Tuesday, May 12, 2020

KEBENARAN ILMIAH DAN NON-ILMIAH DALAM FILSAFAT ILMU


1.    Teori Kebenaran Ilmiah,
Bagi Kattsoff kebenaran sama dengan proposisi / proposition. Proposisi untuk bisa dikatakan sungguh-sungguh bermakna atau benar sesuatu kenyataanya tidak selamanya harus terbukti secara konkrit akan tetapi, jika hal itu didukung oleh rujukan / referensi yang dapat dipertanggung jawabkan, maka proposisi itu dapat diuraikan ketika membicarakan kebenaran wahyu apakah ilmiah atau tidak. Selanjutnya akan dibahas meliputi kebenaran proposisi, korespondensi, koherensi, struktural paradigmatik, performatik dan progmatik.
Pertama, Kebenaran Proposisi, Proposisi adalah pernyataan tentang hubungan yang terdapat diantara dua term. Dalam proposisi terdapat tiga hal pokok, yaitu subyek, predikat dan tanda (kopula. Contoh hal tersebut sebagai berikut: “Setiap Manusia adalah tidak kekal”. Term setiap manusia, sama dengan “subyek”, dan term I tidak kekal, adalah “predikat”, sedangkan kata adalah, merupakan “kopula”. Selanjutnya dalam buku ini di jelaskan ada beberapa jenis dari proposisi yaitu: Berdasarkan bentuk: tunggal dan Jamak. Berdasarkan hubungan: kategori dan kondisional. Berdasarkan kualitas: afirmatif dan negatif. Berdasarkan kuantitas: universal dan khusus. Berdasarkan modalitas. Berdasarkan isi.
Kedua, Kebenaran korespondensi, Yang dimaksud dengan kebenaran korespondensi ialah benarnya pemikiran karena terbuktinya  sesuatu itu relevan dengan sesuatu lain. Dalam hal ini relevansi dibuktikan dengan adanya kejadian yang sejalan ataupun yang berlawan arah ajtara dengan fakta yang diharapkan. Dalam buku ini di sebutkan salah satu tokoh yang menjelaskan tentang kebenaran korespondensi ialah Dagobert D Runes yang menyebutkan dalam bukunya Dictionary of Philosophy.
Ketiga, Kebenaran Koherensi, teori kebenaran koherensi menyebutkan bahwa kebenaran tidak dibentuk oleh hubungan antara putusan dengan sesuatu hal yang lain, seperti fakta, melainkan hubungan di antara putusan-putusan itu sendiri. Juga bisa berarti kebenrana itu dibentuk atas hubungan antara putusan yang baru dengan putusan sebelumnya yang sudah diketahui dan di anggap benar. Ini sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Dagobert D Runes. Disebutkan bahwa sesuatu yang koheren dengan dengan sesuatu yang lain adalah adanya kesesuaian atau keharmonisan dengan sesuatu yang dimiliki hirarkhi lebih tinggi.bisa dicontohkan pada nilai moral masyarakat.
Keempat, Kebenaran Struktural Paradigmatik, Noeng Muhadjir mengutip dari Lictenberg, menyatakan bahwa bisa terdapat hubungan struktural pada berbagai hal yang sifatnya konstan dan dalam domein disiplin ilmu yang beragam. Seperti halnya orang membahas tentang perhitungan hari yang tidak mungkin lepas dari pembahasanya. Menegenai peredaran bumi , perhitungan itu sendiri menjadi wilayah pembahassn matematika. Sedangkan peredaran bumi menjadi perbincangan astronomi. Anatara keduanya tentu memiliki domein disiplin ilmu yang berbeda. Namun sebagai bangunan berfikir (struktural) keduanya tidak dapat dipisahkan fungsi dan pembahasanya. Hubungan dua domein ilmu itulah yang oleh Lictenberg adalah paradigmata.
