Memahami Konsep Takdir melalui Critical Book Review
Buku "Manusia dan Takdirnya"
A.
Pendahuluan
Persoalan
takdir akan dibahas dalam suatu rangkaian pembahasan di bawah topik,
“Sebab-sebab Kejatuhan Kaum muslimin”. Persoalan-persoalan ini dapat dibahas
secara historis, kejiwaan, etika, keagamaan, dan filsafat. Yang menghubungkan
pesoalan-persoalan ini satu sama lain adalah kajian atas dampak positif dan
negatif pada kemunculan dan kejatuhan kaum muslimin. Meskipun demikian tujuan
pengajuan pertanyaan ini adalah : Pertama,
untuk mengetahui apakah kepercayaan kepada nasib mempengaruhi orang-orang
beriman menjadi lamban dan malas, tanpa menghiraukan alasan kejatuhan dan
kegagalan mereka? Apakah kepercayaan-kepercayaan itu merupakan jenis keyakinan
yang tidak akan memiliki dampak yang tidak diiinginkan, jika difikirkan secara
tepat. Kedua, bagaimana islam telah
mengajarkan keyakinan-keyakinan ini dan apakah akibat-akibat dari ajaran-ajaran
Islam serta pengaruhnya pada perangai kaum Muslimin?
Sepanjang sejarah, manusia selalu
bertanya, apakah segala sesuatu yang telah terjadi padanya dari musibah dan
berkah adalah takdir Allah Swt? Ataukah manusia ikut andil dalam menggariskan
nasib masa depanya?. Karena kompleksnya permasalahn-permaslahan yang akan
diangkat oleh buku ini. Penulis akan mereview pemikiran Murtadha Muthahhari
mengenai permasalahan manusia dan takdirnya yang di kaitkan dengan kemunculan
dan kejatuhan muslim.
B.
Gambaran Tentang Buku
Buku ini adalah
serangkaian tulisan Murthada Muthahhari yang pernah populer di tahun 80-an.
Pemikiran Murtadha Muthahhari dan Dr. Ali Syari’ati pernah mengguncang dunia
intelektual Indonesia, buku-buku mereka, seolah-olah menjadi buku teks wajib
non-kurikuler bagi para mahasiswa.
ü Writer :Murtadha Muthahhari
ü total-volume :1
ü publisher :Muthahhari
Press
|
ü print-year :2001
ü print-shift :Cetakan
Pertama
ü print-place :Bandung
|
C.
Analisis kritik
1)
Bagian Pertama
Pada pertengahan abad pertama hijriyah ada perbedaan pendapat yang
dianggap berlawanan, sehingga melahirkan dua golongan. Yang pertama Qodariyah
dan Jabariyah. Kedua golongan ini lebur dalam dua firqoh besar teologi,
yakni Mu’tazilah dan Asy-ariyah.
Kaum Qodariyah ialah orang-orang yang mengingkari adanya qadha’ dan
qadar (takdir) Ilahi. Sedangkan kaum Jabariyah ialah orang-orang yang
mempercayai qadha’ dan qadar tanpa ada kebebasan berkehendak.
Dari pernyataan di atas muncul pertanyaan apabila manusia itu mengingkari qadha’
dan qadar apakah manusia tersebut dikatakan beriman? Pertanyaan
kedua, manusia mempercayai takdir tanpa sedikitpun memiliki kebebasan
berkehendak seolah manusia itu hanya mengikuti alur takdir dari Allah. Lalu,
bagaimana dengan adanya dosa dan pahala apabila manusia itu hanya menjalankan
takdir dari Allah semata? Bagaimana apabila manusia tersebut berbuat dosa,
apakah tidak merusak ketanzihan-Nya?
Dampak negatif Jabariyah ialah manusia tidak sedikitpun memiliki
ikhtiar, dengan dalih seperti itu kaum zalim berhasil menguasai jabatan dan
kekuasaan, dengan cara yang tidak sah dan dengan dalih ini pula kaum zalim
menganiaya kaum tertindas. Jadi si zalim dibebaskan dari pertanggung jawaban
atas segala perbuatannya dengan dalih qadha’ dan qadar. Dengan
dalih seperti ini pula orang yang teraniaya mnanggung segala bentuk kezaliman
yang menimpanya, karena pada hakikatnya ini semua qadha’ dan qadar
dari Allah.
