagai penyembahan terhadap sang pencipta.

3.      Teori kebenaran pragmatisme

Kebenaran pragmatis berdasarkan kriteria bahwa pernyataan-pernyataan yang dibuat harus membawa kemanfaatan bagi sebagian besar umat manusia. Contoh kebenaran pragmatis dalam pancasila dapat dilihat dari fungsi nyata Pancasila sebagai pemersatu bangsa yang ada di indonesia.

4.      Teori kebenaran konsensus

Kebenaran konsensus didasarkan pada  kesepakatan bersama. Suatu pernyataan dinilai benar apabila disepakati oleh masayarakat atau komunitas tertentu yang menjadi bagian dari proses konsensus.

2.4    Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat

Sebagaimana dijelaskan  bahwa kesatuan nilai-nilai Pancasila adalah bersifat hierarkis dan mempunyai bentuk piramidal, di gunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkis sila-sila Pancasila dalam urut-urutan luas (kuantitas) dan dalam pengertian inilah hubungan kesatuan sila-sila Pancasila itu dalam arti formal logis. Kesatuan yang demikian ini meliputi kesatuan dalam hal dasar ontologis, dasar episternologis dari sila-sila Pancasila (lihat Notonagoro. 1980 : 61 dan 1975 : 52, 57). Secara filosofis Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki, dasar ontologis, dasar epistemologis dan dasar aksiologis sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat yang lainya.

2.4.1 Dasar Antropologis (Hakikat Manusia) Sila–sila Pancasila

Manusia sebagai pendukung pokok sila–sila pancasila secara ontologis memiliki hal–hal yg mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa jasmani dan rohani, sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan yang maha esa. Oleh karena kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan inilah maka secara hierarkis sila pertama ketuhanan yang Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat sila-sila pancasila yang lainnya (Notonagoro, 1975:53).

Pendekatan ontologis, nilai-nilai Pancasila mengandung sifat intrinsik dan ekstrinsik. Bersifat intrinsik, nilai-nilai Pancasila berwujud filsafati, keseluruhan nilai-nilai dasarnya sistematis dan rasional. Berupa sistem pemikiran, yang dijadikan dasar bagi manusia dalam mengkonsepsikan realitas alam semesta, sang pencipta, manusia, makna kehidupan, masyarakat, bangsa dan negara. Bersifat ekstrinsik (praktis) karena berupa pandangan hidup, di dalamnya mengandung sistem nilai, kebenaran yang diyakini, merupakan kebulatan ajaran tentang berbagai bidang kehidupan masyarakat bangsa Indonesia. Ajaran filsafat itu sedemikian kuat mempengaruhi alam pikiran manusia Indonesia, berupa cara pandangnya mengenai arti hidup dan kehidupan masyarakat dan negara. Sebagai manifestasinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, nilai-nilai Pancasila diyakini sebagai nilai dasar, dan puncak budaya bangsa, jiwa dan kepribadian bangsa. Sedemikian mendasar nilai-nilai tersebut dalam menjiwai dan memberi watak bangsa Indonesia, maka sangat beralasan untuk memberikan pengakuan terhadap kedudukan Pancasila sebagai filsafat bangsa Indonesia (Iriyanto, 2009:9).[26]

Landasan ontologis ini menjadi basis kekuatan hukum bagi kedudukan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia sebagaimana dituangkan ke dalam Pembukaan UUD. N.R.I.1945. alenia IV yang ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Implikasinya, UUD.N.R.I 1945 sebagai konsitusi negara Indonesia, disamping menjadi dasar pembentukan negara Indonesia, juga memuat landasan yuridis Pancasila sebagai norma dasar negara yang fundamental (staatsfundamental norm) yang merupakan cita hukum (rechidee) NKRI.[27]

            Berdasarkan uraian tersebut maka hakikat kesatuan sila-sila Pancasila, yang bertingkat dan berbentuk piramidal dapat dijelaskan sebagai berikut.

1.         Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tuhan adalah sebagai asal mula segala sesuatu, tuhan adalah mutlak, sempurna dan kuasa, tidak berubah, tidak terbatas pula sebagai pengatur tata tertib alam (Notonagoro, 1975:78).

