Friday, January 17, 2020

Artikel Memahami Konsep Takdir melalui kritik buku manusia dan takdirnya karya murtadho muthahari


 Memahami Konsep Takdir melalui Critical Book Review 
Buku "Manusia dan Takdirnya"
A.     Pendahuluan
Persoalan takdir akan dibahas dalam suatu rangkaian pembahasan di bawah topik, “Sebab-sebab Kejatuhan Kaum muslimin”. Persoalan-persoalan ini dapat dibahas secara historis, kejiwaan, etika, keagamaan, dan filsafat. Yang menghubungkan pesoalan-persoalan ini satu sama lain adalah kajian atas dampak positif dan negatif pada kemunculan dan kejatuhan kaum muslimin. Meskipun demikian tujuan pengajuan pertanyaan ini adalah : Pertama, untuk mengetahui apakah kepercayaan kepada nasib mempengaruhi orang-orang beriman menjadi lamban dan malas, tanpa menghiraukan alasan kejatuhan dan kegagalan mereka? Apakah kepercayaan-kepercayaan itu merupakan jenis keyakinan yang tidak akan memiliki dampak yang tidak diiinginkan, jika difikirkan secara tepat. Kedua, bagaimana islam telah mengajarkan keyakinan-keyakinan ini dan apakah akibat-akibat dari ajaran-ajaran Islam serta pengaruhnya pada perangai kaum Muslimin?
Sepanjang sejarah, manusia selalu bertanya, apakah segala sesuatu yang telah terjadi padanya dari musibah dan berkah adalah takdir Allah Swt? Ataukah manusia ikut andil dalam menggariskan nasib masa depanya?. Karena kompleksnya permasalahn-permaslahan yang akan diangkat oleh buku ini. Penulis akan mereview pemikiran Murtadha Muthahhari mengenai permasalahan manusia dan takdirnya yang di kaitkan dengan kemunculan dan kejatuhan muslim.

B.     Gambaran Tentang Buku
Buku ini adalah serangkaian tulisan Murthada Muthahhari yang pernah populer di tahun 80-an. Pemikiran Murtadha Muthahhari dan Dr. Ali Syari’ati pernah mengguncang dunia intelektual Indonesia, buku-buku mereka, seolah-olah menjadi buku teks wajib non-kurikuler bagi para mahasiswa.
ü  Writer              :Murtadha Muthahhari
ü  total-volume    :1
ü  publisher         :Muthahhari Press
ü  print-year        :2001
ü  print-shift         :Cetakan Pertama
ü  print-place       :Bandung

          Dalam buku yang komperhensif ini, dengan judul buku “Manusia dan Takdirnya”, Para teolog, filsuf, dan ulama terbagi kepada dua mazhab besar yaitu Jabariyyah dan Qadariyyah. Dalam buku ini Murtadha Muthahhari mengulas tentang dua mazhab yang memiliki pemikiran dengan bersandar kepada dalil-dalil yang kuat. Ia mengulas kedua mazhab itu dan mencermatinya satu demi satu. Baginya, manusia memiliki kewajiban untuk mengetahui ihwal yang akan menentukan kehidupannya di kemudian hari.
 
C.          Analisis kritik

1)           Bagian Pertama
Pada pertengahan abad pertama hijriyah ada perbedaan pendapat yang dianggap berlawanan, sehingga melahirkan dua golongan. Yang pertama Qodariyah dan Jabariyah. Kedua golongan ini lebur dalam dua firqoh besar teologi, yakni Mu’tazilah dan Asy-ariyah.
Kaum Qodariyah ialah orang-orang yang mengingkari adanya qadha’ dan qadar (takdir) Ilahi. Sedangkan kaum Jabariyah ialah orang-orang yang mempercayai qadha’ dan qadar tanpa ada kebebasan berkehendak. Dari pernyataan di atas muncul pertanyaan apabila manusia itu mengingkari qadha’ dan qadar apakah manusia tersebut dikatakan beriman? Pertanyaan kedua, manusia mempercayai takdir tanpa sedikitpun memiliki kebebasan berkehendak seolah manusia itu hanya mengikuti alur takdir dari Allah. Lalu, bagaimana dengan adanya dosa dan pahala apabila manusia itu hanya menjalankan takdir dari Allah semata? Bagaimana apabila manusia tersebut berbuat dosa, apakah tidak merusak ketanzihan-Nya?
Dampak negatif Jabariyah ialah manusia tidak sedikitpun memiliki ikhtiar, dengan dalih seperti itu kaum zalim berhasil menguasai jabatan dan kekuasaan, dengan cara yang tidak sah dan dengan dalih ini pula kaum zalim menganiaya kaum tertindas. Jadi si zalim dibebaskan dari pertanggung jawaban atas segala perbuatannya dengan dalih qadha’ dan qadar. Dengan dalih seperti ini pula orang yang teraniaya mnanggung segala bentuk kezaliman yang menimpanya, karena pada hakikatnya ini semua qadha’ dan qadar dari Allah. 
Kritik barat Kristen terhadap islam. Mereka menyatakan bahwa akidah tentang qadha’ dan qadar adalah sebab utama kemunduran kaum muslimin. Mereka juga menyindir Islam sebagai agama yang percaya terhadap paham jabr dan mencabut bentuk kebebasan dari diri manusia. Sayyid Jamaluddin al-Afghani menjelaskan : ”Apabila ruh (jiwa) yang menyimpang dan watak yang buruk telah menelusup ke dalam diri manusia, maka setiap akidah yang benar yang diberikan kepada masyarakat ini akan tercelup dengan warna ruh yang menyimpang, sehingga menambah kesengsaraan dan kesesatan. Selanjutnya akan mengarah pada perbuatan buruk”. Kekurangan dari buku ini hanya ada komentar terhadap kritik barat tanpa memberikan solusi mengenai hal tersebut.
Pada hakikatnya, kedua jenis akidah, baik yang menekankan adanya takdir ataupun ikhtiar. Pasti tidak lepas dari kemusykilan-kemusykilan yang tidak dapat dipertahankan. Seandainya kedua kelompok ini menyadari bahwa pendapat mereka hanya mencakup sebagian saja dari kebenaran, niscaya hilanglah pertengkaran antara keduanya. Dan akan diketahui kepercayaan kepada qadha’ dan qadar serta ketauhidan sama sekali tidak idendik dengan jabr dan mencabut kebebasan sepenuhnya dari manusia.