Kritik barat Kristen terhadap islam. Mereka menyatakan bahwa akidah
tentang qadha’ dan qadar adalah sebab utama kemunduran kaum
muslimin. Mereka juga menyindir Islam sebagai agama yang percaya terhadap paham
jabr dan mencabut bentuk kebebasan dari diri manusia. Sayyid Jamaluddin
al-Afghani menjelaskan : ”Apabila ruh (jiwa) yang menyimpang dan watak yang
buruk telah menelusup ke dalam diri manusia, maka setiap akidah yang benar yang
diberikan kepada masyarakat ini akan tercelup dengan warna ruh yang menyimpang,
sehingga menambah kesengsaraan dan kesesatan. Selanjutnya akan mengarah pada
perbuatan buruk”. Kekurangan dari buku ini hanya ada komentar terhadap kritik
barat tanpa memberikan solusi mengenai hal tersebut.
Pada hakikatnya, kedua jenis akidah, baik yang menekankan adanya
takdir ataupun ikhtiar. Pasti tidak lepas dari kemusykilan-kemusykilan yang
tidak dapat dipertahankan. Seandainya kedua kelompok ini menyadari bahwa
pendapat mereka hanya mencakup sebagian saja dari kebenaran, niscaya hilanglah
pertengkaran antara keduanya. Dan akan diketahui kepercayaan kepada qadha’ dan
qadar serta ketauhidan sama sekali tidak idendik dengan jabr dan
mencabut kebebasan sepenuhnya dari manusia.
2)
Bagian Kedua
Kejadian alam,
ditinjau dari sudut keberadaannya di bawah pengawasan dan kehendak Allah yang
pasti, dapat dikelompokkan ke dalam qadha ilahi, dan dari sudut sifatnya yang
terbatas pada ukuran dan kadar tertentu serta pada kedudukannya dalam ruang dan
waktu, dapat dikelompokkan ke dalam qadar ilahi.
Konsekuensi
sikap menerima teori kausal atau sistem sebab-akibat umum ialah menerimma pula
bahwa setiap peristiwa memperoleh kepastian wujud, karakterisitik, bentuk,
kadar dan kualitasnya dari penyebabnya. Takdir dalam pandangan seorang
materialis, adalah suatu ketentuan yang benar-benar bersifat eksternal,
sedangkan dalam pandangan seorang ahli teologi, takdir adalah ketentuan yang
sadar akan dirinya. Dengan kata lain, seorang materialis berpendirian bahwa
nasib setiap maujud ditentukan oleh penyebab-penyebabnya yang terdahulu
sementara penyebab-penyebab ini tidak mengetahui peran dan khasiatnya sendiri.
Sedangkan seorang ahli teologi melihat bahwa rangkaian panjang penyebab ini,
yakni penyebab-penyebab yang berada di luar lingkup waktu, mengetahui dan
menyadari perbuatan dan khasiatnya sendiri.
Dari sudut
pandang materialis, faktor-faktor yang mempengaruhi ajal, rizki, keselamatan
dan kebahagiaan terbatas pada lingkup material saja. Faktor-faktor material lah
yang mendekatkan ajal atau menjauhkannya, melapangkan rizki atau
menyempitkannya, memberikan kesalamatan pada tubuh atau menghilangkannya,
mendatangkan kebahagiaan atau menghapusnya. Adapun dari sudut pandang
ketuhanan, aada berbagai faktor mental dan spiritual, di samping faktor-faktor
material, yang memberikan pengaruh pada ajal, rizki, keselamatan, kebahagiaan
dan sebagainya.
Dalam buku ini
hanya menyebutkan suatu kenyataan, yaitu bahwa tidak sepatutnyalah kita
memiliki persangkaan bahwa rangkaian sebab dan akibat di alam ini hanya
terbatas pada hal-hal material saja.
3)
Bagian Ketiga
Terlaksananya
qadha pada saat kemusykilan yang tampak
nash-nash yang menegaskan bahwa takdir
dapat membatalkan hukum sebab-akibat yang umum, dan menjadikannya sebagai salah
satu dari faktor-faktor penentu di seluruh alam bahwa lebih kuat dari pada
semua faktor lainya. Sebab-sebab yang berlaku di alam ini bukan hanya material
melainkan sistem yang paling sempurna terisi atas yang lahir maupun
tersembunyi. Dimana sebab material bersifat inderawi yang dapat saling
mempengaruhi atau saling melumpuhkan sehinnga tidak lagi dapat berpengaruh.
Kemunculan dua
aliran pemikiran yang saling mempunyai perbedaan yaitu Materialis dan ketuhanan. Kedua
pemikiran ini terdapat perbedaan yang amat penting dan berpengaruh terutama di bidang pendidikan dan
kemasyarakatan.Berdasarkan perbedaan ini, kepercayaan pada qadha dan qadar,
maka dari sudut pandangan aliran ketuhanan justru merupakan faktor yang
meemberi pengaruh yang amat hebat, selain pembangkit,harapan, semangat, dan
aktivitas serta realisasi dari qadhar
dan qada.