2.         Sila kedua: Kemanusiaan yg adil dan beradab di dasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan yang maha esa, serta mendasari dan menjiwai sila persatuan indonesia. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut, negara adalah lembaga kemanusiaan, yg diadakan oleh manusia (Notonagoro, 1975:55).

3.         Sila ketiga: Persatuan Indonesia di dasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan yang maha esa. Persatuan adalah sebagai akibat adanya manusia sebagai makhluk tuhan yg maha esa,adapun hasil persatuan adalah rakyat sehingga rakyat adalah merupakan unsur pokok Negara.

4.         Sila keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratn perwakilan, di dasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan dan persatuan. Maka pokok sila keempat ialah kerakyatan yaitu kesesuaiannya dengan hakikat rakyat dengan terwujudnya masyarakat yang berkeadilan terwujudnya keadilan dalam hidup bersama (keadilan sosial).

5.         Sila kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila kelima ini didasari oleh keempat sila lainya. Sila keadilan sosial adalah tujuan dari keempat sila lainya. Dengan demikian logikanya keadilan sosial didasari dan dijiwai oleh sila kedua yaitu kemanusiaan yg adil dan beradab (Notonagoro, 1975:140,141).

2.4.2    Dasar Epistemologis (Pengetahuan) Sila–sila Pancasila

            Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila adalah pedoman atau dasar bagi bangsa indonesia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan. Hal ini berarti filsafat telah menjelma menjadi ideologi (J Abdulgani, 1986).

Secara epistemologis, Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara merupakan sebuah kebenaran, dan keberadaannya melalui proses waktu dan jaman yang panjang. Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, perkembangan Pancasila mengalami pasang surutnya.   Bagaimana proses pertumbuhan dan perkembangan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara. Dalam teori perkembangan dikenal adanya ragam pola perkembangan, yaitu perkembangan yang menganut pola : (a) linier kontinyu, (b) siklus sirkuler, (c) dialektik diskontinyu.[28]  Sebagai suatu ideologi maka pancasila memiliki tiga unsur pokok agar dapat menarik loyalitas dan pendukungnya yaitu:

1. Logos yaitu rasionalitas atau penalarannya.

2. Pathos yaitu penghayatannya.

3. Ethos yaitu kesusilaannya (wibisono, 1996:3).

Dasar epistemologis pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai-nilai dasarnya yaitu filsafat pancasilaa (Soeryanto, 1991:51). Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi yaitu: pertama tentang sumber pengetahuan manusia, kedua tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tentang watak pengetahuan manusia (titus, 1984:20). Adapun potensi atau daya untuk meresapkan pengetahuan atau dengan lain perkataan transformasi pengetahuan terdapat tingkatan sebagai berikut: demonstrasi, imajinasi, asosiasi, analogi, refleksi, intuisi, inspirasi dan ilham (Notonagoro, tanpa tahun:3).

2.4.3    Dasar Aksiologis (nilai) Sila-sila Pancasila

Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartika aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan.

Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.

Pendekatan aksiologis, memberikan dasar-dasar pertimbangan normatif tentang keberadaan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara. Undang Undang Dasar N.R.I. 1945 memuat landasan yuridis Pancasila sebagai norma fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm), yang merupakan cita hukum (rechtidee) Negara Kesatuan Republik Indonesia.Pancasila sebagai cita hukum, dijabarkan dan dirumuskan kedalam pasal-pasal batang tubuh UUD. N.R.I 1945.  Pancasila sebagai cita hukum membawa konsekuensi Pancasila menjadi sumber tertib hukum atau sumber dari segala sumber hukum dalam sistem ketatanegaraan R.I. Keseluruhan produk hukum di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Pancasila harus dijadikan sumber orientasi bagi pengembangan hukum di Indonesia.[29]





BAB III

PENUTUP



3.1       Kesimpulan

            Filsafat merupakan ilmu yang paling umum yang mengandung usaha mencari kebijaksanaan dan cinta akan kebijakan. Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk,  Filsafat sebagai pandangan hidup, dan filsafat dalam arti praktis. Hal ini berarti pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai peranan dan pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari. Dan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa indonesia dimanapun mereka berada.

Pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerintahan Negara atau dengan kata lain pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan Negara. Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum, Pancasila merupakan kaidah hukum negara yang secara konstitusional mengatur Negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai Filsafat negara Indonesia adalah hasil pemikiran mendalam dari bangsa indonesia, yang dianggap dan diyakini sebagai kenyataan nilai dan norma yang paling benar dan adil untuk melakukan kegiatan hidup berbangsa dan bernegara di manapun mereka berada.

3.2       Saran

Warga negara Indonesia merupakan sekumpulan orang yang hidup dan tinggal di negara Indonesia. Oleh karena itu, sebaiknya warga negara Indonesia harus lebih menyakini atau mempercayai, menghormati, menghargai, menjaga, memahami, dan melaksanakan segala hal yang telah dilakukan oleh para pahlawan bahwa falsafah Pancasila adalah sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Sehingga kekacauan yang sekarang terjadi ini dapat diatasi dan lebih memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia ini. 



DAFTAR PUSTAKA

Amir, Syafruddin. 2013. Pancasila As Integration Philosophy of Education And National Character. International Journal Of Scientific & Technology Research Volume 2, Issue 1.

Antoni, Condra. 2012. Filsafat Pancasila Sebagai Basis Pergerakan Mahasiswa, Kehidupan Sosial, Spirit Kewirausahaan. Jurnal Integrasi. Vol. 04 No. 02.

Asmaroini, Puji. 2017. Menjaga Eksistansi Pancasila dan Penerapannya bagi Masyarakat di Era Globalisasi. Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan. Vol. 01 No.02.

Fathurrahman. 2018. Potensi Pancasila Sebagai  Falsafah Dunia.Jurnal Renaissance. Vol 03 No. 02. http://www.ejournalakademia.org./indeks.php/renaissance.

Jhoner, Franco. Pancasila: 5 Ways of Life for Indonesian People. Multidisciplinary Approach and Studies. Vol. 05. No. 01.

Kurniawan, Indra. 2017. Pancasila as A Basis For Nation’s Character Education. Atlantis Press. Vol 125.

Kaelan, 1996, Filsafat Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.

Kaelan, 1995, “Hakikat Sila-sila Pancasila”, dalam Ensiklopedi Pancasila Pariata Westra (ED), Penerbit BPA, Yogyakarta.

Kaelan, 2005. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Penerbit Paradigma.

Notonagoro.1987. Pancasila secara Ilmiah Populer. Jakarta: Pantjuran Tujuh.


Soedarso. 2006. Pengembangan Sistem Filsafat Pancasila. Jurnal Filsafat. Vol.36 No. 01. https://academic.microsoft.com/paper/2610540091/reference

Widisuseno, Irianto. 2014. Azas Filosofis Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara. Humalika. Vol 20 No 02. https://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika/article/view/8858

Zabda, Syahrir. 2016. Aktualisasi Milenial Pancasila sebagai Dasar Falsafah Negara dan Implementasinya dalam Pembangunan Karakter Bangsa. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial. Vol 26. No 02. https://journals.ums.ac.id/index.php/jpis/article/view/3355