Kelima, Kebenaran Parformatif, Teori kebenaran parformatif bagi Lacey A.R, sebagaimana dikutip oleh Ali Mudhofir adalah teori yang menekankan pada kata benar. Maksudnya dianggap benar bila diwujudakan dalam tindakann konkrit dan sebaliknya tidak akan bermakna bila tdak bisa diwujudkan dalam tampilan nyata. Contohnya ketika seseorang berbicara bisa membaca al-qur’an dan ketika disodorkan alquran untuk dibaca dan di bisa maka pernyataanya benar.
 Keenam, Kebenaran Pragmatik, Sebaigaimana terdapat dalam kamus Dictionaary of Philosophya, karya Dagobert D Runes, menyebutkan teori kebenaran pragmatic adalah teori yang menegaskan bahwa kebenaran dari sutu proposisi ditentukan oleh akibat-akibat praktisnya. Jenis kebenaran ini pertama kali dirintis oleh Charles Sanders Peirce kemudian dikembangkan oleh William James serta John Dewey. Meraka memiliki padangan yang sama yaitu menolak segala intelektualisme, absolutisme dan logika formal.
2.             Kebenaran Non-ilmiah
Pada penjelasan selanjutnya disini di jelaskn mengenai kebenaran non-ilmiah, yaitu, kebenaran yang sifat dan cara pandangnya sederhana, penuh dengan kira-kira, serta tidak dapat dijangkau oleh alat indra manusia. Ini mencakup: pengetahuan biasa, mitos, dan wahyu. Pertama, Pengetahuan Biasa, Secara skematik, pengetahuan manusia bisa berkembang manuju kepada yang lebih berkualitas/valid. Validitas tersebut sangat ditentukan oleh kerangka dasar pemikiran serta bentuk Penalaranya. Semakin logis dan teruji pengetahuan itu desebut ilmiah. Sacara skema perkembangan pengetahuan dapat dimaksud dengan: tahu/proses tahu setelah naik ke pengetahuan biasa/memori setelahnya manjadi ilmu pengetahuan/pengetahuan ilmiah dan terakhir teori/rumus. Contohnya setiap orang tahu tantang air tawar, pengetahuan tersebut dapat diperoleh dengan cara kontak/pengalaman (indrawi) antara subjek dan objek yang diwujudkan dalam pngalaman biasa. Dikatakan demikian karena ia hanya sekedar berupa hasil yang terekam dalam memori manusia tanpa proses analisa dan penggunaan metode kajian tertentu.
Kedua, Mitos, D.D Runes menyebutkan bahwa mitos adalah sebagai sebuah cerita yang berkembang pada masyarakat, yang secara historis mereka anggap benar. Padahal kenyataanya tidak berdasar pada fakta dan penuh dengan khayalan. Bila dipandang dari sisi keilmuan, mitos jelas tidak ilmiah. Karena mitos tidak didasarkan pada alasan rasional melainkan lebih pada keyakinan/kepercayaan. Contohnya kasus Nyi Roro Kidul yang diperistri Panembahan Senopati. Bila dilacak ternyata itu tidak berdasarkan kebanran melainkan berdasarkan katanya.
Ketiga, Wahyu, Wahyu pada hakekatnya adalah prose kominikasi, informasi yang disampaikan bersifat samar /rahasia. Artinya kejadian itu, pertama, antara pemeberi dan penerima tidak dalam tatap muka langsung. Kedua, bentuk informasinya dipastikan wujudnya simbolik. Kenyataan ini yang menyababkan beberapa manusia berasumsi bahwa wahyu adalah sesuatu yang tidak ilmiah. Karena proses perolehanya samar dan alatnya pun tidak empiris secara rasional. Namun  bisa menjadi ilmiah setalah kajian yang dilakukan terhadapnya menggunakan pisau analisa ilmiah (metode yang berlaku pada analisa akademik seperti psikologi, sosiologi, biologi, astronomi dll.)

No comments:

Post a Comment

Cerdik Edukasi

SEJARAH PERKEMBANGAN DAN PROSES ISLAMISASI DESA SUKAHURIP KEC. PAMARICAN KAB. CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT

  SEJARAH PERKEMBANGAN DAN PROSES ISLAMISASI DESA SUKAHURIP KEC. PAMARICAN KAB. CIAMIS   PROVINSI JAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN A....