Paham jabariah
dan qodriyah dalam menakwilkan al-Qur’an tentang qadha dan qadar. Aliran
jabariyah emnakwilkan ayat-ayat Al-Qur’an yang menunjuka adanya kebebasan dan
tanggung jawab maanusia, sedangkan para pendukung kebebasan dan ikhtiar manusia
menakwilkan ayat-ayat yang menujukkan adanya takdir illahi.
4)
Kritik
Dalam buku manusia
dan takdirnya ini, terdapat beberapa kekurangan dan kelebihan. Kelebihan, Buku ini sangat menarik
untuk dibaca menjelaskan permasalahan yang diangkat dengan lengkap. Dalam buku
ini mnyertakan contoh-contoh dalam menjelaskan sesuatu. Selain itu, buku ini
juga menggunakan bahasa yang sangat
indah dengan menyertakan gaya bahasa yang beragam.
Kekurangan,
Penjelasan
tentang takdir dalam buku kurang
menyertakan ayat ayat al-Quran. Buku ini menggunakan bahasa yang sulit
untuk di pahami karena banyak menggunakan gaya bahasa. Materi yang di bawakan
sangat berat untuk untuk di pamahi. Selain itu dalam buku ini kurang jelas
dalam menyimpulkan permalasalahan yang di angkat, sehingga pembaca harus
benar-benar berfikir lebih dalam
menyimpulkanya.
Supaya
mudah dalam memahami permasalahan yang terdapat dalam buku ini, penulis
merekomendasika buku yang mudah untuk di pahami yaitu, buku M.
Quraisy Shihab, Menyingkap Tabir Ilahi, Quraish Shihab mengemukakan dua fungsi
dari alAsmâ` al-Husnâ. Pertama, digunakan pada saat berdoa atau beribadah,
menyeru nama-nama Allah tertentu ketika berdoa. Orang yang memohon kepada Allah
untuk mendapat rezeki, ia dapat menyebut atau menyeru nama Allah al-Razzâq.
Fungsi kedua, yaitu menjadikan nama-nama itu untuk meneladani sifat (akhlak)
Allah, yaitu berakhlak dengan sifat-sifat Allah kecuali sifat uluhiyyah.
Keberhasilan meneladani Tuhan dalam sifat-sifat-Nya, menurut Quraish Shihab,
merupakan cermin dari keberhasilan keberagamaan. Meneladani sifat-sifat Allah ini
bukan berarti mempersamakan sifat manusia dengan Tuhan karena Tuhan bersifat
azaly dan qadim dan memiliki kesempurnaan mutlak yang berbeda dengan
makhluk-Nya.
Menurut
Quraish Shihab, keberhasilan meneladani Allah menjadikan manusia sebagai
manusia yang utuh, khalifah dan hamba Allah. Untuk mencapai upaya ini, pakar
tasawuf, menurut Quraish Shihab, dalam meneladani sifat-sifat Tuhan menempuh tiga tahapan. Pertama, meningkatkan
ma‟rifah melalui pengetahuan dan ketaqwaan. Kedua, membebaskan diri dari
perbudakan syahwat dan hawa nafsu. Ketiga, menyucikan jiwa dengan jalan
berakhlak dengan akhlak Allah.
D.
Penutup
Pada hakikatnya, pengetahuan Ilahi
yang azali tidak terpisah dari sistem sebab-akibat yang berlaku atas alam semesta
ini. Pengetahuan Ilahi adalah pengetahuan akan sistem tersebut, tidaklah
berkaitan dengan terjadi atau tidak terjadinya suatu peristiwa secara langsung
tanpa lantaran. Melainkan, ia berkaitan dengan dengan suatu peristiwa, hanya
melalui sebab dan pelaku khususnya,. Keterikatannya dengan itu tidaklah
bersifat mutlak, tanpa berkaitan sebab-sebabnya.
Sebab-sebab dan lantaran-lantaran
itupun berbeda-beda, diantaranya ada yang kasualitas dan aktifitasnya bersifat
alamiah. Ada yang bersifat emosional, ada yang majbur (terpaksa) dan ada pula
yang bersifat berikhtiar (bebas memilih). Yang diharuskan oleh pengetahuan
Ilahi adalah timbulnya pengaruh aktifator yang bersifat alami dari aktifator
yang alami itu sendiri, timbulnya pengaruh aktifator majbur dari yang majbur,
dan timbulnya pengaruh aktifator berikhtiar dari yang ikhtiar. Jadi, tidak ada
kepentingan dan keharusan pengetahuan Ilahi pada timbulnya, pengaruh aktifator
yang sama sekali bebas dari aktifator tersebut, secara paksa dan deterministis.
E.
Referensi
M. Shihab,
Quraisy. 1999. Menyingkap Tabir Ilahi.
Jakarta: Lentera Hati.
No comments:
Post a Comment