[1]Syafruddin Amir. Pancasila As Integration Philosophy of Education And National Character. (INTERNATIONAL JOURNAL OF SCIENTIFIC & TECHNOLOGY RESEARCH VOLUME 2, ISSUE 1, JANUARY 2013.) page.54.
[2] Soedarso. Pengembangan Sistem Filsafat Pancasila. (Jurnal Filsafat. Vol.36 No. 01. 2006.) Hal. 46.  https://academic.microsoft.com/paper/2610540091/reference
[3] Indra Kurniawan. Pancasila as A Basis For Nation’s Character Education.( Atlantis Press. Vol 125. 2017.) page.269.
[4] Fathurrahman. Potensi Pancasila Sebagai  Falsafah Dunia. (Jurnal Renaissance. Vol. 03 No. 02. 2018) hal. 413
[5] Syahrir Zabda. Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila sebagai Dasar Falsafah Negara dan Implementasinya dalam Pembangunan Karakter Bangsa. (Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial. Vol. 26 No. 02. 2016) hal.111
[6] ibid.
[7] Fathurrahman. Potensi Pancasila Sebagai  Falsafah Dunia. (Jurnal Renaissance. Vol 03 No. 02. 2018.) hal. 413
[8] Franco Jhoner. Pancasila: 5 Ways of Life for Indonesian People. (Multidisciplinary Approach and Studies. Vol. 05. No. 01. 2018). Page 20
[9] Ibid.page.20.
[10] Antoni, Condra. Filsafat Pancasila Sebagai Basis Pergerakan Mahasiswa, Kehidupan Sosial, Spirit Kewirausahaan.( Jurnal Integrasi. Vol. 04 No. 02. 2012) hal.129.
[11] Fathurrahman. Potensi Pancasila Sebagai  Falsafah Dunia. (Jurnal Renaissance. Vol 03 No. 02. 2018.) hal. 414.
[12] Irianto Widisuseno . Azas Filosofis Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara. (Humalika. Vol 20 No 02. 2014.) hal. 65.
[13] Condra Antoni. Filsafat Pancasila Sebagai Basis Pergerakan Mahasiswa, Kehidupan Sosial, Spirit Kewirausahaan.( Jurnal Integrasi. Vol. 04 No. 02. 2012) hal.129.
[14] Soedarso. Penembangan Sistem Filsafat Pancasila. (Jurnal Filsafat. Vol.36 No. 01. 2006). Hal.51
[15] Fathurrahman. Potensi Pancasila Sebagai  Falsafah Dunia. (Jurnal Renaissance. Vol 03 No 02. 2018.) hal. 412.
[16]Puji  Asmaroini. Menjaga Eksistansi Pancasila dan Penerapannya bagi Masyarakat di Era Globalisasi. (Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan. Vol. 01 No.02. 2017). Hal. 61.
[17] Fathurrahman. Potensi Pancasila Sebagai  Falsafah Dunia. (Jurnal Renaissance. Vol 03 No 02 . 2018) hal. 415.
[18] Condra Antoni. Filsafat Pancasila Sebagai Basis Pergerakan Mahasiswa, Kehidupan Sosial, Spirit Kewirausahaan.( Jurnal Integrasi. Vol. 04 No. 02. 2012.) hal. 130.
[19] Soedarso. Penembangan Sistem Filsafat Pancasila. (Jurnal Filsafat. Vol.36 No. 01. 2006). Hal.51
[20] Condra Antoni. Filsafat Pancasila Sebagai Basis Pergerakan Mahasiswa, Kehidupan Sosial, Spirit Kewirausahaan.( Jurnal Integrasi. Vol. 04 No. 02. 2012.) hal. 135.
[21] Ibid.,hal. 130.
[22] Fathurrahman. Potensi Pancasila Sebagai  Falsafah Dunia. (Jurnal Renaissance. Vol 03 No 02 . 2018) hal. 417.
[23] Ibid.hal.417.
[24]Ibid.hal.417.
[25] Condra Antoni. Filsafat Pancasila Sebagai Basis Pergerakan Mahasiswa, Kehidupan Sosial, Spirit Kewirausahaan. ( Jurnal Integrasi. Vol. 04 No. 02. 2012.) hal. 133.
[26] Iriyanto Widisuseno . Azas Filosofis Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara. (Humalika. Vol 20 No 02. 2014.) hal. 65.
[27] Iriyanto Widisuseno. Azas Filosofis Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara. (Humalika. Vol 20 No 02. 2014.) hal. 65.
[28] Ibid.hal.66.
[29] Ibid.hal.66

No comments:

Post a Comment

Cerdik Edukasi

SEJARAH PERKEMBANGAN DAN PROSES ISLAMISASI DESA SUKAHURIP KEC. PAMARICAN KAB. CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT

  SEJARAH PERKEMBANGAN DAN PROSES ISLAMISASI DESA SUKAHURIP KEC. PAMARICAN KAB. CIAMIS   PROVINSI JAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN A....