2)           Bagian Kedua
Kejadian alam, ditinjau dari sudut keberadaannya di bawah pengawasan dan kehendak Allah yang pasti, dapat dikelompokkan ke dalam qadha ilahi, dan dari sudut sifatnya yang terbatas pada ukuran dan kadar tertentu serta pada kedudukannya dalam ruang dan waktu, dapat dikelompokkan ke dalam qadar ilahi.
Konsekuensi sikap menerima teori kausal atau sistem sebab-akibat umum ialah menerimma pula bahwa setiap peristiwa memperoleh kepastian wujud, karakterisitik, bentuk, kadar dan kualitasnya dari penyebabnya. Takdir dalam pandangan seorang materialis, adalah suatu ketentuan yang benar-benar bersifat eksternal, sedangkan dalam pandangan seorang ahli teologi, takdir adalah ketentuan yang sadar akan dirinya. Dengan kata lain, seorang materialis berpendirian bahwa nasib setiap maujud ditentukan oleh penyebab-penyebabnya yang terdahulu sementara penyebab-penyebab ini tidak mengetahui peran dan khasiatnya sendiri. Sedangkan seorang ahli teologi melihat bahwa rangkaian panjang penyebab ini, yakni penyebab-penyebab yang berada di luar lingkup waktu, mengetahui dan menyadari perbuatan dan khasiatnya sendiri.
Dari sudut pandang materialis, faktor-faktor yang mempengaruhi ajal, rizki, keselamatan dan kebahagiaan terbatas pada lingkup material saja. Faktor-faktor material lah yang mendekatkan ajal atau menjauhkannya, melapangkan rizki atau menyempitkannya, memberikan kesalamatan pada tubuh atau menghilangkannya, mendatangkan kebahagiaan atau menghapusnya. Adapun dari sudut pandang ketuhanan, aada berbagai faktor mental dan spiritual, di samping faktor-faktor material, yang memberikan pengaruh pada ajal, rizki, keselamatan, kebahagiaan dan sebagainya.
Dalam buku ini hanya menyebutkan suatu kenyataan, yaitu bahwa tidak sepatutnyalah kita memiliki persangkaan bahwa rangkaian sebab dan akibat di alam ini hanya terbatas pada hal-hal material saja.

3)           Bagian Ketiga
Terlaksananya qadha  pada saat kemusykilan yang tampak nash-nash  yang menegaskan bahwa takdir dapat membatalkan hukum sebab-akibat yang umum, dan menjadikannya sebagai salah satu dari faktor-faktor penentu di seluruh alam bahwa lebih kuat dari pada semua faktor lainya. Sebab-sebab yang berlaku di alam ini bukan hanya material melainkan sistem yang paling sempurna terisi atas yang lahir maupun tersembunyi. Dimana sebab material bersifat inderawi yang dapat saling mempengaruhi atau saling melumpuhkan sehinnga tidak lagi dapat berpengaruh.
Kemunculan dua aliran pemikiran yang saling mempunyai perbedaan  yaitu Materialis dan ketuhanan. Kedua pemikiran ini terdapat perbedaan yang amat penting  dan berpengaruh  terutama di bidang pendidikan dan kemasyarakatan.Berdasarkan perbedaan ini, kepercayaan pada qadha dan qadar, maka dari sudut pandangan aliran ketuhanan justru merupakan faktor yang meemberi pengaruh yang amat hebat, selain pembangkit,harapan, semangat, dan aktivitas  serta realisasi dari qadhar dan qada.
Paham jabariah dan qodriyah dalam menakwilkan al-Qur’an tentang qadha dan qadar. Aliran jabariyah emnakwilkan ayat-ayat Al-Qur’an yang menunjuka adanya kebebasan dan tanggung jawab maanusia, sedangkan para pendukung kebebasan dan ikhtiar manusia menakwilkan ayat-ayat yang menujukkan adanya takdir illahi.

4)           Kritik
Dalam buku manusia dan takdirnya ini, terdapat beberapa kekurangan dan kelebihan. Kelebihan, Buku ini sangat menarik untuk dibaca menjelaskan permasalahan yang diangkat dengan lengkap. Dalam buku ini mnyertakan contoh-contoh dalam menjelaskan sesuatu. Selain itu, buku ini juga  menggunakan bahasa yang sangat indah dengan menyertakan gaya bahasa yang beragam.

Kekurangan, Penjelasan tentang takdir dalam buku kurang  menyertakan ayat ayat al-Quran. Buku ini menggunakan bahasa yang sulit untuk di pahami karena banyak menggunakan gaya bahasa. Materi yang di bawakan sangat berat untuk untuk di pamahi. Selain itu dalam buku ini kurang jelas dalam menyimpulkan permalasalahan yang di angkat, sehingga pembaca harus benar-benar  berfikir lebih dalam menyimpulkanya.
Supaya mudah dalam memahami permasalahan yang terdapat dalam buku ini, penulis merekomendasika buku yang mudah untuk di pahami yaitu, buku M. Quraisy Shihab, Menyingkap Tabir Ilahi, Quraish Shihab mengemukakan dua fungsi dari alAsmâ` al-Husnâ. Pertama, digunakan pada saat berdoa atau beribadah, menyeru nama-nama Allah tertentu ketika berdoa. Orang yang memohon kepada Allah untuk mendapat rezeki, ia dapat menyebut atau menyeru nama Allah al-Razzâq. Fungsi kedua, yaitu menjadikan nama-nama itu untuk meneladani sifat (akhlak) Allah, yaitu berakhlak dengan sifat-sifat Allah kecuali sifat uluhiyyah. Keberhasilan meneladani Tuhan dalam sifat-sifat-Nya, menurut Quraish Shihab, merupakan cermin dari keberhasilan keberagamaan. Meneladani sifat-sifat Allah ini bukan berarti mempersamakan sifat manusia dengan Tuhan karena Tuhan bersifat azaly dan qadim dan memiliki kesempurnaan mutlak yang berbeda dengan makhluk-Nya.
Menurut Quraish Shihab, keberhasilan meneladani Allah menjadikan manusia sebagai manusia yang utuh, khalifah dan hamba Allah. Untuk mencapai upaya ini, pakar tasawuf, menurut Quraish Shihab, dalam meneladani sifat-sifat Tuhan  menempuh tiga tahapan. Pertama, meningkatkan ma‟rifah melalui pengetahuan dan ketaqwaan. Kedua, membebaskan diri dari perbudakan syahwat dan hawa nafsu. Ketiga, menyucikan jiwa dengan jalan berakhlak dengan akhlak Allah.

D.           Penutup
          Pada hakikatnya, pengetahuan Ilahi yang azali tidak terpisah dari sistem sebab-akibat yang berlaku atas alam semesta ini. Pengetahuan Ilahi adalah pengetahuan akan sistem tersebut, tidaklah berkaitan dengan terjadi atau tidak terjadinya suatu peristiwa secara langsung tanpa lantaran. Melainkan, ia berkaitan dengan dengan suatu peristiwa, hanya melalui sebab dan pelaku khususnya,. Keterikatannya dengan itu tidaklah bersifat mutlak, tanpa berkaitan sebab-sebabnya.
          Sebab-sebab dan lantaran-lantaran itupun berbeda-beda, diantaranya ada yang kasualitas dan aktifitasnya bersifat alamiah. Ada yang bersifat emosional, ada yang majbur (terpaksa) dan ada pula yang bersifat berikhtiar (bebas memilih). Yang diharuskan oleh pengetahuan Ilahi adalah timbulnya pengaruh aktifator yang bersifat alami dari aktifator yang alami itu sendiri, timbulnya pengaruh aktifator majbur dari yang majbur, dan timbulnya pengaruh aktifator berikhtiar dari yang ikhtiar. Jadi, tidak ada kepentingan dan keharusan pengetahuan Ilahi pada timbulnya, pengaruh aktifator yang sama sekali bebas dari aktifator tersebut, secara paksa dan deterministis.
        
E.          Referensi
M. Shihab, Quraisy. 1999. Menyingkap Tabir Ilahi. Jakarta: Lentera Hati.

No comments:

Post a Comment

Cerdik Edukasi

SEJARAH PERKEMBANGAN DAN PROSES ISLAMISASI DESA SUKAHURIP KEC. PAMARICAN KAB. CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT

  SEJARAH PERKEMBANGAN DAN PROSES ISLAMISASI DESA SUKAHURIP KEC. PAMARICAN KAB. CIAMIS   PROVINSI JAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN A....